Agama dan etos kerja memang memiliki wilayah yang berbeda. Agama bergerak dalam dimensi ritual, sedang bekerja atau usaha adalah berdimensi duniawi untuk mencari nafkah hidup. Namun, pada wilayah yang lain, agama dan etos kerja memiliki relevansi yang cukup signifikan sebagai salah satu motivasi spiritual menuju tambahan nilai kebaikan dan amal bagi keluarga dan orang lain.
Sejarah membuktikan bahwa pemikiran agama sangat berpengaruh bagi perkembangan aspek material (kehidupan di dunia ini), baik politik, ekonomi, sosial, maupun budaya. Atau dengan kata lain, ada hubungan yang sangat signifikan antara kemajuan dalam bidang pemikiran (immaterial) dan kemajuan dalam bidang material.
Untuk menggambarkan bagaimana relevansi pemahaman agama dengan perilaku ekonomi maka ada Teori Max Weber yaitu Die Protestantische Ethik und der “Geist” des Kapitalismus (1905), menjelaskan bahwa ada peranan yang besar bahwa nilai-nilai agama pramodern dalam proses modernisasi.
Weber mengatakan “Cavinisme”, terutama sekte puritanisme, melihat kerja sebagai Beruf atau panggilan. Kerja tidak hanya sekedar pemenuhan keperluan, tetapi suatu tugas yang suci (Weber, 1905:20). Sikap hidup keagamaan menurut doktrin ini, kata Weber, ialah “askese duniawi” (innerweltliche Askese, innerwordly ascesticism), yaitu intensifikasi pengabdian agama yang dijalankan dalam kegairahan kerja sebagai gambaran dan pernyataan dari manusia yang terpilih. Dalam kerangka pemikiran teologis seperti ini, maka “semangat kapitalisme” yang bersandarkan kepada cita ketekunan, hemat, berperhitungan, rasional, dan sanggup menahan diri, menemukan pasangannya. Sukses hidup yang dihasilkan oleh kerja keras bisa pula dianggap sebagai pembenaran bahwa ia, si pemeluk, adalah orang yang terpilih.
Teori Max Weber (1864-1924) dalam bukunya Die Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism menjelaskan bahwa:
pemikiran agama sangat berpengaruh bagi perkembangan aspek material (kehidupan di dunia ini), baik politik, ekonomi, sosial, maupun budaya. Atau dengan kata lain, ada hubungan yang sangat signifikan antara kemajuan dalam bidang pemikiran (immaterial) dan kemajuan dalam bidang material.
Weber menganalisis bahwa perubahan masyarakat Barat menuju kemajuan ekonomi tidak hanya disebabkan oleh kelompok bisnis dan pemodal. Dalam penelitiannya, sebagian dari nilai keberagamaan Protestan memiliki aspek rasionalitas ekonomi dan nilai-nilai tersebut ditunjukkan pada spirit keagamaan (Max Weber, 2006: 95). Tesis yang diperkenalkannya sejak 1905 mengatakan bahwa ada hubungan antara ajaran agama dengan perilaku ekonomi (Asifudin, Ahmad Janan , 2004: 157).
Apa yang dikatakan Weber dalam tesisnya ”Etika Protestan” rupanya memiliki kongruensi dengan yang terjadi di Islam. Taufik Abdullah (1979) dalam bukunya Agama, Etos Kerja, dan Perkembangan Ekonomi mengatakan bahwa “etika” yang dipancarkan oleh Al-Qur’an hampir takberbeda jauh dengan yang disebut Weber “etika Protestan: jujur, kerja keras, berperhitungan, dan hemat”.
Dari teori di atas dapat disimpulkan sebuah teori, yang akan dijadikan landasan berfikir dalam penelitian ini yaitu semakin tinggi pemahaman agama seseorang maka akan semakin maju pula dalam perilaku ekonominya, dan akan maju pula tingkat kesejahteraan seseorang. Sehingga dapat dikatakan bahwa tingkat kesejahteraan dapat dipengaruhi oleh seberapa besar tingkat pemahaman keagamaan dan perilaku ekonominya.
Daftar Pustaka:
- Abdullah, Taufik (ed.). 1986. Agama, Etos Kerja dan Perkembangan Ekonomi. Jakarta: LP3ES. Yayasan Obor dan LEKNAS-LIPI.
- Asifudin, Ahmad Janan. 2004. Etos Kerja Islami Surakarta: Universitas Muhammadiyah.
- Nasir, Nanat Fatah. 1999. Etos Kerja Wirausahawan Muslim. cet. I Bandung: Gunung Jati Press.
- Weber, Max. 1905. Die Protestantische Ethik und der “Geist” des Kapitalismus. diterjemahkan oleh Talcott Parson. 1959. The Protestant Ethic and the spirit of capitalism, , New York: Char Les Scribner’s Son. (terjemahan Yusuf Priyasudiarja. 2002. Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme. Surabaya: Pustaka Promethea).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar