Selasa, 14 Februari 2012

Stratifikasi Etnik: Kajian Mikrososiologi Interaksi Etnis Jawa dan Cina


Penulis: DR. Agus Salim,MS; Judul Buku: Stratifikasi Etnik: Kajian Mikrososiologi Interaksi Etnis Jawa dan Cina; Editor: Arismantoro; Desain Cover: Hanif Rabbani; Desain Layout: Ramyari; Penerbit: Tiara Wacana, Yogyakarta; Cetakan Pertama: Agustus 2006; Jumlah Halaman: xii+180; Ukuran Buku: 14x21cm
Buku ini memuat hasil pengembangan teori sosiologi untuk menerangkan hubungan multikultural dalam masyarakat Indonesia, khususnya berdasarkan sejumlah teori yang sudah menjadi mainstream dalam sosiologi multikultural.
Fenomena pergaulan antaretnik sering menimbulkan konflik sosial sehingga pembentukan bangsa (nation building) masih menyisakan pergumulan yang tak kunjung final. Penulis mencoba mengemukakan bahwa konflik ini bukan terjadi di aras kebijakan publik, politisi, dan berita di media massa, tetapi justru ditentukan oleh tarik-menarik antar pelaku sosial di aras mikro. Konflik sosial terjadi pada aras kehidupan empirik. masing-masing aktor terlibat dalam banyak kepentingan dan mereka melakukan transaksi sosial secara intens. 
Dalam buku ini, konflik sosial akan dirunut dari akarnya. Sejauh mana warga masyarakat melakukan transaksi dalam bentuk interaksi sosial yang selama ini dibangun. Kepentingan-kepentingan apa yang dibawa dalam proses interaksi sosial tersebut? Beruntung. dalam membedah persoalan ini. penulis berkesempatan merangkai sejumlah temuan empirik yang diramu dari hasil sejumlah in-depth interview dengan para aktor pergaulan multikultural di suatu lembaga pendidikan di kota Semarang.
Masyarakat multikultural yang pergaulan antaretnisnya memiliki bentuk hubungan stratifikasi pada hakikatnya belum melebur dalam pola pergaulan yang diharapkan sebagai prasyarat masyarakat multikultural. Model masyarakat itu masih bercirikan bentuk hubungan banyak etnik (masyarakat majemuk). karena dimungkinkan adanya berbagai macam kepentingan yang bersumber pada ketimpangan dalam distribusi kekuasaan dan sumber-sumber ekonomi (mode of production). Masyarakat multikultural yang dibangun dari keragaman etnik, memang menjadi beban dari masyarakat itu sendiri untuk menyelesaikan segala masalah yang harus dibangun dengan sebuah perjuangan untuk hidup bersama (living together).
Penulis melihat bahwa nation Indonesia memiliki dua dimensi pembeda sekaligus, yaitu dari sisi vertikal dan horisontal. Dari sisi vertikal perbedaan kebudayaan perlu dilihat secara gradual, karena semua bentuk kategorisasi dari tribal society (masyarakat petani, industry, jasa teknologi, komunikasi) ada dalam masyarakat Indonesia. Masing-masing memiliki tingkatan dan daya adaptasi yang berbeda-beda. Perbedaan dari sisi horisontal berasal dari perbedaan etnik dan budaya. di Indonesia perbedaan ini ternyata tidak berjalan lurus tetapi justru bertumpangtindih dengan perbedaan vertikal sehingga menimbulkan konflik yang saling berangkai. Di kalangan masyarakat pedalaman Papua, sangat terasa bahwa kegiatan sektor formal dan perdagangan dikuasai oleh etnis di luar Papua. Secara transparan akhirnya semua kepentingan politik dan ekonomi selalu tidak memihak terhadap kepentingan adat dan budaya lokal.
Di kalangan masyarakat yang hidup dalam pemukiman padat di Pulau Jawa, etnis Cina sebagai minoritas tidak mendapatkan posisi sosial yang menguntungkan. Sejak jaman kolonial Belanda. jaman kemerdekaan, zaman Orde Baru sampai jaman Reformasi, etnis minoritas Cina selalu mendapatkan perlakuan yang 'mendua'. Di satu sisi ditempatkan sebagai kelompok etnik yang memiliki keunggulan sumber daya manusia dalam bidang perdagangan tetapi sekaligus juga dijadikan kambing hitam karena rasa cemburu yang berkepanjangan dari etnis mayoritas. Pihak pemerintah kolonial telah memberi kedudukan hukum yang lebih baik dengan ditempatkan sebagai etnis Timur Asing yang memiliki beberapa kelebihan dibanding penduduk asli (the indigenous people). Pemerintah pada masa itu mengakui kelebihan etnis Cina dalam membangun jaringan perdagangan dan keuletan kerja mereka. Tetapi seiring dengan peningkatan posisi usaha etnis Cina. maka semakin khawatir dan curiga pihak pemerintah kolonial sehingga menekan kembali kehidupan etnis Cina. Demikian pula pada masa pemerintahan orde baru, pengusaha etnis Cina yang mendapat keuntungan adalah mereka yang mau bekerja sama dengan kroni pemerintah, tetapi secara budaya kehidupan etnis Cina selalu ditekan sehingga tidak pernah merasa sebagai bagian dari nation Indonesia. Sejauh ini pihak pemerintah Orde Baru selalu menciptakan semangat toleransi terhadap warga minoritas etnis Cina, tetapi bagi warga mayoritas pemerintah tidak pernah dapat mengadakan kontrol. Etnis Cina selalu dicurigai oleh mayoritas masyarakat, dalam praktek keseharian nilai-nilai luhur adanya kesederajatan atau toleransi tak pernah dipraktikkan dalam masyarakat (operative public values). Dengan demikian semangat untuk mengadakan toleransi tidak dapat berjalan wajar, tetapi yang muncul adalah sikap diskriminatif terhadap warga etnis Cina. Mereka secara turun-temurun tidak pernah dapat ditempatkan sebagai bagian dari nation Indonesia, bahkan kedudukan mereka tidak dapat dikategorikan sebagai penduduk "asli" atau "pribumi".
Beberapa pemikiran empirik yang menjadi temuan lapangan menempatkan adanya berbagai bentuk fenomena yang hidup dalam system budaya masyarakat tempat terjadinya interaksinya dua etnis tersebut, seperti interaksi antara etnis Jawa dan Cina telah berlangsung dengan baik di lingkungan masyarakat sekolah: hubungan pertemanan dan persahabatan merupakan pola hubungan yang terjadi dengan wajar dalam situasi tertentu. Hubungan yang bersifat pertemanan merupakan jalinan hubungan normal yang menyangkut adanya kebutuhan untuk saling mengenal berdasarkan persamaan-persamaan tertentu di kalangan mereka (kelompok usia. persamaan hobi, gaya hidup, kelas sosial. dan agama). Hubungan persahabatan dapat terjadi akibat jalinan ikatan moral yang bersumber dari kesepahaman tentang hubungan inter dan antar etnis, jenis hubungan pribadi dan hubungan edukatif (relasi antar siswa dan relasi antara guru dan siswa). 
Temuan yang lain adalah terjadi penguatan dalam hubungan antara etnis Jawa dan Cina yang berasal dari asumsi budaya mereka yang sama tentang keunggulan budaya sendiri. Masing masing etnis memiliki dasar pijak filosofi yang kuat dalam menempatkan budaya mereka lebih tinggi dibanding yang lain. Budaya Jawa yang bertolak dari konsep "adiluhung" dan budaya Cina yang dikenal sebagai garis keturunan (she), membuat sejumlah perilaku yang berbeda. Rasa kebanggaan ini menjadi embrio tumbuhnya etnosentrisme (ethnocentrism), tetapi dengan masuknya unsur keunggulan usaha ekonomi di kalangan etnis Cina maka rasa kebanggaan ini meningkat menjadi perasaan competence terhadap bidang usaha perdagangan yang akhirnya merambah kepada adanya penguasaan sumber-sumber ekonomi di kalangan masyarakat mayoritas. 
Asumsi penulis atas penguatan stratifikasi sosial yang terjadi dalam hubungan antar etnis (Jawa dan Cina) menjadi penyebab timbulnya hubungan stratifikasi etnik. Penguatan hubungan antar etnis ini berlangsung dalam situasi yang sangat beragam. Pertama. dalam komunitas masyarakat etnis Jawa penguatan pada basis etnik terjadi akibat (a) filosofi kehidupan orang Jawa yang menempatkan budaya kraton sebagai pusat kegiatan budaya yang bersifat halus dan budaya luar Jawa (sabrang) sebagai jenis budaya yang bersifat kasar, (b) pusat kebudayaan keraton yang mengutamakan perkembangan makna spiritual dan menganggap rendah budaya materi m enyebabkan pandangan orang Jawa terhadap orang Cina dipenuhi prasangka yang terartikulasi dengan sifat serakah. pelit dan hanya mengutamakan kejerahan materi. Kedua. dalam komunitas masyarakat etnis Cina penguatan pada basis etnik terjadi (a) sebagai minoritas, etnis Cina perlu mempertahankan nilai-nilai dan pranata social budaya yang bersifat khusus. Mereka menyadari bahwa kehidupan mereka membutuhkan keunggulan-keunggulan tertentu (dibanding etnis Jawa sebagai mayoritas) yang bersifat material untuk mempertahankan kehidupan keluarga mereka (b) orang Cina ibarat bunga teratai. yang dapat hidup dan selalu berada di atas permukaan air. Bunga teratai akarnya selalu berada jauh di bawah permukaan air yang berfungsi menyerap sari kehidupan yang berasal dari air dan tanah di mana bunga teratai dapat tumbuh. (c) jalinan hubungan keluarga yang sangat kuat (ikatan She) membuat golongan etnis Cina sukar berbaur dalam masyarakat mayoritas etnis Jawa. Menurut penelitian Salim (2005) hanya kelompok stratifikasi menengah atas di antara etnis Jawa dan Cina yang bisa saling terintegrasi kehidupan sosialnya sedangkan kelompok etnik yang berbeda kelas sosialnya akan sukar melaksanakan integrasi sosial.
Penulis juga mencoba memaparkan bahwa hubungan pergaulan antar etnis telah mengarah kepada pembentukan stratifikasi, merupakan bibit perpecahan antar etnis yang sewaktu waktu meledak sebagai bentuk konflik terbuka. Sejauh ini kelompok mayoritas etnis Jawa selalu menciptakan ruang 'solidaritas semu' dengan memaksa kelompok minoritas Cina untuk masuk dalam sistem jalinan hidup budaya Jawa. Dari sisi lain etnis Cina telah melindungi diri dengan melakukan interaksi formal dalam bentuk rasa setia kawan. dan kepedulian, tetapi kondisi itu tidak menguntungkan karena etnis Cina masih memiliki rasa curiga sehingga mereka melakukan sugregasi sosial untuk melindungi kepentingan budayanya. Di antara etnis mayoritas dan minoritas tidak pernah terjadi proses interaksi yang bersifat primer, mereka hanya berinteraksi karena kepentingan pasar dan transaksi fungsional. Kelompok yang melakukan interaksi primer hanyalah ke-lompok kecil yang memiliki preferensi hidup yang sama berdasarkan pengalaman multikultural dan kesamaan agama. Sebagian terbesar dari mereka bahkan tak pernah mengadakan dialog, karena dipenuhi prasangka etnik yang sangat tajam.
Dalam buku ini, penulis memberikan contoh bahwadi kota Semarang telah dilakukan revitalisasi daerah pecinan, pengembangan klenteng Gedung Batu untuk penghormatan kepada Laksamana Cheng Ho dan dibangunnya wihara budha. Sementara itu di kota Surabaya telah diupayakan pembangunan pantai Kenjeran dengan spirit arsitektur Cina telah membawa budaya dan tradisi Cina kembali sebagai icon di kalangan masyarakat etnis Cina. Bagi kelompok etnis mayoritas pengembangan budaya minoritas Cina secara besar-besaran ini dapat menimbulkan perasaan kecemburuan sosial. Pada lapis pertama kecemburuan sosial bermula dari munculnya tempat ibadah etnis Cina (klenteng) yang cukup berbeda dengan tempat ibadah mayoritas etnis Jawa yang beragama Islam (bentuk arsitektur dan ritual agamanya). Lapis kedua adalah sugregasi tempat tinggal kelompok minoritas Cina yang mengasingkan diri dari tempat hunian etnis mayoritas. Sugregasi ini menimbulkan kecemburuan sosial. Yang bersumber pada beda stratifikasi sosial yang cukup menonjol. Lapis ketiga adalah terjadingan pengelompokan budaya dari etnis minoritas yang terkesan eksplisit. hal ini akan menimbulkan rasa benci dari kelompok etnis mayoritas karena tumbuhnya budaya etnis minoritas tanpa disertai asosiasi dengan budaya mayoritas.
Pergaulan antara etnis mayoritas Jawa dan etnis minoritas Cina telah menimbulkan stratifikasi etnik dalam masyarakat, Kondisi ini dalam jangka waktu tertentu dan dalam situasi tertentu akan mendorong disintegrasi nation Indonesia. Sejauh pengamatan timbulnya dua kebudayaan. yaitu etnis minoritas dan etnis mayoritas akan menimbulkan konflik kebudayaan laten dan dalam jangka menengah dan jangka panjang akan menyeret kepada bentuk konfrontasi kebudayaan secara terbuka. Untuk mengatasi masalah itu beberapa upaya strategis dapat dilakukan dengan menciptakan ruangan budaya untuk menumbuhkan rasa saling percaya dan penghargaan.
Penghargaan terhadap masing-masing etnis perlu diciptakan sedini mungkin dengan melakukan dialog budaya yang bertujuan membangun komitmen bersama. Dialog budaya dapat dilakukan oleh masing-masing etnis yang terlibat dalam pergaulan dengan intens. Untuk menciptakan dialog budaya itu dapat diupayakan dengan membangun ruang publik yang terbuka: (a) ada dialog terbuka antar budaya sehingga ditemukan titik temu antar budaya sebagai akar integrasi sosial; (b) ditemukannya titik sambung dalam budaya Nusantara. yang terdiri dari budaya Jawa dan budaya Cina, sehingga orang-orang dari etnis dan budaya yang berbeda akan merasa menjadi kesatuan dan saling menghormarJ: (c) perlunya mengidentifikasi budaya transisi dengan eksplisit. menemukan sejumlah aspek integrasi yang melekat pada masa transisi untuk masing-masing budaya etnik. Di kalangan kelompok remaja. budaya perantara adalah budaya populer yang dapat menjadi titik minat di kalangan remaja untuk masing-masing etnis.
Penciptaan ruang budaya bersama antara etnis mayoritas dan etnis minoritas yang bermula dari pertemuan budaya di ruang publik yang berorientasi pada kepentingan pasar (pola komersial dapat diterima kehadiran pasar semawis), bergeser ke ruang publik untuk kepentingan hubungan sosial (penciptaan ruang dialog yang mengevaluasi masing-masing kepentingan) dan kemudian merambah kepada kepentingan pribadi. Pergeseran ini mengikuti kepentingan tertentu yang berakibat adanya interaksi anggota masyarakat yang terlibat dalamnya. Intensional pergaulan itu akan semakin menumbuhkan kepercayaan di antara dua kelompok etnik yang berbeda, melemahkan sekat-sekat pergaulan yang menyebabkan terjadinya stratifikasi sosial. 
Penulis mengganggap perlu diberikan model pendidikan multikultural yang akan membangun basis pergaulan multikultural dalam lingkup lembaga pendidikan sekolah. Kepentingan pendidikan multikultural dapat dicapai dengan menerapkan kurikulum pendidikan yang berbasis kepada kepentingan bersama, pembangunan trust (penciptakan kepercayaan antar pribadi) yang dilandasi oleh nilai-nilai agama.
Pendidikan multikultural akan sangat ideal dibangun atas dasar kesetaraan hak dan kewajiban warga masyarakat yang dibangun dalam lembaga pendidikan sekolah. Pergaulan multikultural dapat dicapai dengan membangun hubungan interaksi sosial yang intens antar siswa, antar guru, antar staf tatausaha atau antar ketiga komponen yang terlibat dalam lembaga pendidikan sekolah. 

[Anotator: Mustolehuddin, S.Ag / Kabid. Perpustakaan Balitbang Depag Jateng]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar