Jumat, 23 Desember 2016

Maqolah Syeikh Ibnu Athaillah As-Sakandari ini bikin hati....

Maqolah Syeikh Ibnu Athaillah As-Sakandari ini bikin hati luluh dan pengen nangis....

Coba Baca sampai selesai....

Pilihlah Yang Memberatkan Hatimu
“Apabila ada dua perkara yang serupa, maka pandanglah yang paling memberatkan nafsu, lalu ikuti yang paling memberatkan itu. Sebab tidak ada yang memberatkan nafsu kecuali pasti benar.”

– Syeikh Ibnu Ath-Thaillah As-Sakandari

Manusia seringkali menghadapi dilemma, ketika berhadapan dengan dua masalah yang sulit untuk diputuskan, karena dua-duanya benar, dua-duanya wajib, dua-duanya tidak baik, atau dua-duanya boleh dilakukan. Bukan perkara antara wajib dan haram, antara sunnah dan makruh, antara boleh dan tidak boleh.

Dalam hal-hal yang serupa ini, perkara mana yang harus anda ambil?

Maka kita akan mengambil keputusan yang paling memberatkan nafsu kita. Sebab, mengambil hal yang meringankan nafsu kita, jika yang kita putuskan adalah dua perkara yang nilainya sama, sulit terlepas dari penympangan. Tetapi, jika kita memutuskan yang memberatkan beban nafsu kita, kebenaran akan memihak kita.

Dalam perjalanan para penempuh Jalan Ilahi, seringkali dihadapkan masalah-masalah seperti itu. Kiat paling sederhana dan mapan, adalah memilih yang bukan pilihan selera nafsu kita. Karena sesuatu yang benar sekalipun, jika kita berangkat dari niat yang tidak ikhlas, niat menuruti selera nafsu, praktek kebenaran itu menjadi tidak benar. Contohnya orang berdakwah itu benar, apalagi yang disampaikan kebenaran. Namun menjadi tidak benar bila ketika berdakwah dasarnya adalah hawa nafsu; seperti popularitas, materi, pencarian legitimasi atau pujian-pujian.

Memilih yang bukan selera nafsu kita, berarti memilih selera Allah Swt, memprioritaskan Allah Swt, mencari wilayah yang diridhoiNya.

Kata hati paling dalam adalah muatan kebenaran. Maka Rasulullah Saw, bersabda, “Mintalah fatwa pada hatimu, walau yang lain menfatwaimu, walau yang lain menfatwaimu, walau yang lain menfatwaimu…”

Kata hati adalah ungkapan sejati, yang bisa menepis selera nafsu kita.

Nah, tanda-tanda kita mengikuti selera nafsu seperti yang diungkapkan oleh Ibnu Athaillah as-Sakandary:

“Diantara tanda-tanda mengikuti selera hawa nafsu adalah bergegas dalam ibadah sunnah, namun malas menegakkan ibadah-ibadah wajib.”

Kebiasaan spiritual yang buruk seseorang tergesa-gesa meraih hal-hal yang ajaib dibalik ibadah, ingin segera diberi karomah, ingin segera dibuka hatinya, ingin ditampakan fenomena-fenoma hebat, dan sebagainya. Semua itu akibat dari nafsu tersembunyi di balik ibadah, khususnya ketika menjalankan hal-hal sunnah.

Sedangkan ketika menjalankan ibadah wajib, hanya dinilai sebagai kewajiban yang harus digugurkan, manakala sudah selesai. Atau sekadar menjalankan kewajiban. Padahal Allah Swt, mewajibkan suatu amal ibadah tertentu, semata saking agung, mulia dan besarnya nilai ibadah tersebut.

Rabu, 21 Desember 2016

Peringatan Maulid Nabi ditinjau dari 3 Aspek

+ Ditinjau dari aspek tradisi budaya, menarik untu dilestarikan.

+ Ditinjau dari pembacaan sholawat, sudah sepantasnya dan memang merupakan sebuah kekuatan untuk menjalain ikatan emosional dengan kanjeng Nabi.

+ Ditinjau dari motifasi dan metode dakwah serta materi ceramahnya, rata rata masih jalan di tempat. ini yang perlu digaris bawahi dan dikaji ulang.

Ibarat kita mempunyai pisau tajam, para penceramah mengatakan bahwa pisau kita itu tajam. Dan ini dikatakan berulang ulang hampir disetiap acara mauludan.

Jarang sekali yang mengatakan dan memberi cara juga solusi, bagaimana pisau yang tajam itu digunakan untuk mengupas buah apel biar bisa dinikmati kelezatannya, digunakan untuk membebaskan dari ketertindasan, membebaskan dari sebuah pemiskinan, juga pisau yang tajam ini bisa digunakan untuk sebuah pembebasan dari pemberhalaan terhadap manusia, harta, juga kekuasaan jabatan.

Sudah sampai mana isi substansi acara budaya mauludan kita?

Selamat memperingati maulid Nabi.

Abdul Chamim
Sluke, 21 Desember 2016.

Selasa, 20 Desember 2016

AL-BAQILANI: SIFAT TUHAN DAN PERBUATAN MANUSIA

AL-BAQILANI : SIFAT TUHAN DAN PERBUATAN MANUSIA
بسم الله الرحمن الرحيم
  1. PENDAHULUAN
Al-Baqilani adalah salah seorang pengikut dan tokoh Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah. Sebagai murid al-Asy’ari melalui dua muridnya, Ibn Mujahid dan Abu Hasan al-Bahili. Namun, ia tidak begitu saja menerima ajaran al-Asy’ari. Dalam beberapa hal ia tidak sepaham dengan gurunya, al-Asy’ari.1 Ini dapat terjadi karena perbedaan waktu dan tempat masing-masing. Oleh karena itu tidak mengherankan jika ada perbedaan pendapat, meskipun antara murid dan gurunya. Ini menunjukkan pula bahwa kebenaran yang dihasilkan oleh pemikiran hanya bersifat relatif dan dapat menerima perubahan.

  1. BIOGRAFI AL-BAQILANI
Nama lengkapnya adalah Muhammad ibn al-Tayyib ibn Muhammad Abu Bakr al-Baqilani. Wafat tanggal 23 Zul Qa’dah 403 H/ 1013 M di Baghdad.2 Ia pernah menjadi hakim agung dan menonjol dalam berbagai pertemuan ilmiah, terutama dalam pembahasan usul fiqh dan ilmu kalam.
Karya tulisnya sebanyak 55 kitab, namun yang dapat dijumpai hanya 6 kitab, yaitu al-Izaz al-Qur’an; Tamhid; al-Insaf; yang berisi petunjuk singkat pandangan aliran Sunni dan rincian bahasan tentang al-Qur’an tidak diciptakan, qadr, melihat Tuhan dan syafa’at. Manaqib, berisi pembelaan Sunni pada kedudukan pemimpin. Intinsar yang membahas kedudukan lafaz al-Qur’an. Dan al-Bayan yang membahas kenabian.
Dari karya al-Baqilani mendapat gambaran yang jelas tentang perkembangan ilmu kalam Asy’ariyah, serta pemikiran pendahulunya seperti Ibn Furak, Abu Ishaq al-Isfarani dan al-Asy’ari sendiri. Kitab al-Luma’ karya al-Asy’ari menjadi jelas setelah disusun ulang oleh al-Baqilani. Ibn Taimiyyah menyebut al-Baqilani sebagai ahli ilmu kalam Asy’ariyah yang paling cemerlang, pembuka cakrawala pendahulu dan para pengikutnya.3

  1. MASALAH SIFAT TUHAN
Pemikiran al-Baqilani tentang sifat Tuhan berbeda dengan al-Asy’ari yang menyatakan bahwa Tuhan mempunyai sifat. Bagi al-Asy’ari, mustahil Tuhan mengetahui dengan zat-Nya, sebab dengan demikian zat-Nya adalah pengetahuan dan Tuhan sendiri adalah pengetahuan. Tuhan bukan pengetahuan (ilm), tetapi Yang Mengetahui (‘Alim). Tuhan mengetahui dengan pengetahuan dan pengetahuan-Nya bukanlah zat-Nya. Demikian juga dengan sifat-sifat lain, seperti sifat hayyun, ‘alimun, qadirun, mutakallimun, sami’un, basirun.4
Al-Baqilani menolak pendapat al-Asy’ari tentang adanya sifat Tuhan. Sifat Tuhan yang disebut al-Asy’ari, bukanlah sifat, tetapi hal, dan ini sesuai dengan pendapat Abu Hasyim dari Mu’tazilah,5 meskipun pada mulanya ia mempunyai pendapat yang sebaliknya.
Pada mulanya al-Baqilani menerima pandangan al-Asy’ari tentang sifat-sifat Tuhan, yang kemudian ia kembangkan dan ia bagi menjadi dua bagian, yaitu : sifat zat dan sifat fi’il. Sifat Zat adalah sifat yang senantiasa disifatkan kepada Tuhan, yaitu : al-Hayyah, al-‘Ilm, al-Qudrah, al-Sam’u, al-Basar, al-Iradah, al-Baqa’, al-Wajhu, al-Ainani, al-Yadani, al-Ghadab, al-Rida, dan al-Idrak. Sedang sifat fi’il adalah al-Khalq, al-Rizq, al-‘Adl, al-Ihsan, al-Tafadul, al-In’am, al-Tawab, al-‘Iqab, al-Hasyr dan al-Nasyr.6 Kemudian semua sifat itu ia namakan hal yang sesuai dengan pendapat Abu Hasyim yang Mu’tazilah itu.

  1. MASALAH PERBUATAN MANUSIA
Masalah perbuatan manusia, al-Baqilani berbeda pendapat dengan gurunya, al-Asy’ari, yang berpendapat bahwa perbuatan manusia tidak diwujudkan oleh manusia sendiri dengan istilah kasb,7 dan dalam mewujudkan perbuatan yang diciptakan itu, daya yang ada pada manusia itu tidak mempunyai efek,8 dalam arti, semua perbuatan manusia seluruhnya diciptakan oleh Tuhan.
Bagi al-Baqilani, manusia mempunyai sumbangan yang efektif dalam mewujudkan perbuatannya. Yang diwujudkan Tuhan adalah gerak yang terdapat dalam diri manusia, sedang bentuk atau sifat dari gerak itu dihasilkan oleh manusia sendiri. Dengan kata lain, gerak dalam diri manusia mengambil berbagai bentuk; duduk, berdiri, berbaring, berjalan dan sebagainya. Gerak sebagai genus (jins) adalah ciptaan Tuhan, sedang duduk, berdiri, berbaring, berjalan dan sebagainya adalah species (na’u) dari gerak adalah perbuatan manusia sendiri. Manusialah yang membuat gerak yang diciptakan Tuhan mengambil bentuk sifat duduk, berdiri dan sebagainya.9 Dengan demikian jika bagi al-Asy’ari, daya manusia tidak mempunyai efek. Tetapi bagi al-Baqilani, daya itu mempunyai efek.
Kemudian untuk menjelaskan pendapatnya itu, al-Baqilani menyatakan bahwa segala sesuatu yang ada terdiri dari tiga unsur, yaitu jisim, jauhar (substansi atau atom) dan arad (aksiden), dan ketiganya itu telah diadakan, dan yang mengadakan adalah Tuhan.10 Kemudian ia menerangkan tentang perbuatan manusia, karena manusia mengetahui dari dirinya perbedaan antara duduk, berdiri dan berbicara jika terjadi sesuai dengan ikhtisar dan maksudnya. Pada kejadian itu, jauhar netral dan kemudian menerima ‘arad. Gerak perpaduan antara jauhar dan ‘arad itu menimbulkan perbuatan, maka adanya perbuatan itu merupakan hasil dengan daya yang hadits, hal ini disebut kasb. Dengan demikian kasb itu merupakan asas dari daya yang hadits.11

  1. KESIMPULAN
Dari uraian tersebut di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
    1. Meskipun al-Baqilani pengikut dan murid dari al-Asy’ari, tetapi dalam hal tertentu ia berbeda pendapat dengan gurunya, al-Asy’ari.
    2. Tentang sifat Tuhan yang diakui adanya oleh al-Asy’ari, semula al-Baqilani menerimanya. Namun, kemudian ia mengembangkannya dengan menyebutnya hal seperti pandangan Abu Hasyim dari Mu’tazilah.
    3. Tentang perbuatan manusia juga berbeda pendapat dengan al-Asy’ari yang menyatakan bahwa perbuatan manusia tidak mempunyai efek, karena diciptakan oleh Tuhan. Tetapi, al-Baqilani menyatakan perbuatan manusia mempunyai sumbangan yang efektif, dengan membedakan antara gerak yang diciptakan Tuhan dengan bentuk atau sifat dari gerak yang diciptakan oleh Manusia.
Demikianlah uraian singkat ini, tak lain semoga ada manfaatnya. Kritik dari para pembaca diterima dengan senang hati.

DAFTAR PUSTAKA
Al-Asy’ari, Abu Hasan Ali ibn Isma’il, Kitab al-Luma’, Richard J. McCarthy, S.J., ed., Beirut: Imprimerie Catholique, 1952.
Al-Badawi, Abd ar-Rahman, Mazahib al-Islamiyyin, I, Beirut: Dar al-Ilm al-Malayyin, 1971.
Al-Syahrastani, Muhammad Abd al-Karim ibn Abi Bakr Ahmad, Al-Milal wa al-Nihal, Beirut: Dar al-Fikr, t.th.
Gibb, H.A.R., dan J.H. Kramers, Shorter Encyclopedia of Islam, Leiden : E.J. Brill, 1974.
Nasution, Harun, Teologi Islam Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, Jakarta: UI-Press, 1986, cet. V.
------------------------
1 Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, Jakarta: UI-Press, 1986, cet. V, hlm. 71.
2 Ibid.
3 H.A.R. Gibb dan J.H. Kramers, Shorter Encyclopedia of Islam, Leiden : E.J. Brill, 1974, hlm. 958.
4 Abu Hasan Ali ibn Isma’il al-Asy’ari, Kitab al-Luma’, Richard J. McCarthy, S.J., ed., Beirut: Imprimerie Catholique, 1952, hlm. 30-31. Muhammad Abd al-Karim ibn Abi Bakr Ahmad al-Syahrastani, Al-Milal wa al-Nihal, Beirut: Dar al-Fikr, t.th., hlm. 95.
5 Muhammad Abd al-Karim ibn Abi Bakr Ahmad al-Syahrastani, ibid.
6 Abd ar-Rahman al-Badawi, Mazahib al-Islamiyyin, I, Beirut: Dar al-Ilm al-Malayyin, 1971, hlm. 615.
7 Abu Hasan Ali ibn Isma’il al-Asy’ari, op.cit., hlm. 71-72.
8 Muhammad Abd al-Karim ibn Abi Bakr Ahmad al-Syahrastani, op.cit., hlm. 97.
9 Ibid., hlm. 97-98.
10 Abd ar-Rahman al-Badawi, op.cit., hlm. 601.
11 Muhammad Abd al-Karim ibn Abi Bakr Ahmad al-Syahrastani, op.cit., hlm. 97.



Taufiq itu lain dengan Hidayah!!

Kita sering mendengar orang mengucapkan salam penutup dengan membaca billahittaufiq wal hidayah wassalamualaikum wr wb...
Ternyata, Taufiq itu lain dengan Hidayah, yang mendapatkan hidayah belum tentu mendapatkan Taufiq, sedangkan yang mendapat taufiq pasti mendapat hidayah.
Orang yang mendapatkan Taufiq itu sangat langka, seakan penyebutan kalimat Taufiq di dalam Al Quran yang cuma satu kali sudah menunjukkan itu.
والتوفيق من الموافقة والوفق من وافق في أمره ونهيه
"Taufiq itu dari bentukan kalimat Muwafaqoh (berkesesuaian) dan wifq (taufiq yang dimaksud) adalah orang yang selalu sesuai di dalam perintah dan larangannya"
Maksudnya orang yang mendapatkan Taufiq itu selalu berkesesuaian dengan Kehendak Alloh yang sebenarnya dalam melaksanakan perintah dan mencegah laranganNya.
Maka dari itu dalam melaksanakan Agama ada banyak pendapat dan cara, terkadang hal yang bersifat fiqih itu tidak serta merta dapat dilaksanakan di lapangan, contohnya sholat di jalan, walaupun sah menurut fiqih namun itu tidak bisa dilaksanakan karena berbagai alasan, ketabrak mobil misalnya.
Kita tentu saja meyakini kebenarannya apa yang kita lakukan, karena itu bagian dari syarat rukunnya pekerjaan, namun apa yang dikerjakan dengan cara berbeda oleh orang lain belum tentu salah.


Minggu, 18 Desember 2016

WAJIB BACA, NAHDLIYYIN HARUS WASPADA!!

Nahdliyyin Harus Waspada | Sabtu kemarin, 17 Desember 2016, ada skenario besar yang ingin menggerus NU, baik NU struktural maupun kultural!

Berikut ini beberapa point penting yang harus dipahami:
1. Satu yg harus kita sadari, gloria dugaan penistaan Agama (kasus yang menimpa Mr. Ahok (BCP)) penistaan terhadap al-Quran Surat al-Maidah (51) itu dikelola sedemian rupa untuk penguatan ideologi takfiri. Sesuatu yang harus kita lawan. (Meskupun memang dari kalangan kita tidak terima terhadap Mr. Ahok).

2. Jika dilihat tahapan-tahapan kampanye ideologis mereka (setelah secara internal kuat) meraka berikutnya adalah penyerangan terbuka dan secara massif terhadap amaliyah NU dengan membid'ahkan dan pengkafiran.

3. Berikutnya adalah mereka ciptakan public distrust (ketidakpercayaan) terhadap tokoh-tokoh NU. Mereka pisahkan nahdliyyin kultural dari para Kyai NU. Mereka fitnah dan caci maki sesepuh NU, berharap nahdliyyin kehilangan akhlaq dan pudar rasa hormat kepada beliau-beliau. Itulah mengapa ada yg berani membuat membully dg meme Mbah Hasyim, Gus Dur dan belakangan Mbah Maimoen dan Gus Mus.

4. Mereka kampanyekan anti terhadap Ketum PBNU. Selain sebagai ikon, simbol dan mandatori muktamar PBNU selain juga Rois Aam, Ketum PBNU memiliki peran paling strategis di tubuh NU. Mereka berharap, dengan fitnahan dan cacian mereka terhadap Ketum PBNU maka perlahan akan hilang muru'ah dan kebesaran ormas Nahdlatul Ulama.

5. Bagi mereka, dengan jalan apapapun, Kiai Said Aqil harus diserang. Jika tidak ada lubang, dengan fitnah sekalipun. Mengapa? Selain karena simbol NU, menurut bacaan mereka, saat ini beliau adalah satu-satunya tokoh dan benteng terakhir Islam Moderat.

6. Dan frame pertarungan ideologis inilah yang seharusnya kita memahami dan memberi penjelasan kepada umat. Sebagaimana saat ini, ideologi Aswaja yang mulai mereka samarkan dengan ideologi Takfiri. Sehingga kita semakin buram membedakan antara Aswaja dan Takfiri, hingga menimbulkan public distrust (ketidakpercayaan) terhadap tokoh-tokoh NU.

Ayo anak muda NU, melek medsos, dan sampaikan kepada siapapun di manapun, bahwa kita ber-NU lahir bathin. Kepada mereka, jangan takut menyampaikan kata, kami akan lawan..!!

Anak Muda NU, 17/12/2016

So, kita harus bergerak. Salah satunya temen temen di wonosobo sekarang sedang membuat lomba penulisan sejarah NU wonosobo untuk menggali sejarah dan menanamkan semangat para pendahulu kepada peserta lomba yg melibatkan semua ranting dan banom. Hasil lomba rencananya akan kita buat buku.