Sabtu, 20 Juli 2013

Hukum Aqiqah


Aqiqah (biasa disebut Akikah) adalah suatu kegiatan penyembelihan / menyembelih hewan ternak sebagai tanda rasa syukur kepada Allah SWT karena mendapatkan anak laki-laki maupun perempuan (habis lahiran). Hukum pelaksanaan acara aqiqah adalah sunah / sunat bagi orang tua atau wali anak bayi yang baru lahir tersebut. Akikah dilakukan pada hari ke-tujuh setelah kelahiran anak. Apabila belum mampu di hari ketujuh, di hari setelahnya juga tidak apa-apa.
Jumlah hewan ternak untuk akikah berjumlah dua ekor kambing untuk anak laki-laki / pria dan satu ekor kambing untuk anak perempuan / wanita. Apabila hanya mampu menyembelih satu ekor kambing untuk anak laki-laki tidak apa-apa yang penting ikhlas dan untuk mendapatkan ridho dari Allah SWT. Hewan yang dijadikan akikah adalah sama dengan hewan untuk kurban dalam hal persyaratannya.
aqiqah memiliki tujuan untuk meningkatkan jiwa sosial dan tolong-menolong sesama tetangga di lingkungan sekitar, menanamkan jiwa keagamaaan pada anak, sebagai tanda syukur kita kepada Allah SWT atas segala nikmat dan rejeki yang diberikan kepada kita selama ini.


At-Tajrid li-Naf'il Abid - Al Bujairami

قوله:، وحصول السنة بشاة) أي: فلا تحصل بغير ذلك من غير النعم والظاهر أنه يجزئ كل من البقرة، والناقة عن سبعة كما في الأضحية شرح م ر
"perkataan mushannif "dan bisa memperoleh kesunnahan dengan kambing" yakni maka tidak hasil (tidak memperoleh pahala kesunnahan, penj) dengan selain yang demikian seperti selain binatang ternak, sedangkan dhahirnya sesungguhnya dapat di terima (mencukupi) setiap yang berupa sapi dan onta untuk 7 (orang) sebagaimana pernjelasan Imam Ramli tentang korban "

**Mim Ra' = Imam Ramli, kalau khilaf ruju' .


berakikah dengan sapi, kerbau atau unta juga boleh, aturannya sama seperti halnya qurban. jadi satu sapi bisa dijadikan akikah untuk satu orang atau maks 7 orang. AlBujairomi.

وعن ابن عباس يكفي اراقة الدام ولو من دجاج او أوز وكان الشيخ محمد
الفضالي يأمر الفقير بتقليده ويقاس على الأضحية العقيقة فيجوز لمن لم يقدر على ثمن الشاة ان يعق ولده بالديكة على مذهب ابن عباس كما قاله الشيخ محمد الفضالي اهـ .
(توشيخ ابن قاسم 270 )

Selasa, 18 Juni 2013

Pengertian Puasa Syariat, Thoriqoh dan Hakikat

Pengertian Puasa Syariat, Thoriqoh dan Hakikat, Syeikh Abdul Qodir Al-Jilany, Sirrul Asror, hlm. 67-68

Ngaji  Sirrul Asror bersama KH. Abdul Muhayya di Masid Al-Falah Perum BPI Ngalian Semarang, tiap Hari Selasa Bakda Maghrib.

Puasa Syariat adalah menahan diri dari makan dan minum, dan dari berhubungan suami isteri di siang hari. Sedangkan Puasa Thoriqoh itu, mengekang seluruh tubuhnya dari hal-hal yang diharamkan, dilarang dan dicela, seperti ujub, takabur, bakhil dan sebagainya secara lahir maupun batin. Karena semua itu bisa membatalkan puasa thoriqoh.

Puasa syariat itu ada batas waktunya. Sedeangkan Puasa thoriqoh senantiasa abadi tak terbatas seumur hidupnya. Itulah yang disabdakan oleh Rasulullah saw:

“Betapa banyak orang berpuasa tetapi puasanya tidak lebih melainkan hanya rasa lapar…” (Hr. Ibnu Majah dan Al-Hakim).

Karena itu disebutkan, betapa banyak orang berpuasa tetapi ia justru berbuka, dan betapa banyak orang yang berbuka (tidak puasa) namun ia berpuasa. Yakni menahan anggota badannya dari dosa-dosa, menahan diri dari menyakiti manusia secara fisik, seperti firman Allah Ta’ala dalam hadits Qudsy:

“Puasa itu untuk Ku dan Aku sendiri yang membalas pahala puasa.” (HR. Al Bukhori)
“Bagi orang yang berpuasa mendapatkan dua kegembiraan: kegembiraan ketika berbuka, dan kegembiraan ketika memandang Keindahan Ku.”

Bagi Ulama syariat dimaksud dengan berbuka adalah makan ketika matahari maghrib, dan melihat bulan di malam Idul Fitri. Sedangkan ahli thoriqoh menegaskan bahwa berbuka itu akan diraih ketika masuk syurga dengan memakan kenikmatan syurga, dan kegembiraan ketika memandang Allah swt. Yaitu ketika bertemu dengan Allah Ta’ala di hari qiyamat nanti, dengan pandangan rahasia batin secara nyata.
Sedangkan Puasa Hakikat adalah puasa menahan hati paling dalam dari segala hal selain Allah Ta’ala, menahan rahasia batin (sirr) dari mencintai memandang selain Allah Ta’ala seperti disampaikan dalam hadits Qudsy:

“Manusia itu rahasiaKu dan Aku rahasianya.”

Rahasia itu bermula dari Nurnya Allah swt, hingga ia tidak berpaling selain Allah Ta’ala. Selain Allah Ta’ala, tidak ada yang dicintai atau disukai dan tak ada yang dicari baik di dunia maupun di akhirat.

Bila terjadi rasa cinta kepada selain Allah gugurlah puasa hakikatnya. Ia harus segera mengqodho puasanya, yaitu dengan cara kembali kepada Allah swt dan bertemu denganNya. Sebab balasan Puasa Hakikat adalah bertemu Allah Ta’ala di akhirat.

Rabu, 29 Mei 2013

Biografi Ibn Rusyd (1126-1198 M)

Pendahuluan

Di bidang Filsafat , kebenaran juga menjadi sentral pembahasan, bahkan mereka tidak lagi hanya berpikir tentang hakekat kebenaran, tetapi mengeluarkan pemikiran-pemikiran tentang kebenaran yang sudah dikaitkan dengan masalah-masalah fisika maupun metafisika. Makalah ini berbicara sekilas masalah kebenaran yang dikemukakan oleh Ibn Rusyd yang termuat dalam bukunya Fashl al-Maqal fi ma Bayna al-Hikmah wa al-Syari'ah. Kemudian dikembangkan melalui refleksi filusufis, yaitu kajian epistemologis, ontologis dan aksiologis. Tesis ini tidak mempersoalkan apakah filsafat Islam terpengaruh Yunani atau tidak, akan tetapi hanya ingin menyampaikan bahwa karya filusuf Muslim dan Yunani merupakan produk akal pikiran manusia

Biografi Hidup Ibn Rusyd

Ibn Rusyd mempunyai nama lengkap Abu al-Walid Muhammad ibn Ahmad ibn Muhammad ibn Ahmad ibn Ahmad ibn Rusyd. Ia lahir dari keluarga yang memiliki tradisi dan peran intelektual yang besar, serta keahlian yang diakui dalam dunia yuridis. Kakeknya dari pihak bapak adalah seorang hakim agung di Cordoba , di samping kedudukannya sebagai salah seorang ahli hukum terkemuka dalam madzhab Maliki, salah satu madzhab yang sangat dominan dalam wilayah Maghrib dan Andalusia. Ayahnya, Ahmad ibn Muhammad ibn Rusyd pernah menjabat hakim di Cordoba. Selain jabatan dan kedudukan di atas, ia juga sangat aktif dalam kegiatan politik dan sosial.

Pada tahun 520 H (1126 M), ketika Ibn Rusyd lahir, Cordoba tengah berada pada zaman keemasannya (golden era) sebagai salah satu ibu kota ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Ibn Rusyd dilahirkan 150 tahun sepeninggal khalifah Hakam II Al-Mustanshir, seorang khalifah yang sangat antusias dan tinggi cita-citanya untuk memajukan ilmu pengetahuan. Ia senantiasa berupaya bagaimana agar Cordoba menjadi pusat ilmu pengetahuan dan kebudayaan yang sanggup bersaing dengan Baghdad pada masa pemerintahan al-Makmun. Keadaan yang begitu semarak dan kondusif bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan seperti di atas terus berlangsung hingga masa kelahiran Ibn Rusyd. Untuk itu, Ibn Rusyd dari kecilnya hidup di ibukota kelahirannya dengan suasana kehidupan yang penuh dengan dinamika perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan.

Ibn Rusyd sangat menguasai disiplin-disiplin Ilmu kalam, fiqh, sastra dan bahasa Arab. Dalam semua bidang ilmu ini, ia tidak mendapatkan saingan yang berarti dari para ilmuwan lainnya yang hidup pada masanya. Mengenai masalah ini, Ibn al-Abbar menceritakan bahwa kajian analisis tampaknya lebih menarik perhatian Ibn Rusyd dibanding ilmu-ilmu perawian. Pada tahun 1169 M, Ibn Tufail membawa Ibn Rusyd ke hadapan sultan yang berpikiran maju dan memberi perhatian di bidang ilmu, yaitu Abu Ya'qub Yusuf yang memberinya tugas untuk menyeleksi dan mengoreksi berbagai syarah (komentar) dan penafsiran terhadap karya-karya Aristoteles, sehingga ungkapan-ungkapannya lebih kena dan bersih dari banyak cacat karena keteledoran transkripsi maupun kekeliruan para penulis sejarah dan penafsir lainnya. Sejak tahun itu, Ibn Rusyd memulai kerja intelektualnya yang berat.

Saat Ibn Tufail memasuki usia senja, Ibn Rusyd menempati jabatan sebagai dokter pribadi Sultan Abu Ya'qub Yusuf di istana Marakish pada tahun 1182 M. Setelah sultan Abu Ya'qub Yusuf meninggal dunia tahun 1184 M, di sisi penggantinya, sultan Manshur Abu Yusuf Ya'qub (1184-1199), kedudukan Ibn Rusyd tidak berlangsung lama. Ia mengalami inkuisisi (al-mihnah) dan tekanan berkenaan dengan ideologi dan pemikiran-pemikiran filsafatnya pada tahun 1195. Buku-buku Ibn Rusyd dan banyak buku filsafat karya para filsuf berbobot lainnya dibakar, dan masyarakat dilarang keras mempelajari ilmu-ilmu praktis dan rasional selain disiplin-disiplin ilmu kedokteran, astronomi dan ilmu ukur.

Ketika badai inkuisisi ini berlalu, Ibn Rusyd memperoleh kedudukannya kembali di sisi sultan dan tinggal lagi di istana kerajaan, dan begitu pula posisi filsafat dan ilmu-ilmu rasional lainnya dalam kehidupan bernegara. Akan tetapi, ajal menjemputnya tidak lama setelah masa ini, yakni pada tanggal 11 Desember 1198 M.

Rabu, 22 Mei 2013

Asal-usul Permainan Cilukba (Chi Luk......Baaaa!!!)

Tulisan ini saya culik dari postingan saudara Sururi Arrumbani di Grup WarkopMbahLalar entah dia dari mana.

Anda sering bermain Cilukba, dengan anak-anak anda? Tapi pernahkah anda bertanya bagaimana sih permainan cilukba itu berasal?

Permainan Cilukba, dengan cara menutup muka sambil berkata, Ciluk........disusul Baa....bersamaan membuka tangan. Harapnnya anak-anak atau bayi yang sedang digoga bisa berkomunikasi, tersenyum atau kegirangan. Konon permainan ini berasal dari Bi Hun Ke (sekarang Bangkok, Thailand). Adalah seorang ratu yang mempunyai anak (masih bayi) dengan nama Chi Luk Thong Mi. Mungkin dianggap aneh, karena bayi ini susah tersenyum. Maka disuruhlah para pengemongnya untuk membuatnya tersenyum atau gembira. Maka dua orang pembantu melakukan permainan menutup wajah dengan tangan, kemudian yang satunya memanggil....Chi Luk......Baaaa !!! Ajaib, Chi Luk Thong Mimerespon dan memberikan sambutan gembira. Maka kebiasaan ini kemudian menjadi kebiasaan untuk ngudang bayi, bahkan sampai di sini dengan keragaman bahasa. Namun Cilukba adalah yang sangat populer.

Pandangan Psikologi

Menurut ahli psikologi, permainan cilukba dapat melatih bayi melakukan fokus, fokus pada wajah yang ditutup kemudian dibuka. Selain itu permainan cilukba melatih anak-anak dengan kondisi ada-kelihangan. Melatih ada ibunya dan tak ada ibunya yang ada disamping. Ketika Ciluk....tertutup dia dilatih kehilangan, kemudian dengan Baaa.... semua ada kembali. Rasa kehilangan dan keberadaan itu telah ditanamkan sejak dini, melalui permainan cilukba....

Mungkin, bagi orang Jawa bukan itu kisahnya. Ciluk......dilik diluk..........baaa.... maka kemudian permainan ini tidak sekedar menutup wajah, tetapi sudah berkembang layaknya petak umpet.
Bagaimanapun permainan itu ada manfaatnya juga.... meski sekedar Cilukba....tapi kalau itu diterapkan bagi orang dewasa..... apa ya masih bermanfaat?

Ayat-ayat Al Quran tentang Sosial Masyarakat

Tidak salah jika Islam merupakan ajaran yang paling komprohensif, Islam sangat rinci mengatur kehidupan umatnya, melalui kitab suci al-Qur’an. Allah SWT memberikan petunjuk kepada umat manusia bagaimana menjadi insan kamil atau pemeluk agama Islam yang kafah atau sempurna.

Secara garis besar ajaran Islam bisa dikelompokkan dalam dua kategori yaitu Hablum Minallah (hubungan vertikal antara manusia dengan Tuhan) dan Hablum Minannas (hubungan manusia dengan manusia). Allah menghendaki kedua hubungan tersebut seimbang walaupun hablumminannas lebih banyak di tekankan. Namun itu semua bukan berarti lebih mementingkan urusan kemasyarakatan, namun hal itu tidak lain karena hablumminannas lebih komplek dan lebih komprehensif. Oleh karena itu suatu anggapan yang salah jika Islam dianggap sebagai agama transedental.

A. Surat al-Ra’du ayat 11 


لَهُ مُعَقِّبَاتٌ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ يَحْفَظُوْ نَهُ مِنْ اَمْرِاللهِ إِنَّ اللهََ لاَيُغَيِّرُ مَابِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوْامَا بِأَنْفُسِهِمْ وَاِذَا أَرَادَاللهُ بِقَوْمٍ سُوْءًا فَلاَ مَرَدَّالَهُ وَمَالَهُمْ مِنْ دُوْنِهِ مِنْ وَّالٍ 

Artinya : Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, dimuka dan dibelakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah, sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya, dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Allah.

Ayat ini menerangkan tentang kedhaliman manusia. Dalam ayat ini juga dijelaskan bahwa kebangkitan dan keruntuhan suatu bangsa tergantung pada sikap dan tingkah laku mereka sendiri. Kedzaliman dalam ayat ini sebagai tanda rusaknya kemakmuran suatu bangsa.

لَهُ مُعَقِبَاتِ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْقِهِ يَحْفَظُوْ نَهُ مِنْ اَمْرِاللهِ 

Pada tiap manusia baik yang bersembunyi ataupun yang nampak ada malaikat yang terus menerus bergantian memelihara dari kemudharatan dan memperhatikan gerak gerik setiap manusia, sebagaimana berganti-ganti pula malaikat yang lain yang mencatat segala amalannya, baik maupun buruk. Ada malaikat malam dan ada malaikat siang, satu berada disebelah kiri yang mencatat segala amal kejahatan dan satu disebelah kanan yang mencatat segala amal kebajikan, dan dua malaikat bertugas memelihara dan mengawasi manusia. Adapun malaikat yang dimaksud dalam ayat ini adalah malaikat Hafadzah.[1]


Adapun keempat malaikat itu tidak akan terlepas dari kita, melainkan kita sedang dalam keadaan mempunyai hadats besar. Sebagaimana dalam sabda Rasul :

اِنَّ مَعَكُمْ مَنْ لاَيُقَارِقُكُمْ عِنْدَالْخَلاَءِ وَعِنْدَالْجِمَاعِ فَاسْتَحْيُوْهُمْ وَاَكْرَمَهُمْ. 

“Sesungguhnya ada malaikat-malaikat yang mengikuti kamu dan tidak terpisah dari kamu melainkan disaat-saat kamu membuang hajat besar atau bersetubuh, maka di segani dan hormatilah mereka.”[2]

إِنَّ اللهََ لاَيُغَيِّرُ مَابِقَوْمٍ حَتَّى لاَيُغَيِّرُمَا بِأَنْفُسِهِمْ 

Allah tidak akan mengubah apa yang ada pada suatu kaum berupa nikmat dan kesehatan, lalu mencabutnya dari mereka sehingga mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri. Allah juga menyuruh kita (umat-Nya) untuk mengubah suatu kedzaliman karena jika kita tidak merubahnya, maka Allah akan memperluas siksaannya, sedangkan Allah menciptakan manusia di bumi ini untuk menjadi penguasa (khalifah) yang bertugas memakmurkan dan memanfaatkan segala isinya dengan baik bukan untuk merusaknya.[3]

وَاِذَا أَرَادَاللهُ بِقَوْمٍ سُوْءًا فَلاَ مُرَدَّالَهُ 

Kita tidak patut dan tidak boleh meminta kepada Allah agar keburukan segera didatangkan sebelum kebaikan atau siksaan sebelum pahala, karena jika Allah telah menghendaki dan menimpakannya kepada mereka, maka tidak ada seorangpun yang dapat menolak takdir-Nya.

وَمَالَهُمْ مِنْ دُوْنِهِ مِنْ وَّلٍ 

Tidak ada penolong bagi manusia seorangpun yang dapat mengendalikan urusan mereka, dan tidak ada seorangpun pula yang mampu mendatangkan kemanfataan atau menolak madharat selain Allah SWT. Sebagaimana dalam Firman-Nya Surat al-Hajj ayat 73:

يَاَيُّهَاالنَّاسُ ضُرِبَ مَثَلٌ فَاسْتَمِعُوْالَهُ اِنَّ الَّذِيْنَ تَدْعُوْنَ مِنْ دُوْنِ اللهِ لَنْ يَخْلُقُوْا ذُبَابًا وَّلَوِاجْتَمَعُوْلَهُ وَاِنْ يَسْلُبْهُمُ الدُّبَابُ شَيْئًا لاَيَسْتَنْقِذُهُ مِنْهُ ضَعُفَ الطَّالِبُ وَالْمَطْلُوْبُ 

“Hai manusia, telah di buat perumpamaan, maka dengarkanlah olehmu perumpamaan itu, sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat menciptakan seekor lalatpun, walaupun mereka bersatu untuk menciptakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, tiadalah mereka dapat merebutnya kembali dari lalat itu, amat lemahlah yang menyembah dan amat lemah pulalah yang disembah.”[4]


B. Surat al-Hujurat ayat 11-13 


يَاَيُّهَاالَّذِيْنَ اَمَنُوْالاَيَسْخَرْقَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى اَنْ يَكُوْنُوْاخَيْرًامِنْهُمْ وَلاَنِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَى اَنْ يَكُنَّ خَيْرًامِنْهُنَّ وَلاَتَلْمِزُوْااَنْفُسَكُمْ وَلاَتَنَابَزُوْا بِاْلاَلْقَابِ بِئْسَ الإِسْمُ الْفُسُوْقُ بَعْدَاْلإِيْمَانِ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُوْنَ () يَاَيُّهَاالَّذِيْنَ اَمَنُوْااجْتَنِبُوْاكَثِيْرًامِنَ الظَّنِّ اِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ اِثْمٌ وَلاَتَجَسَّسُوْاوَلاَيَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا اَيُحِبُّ اَحَدُكُمْ اَنْ يَاءْكُلَ لَحْمَ اَخِيْهِ مَيْتًافَكَرِهْتُمُوْهُ وَاتَّقُواللهَ اِنَّ اللهَ تَوَّابٌ رَّحِيْمٌ () يَاَيُّهَاالنَّاسُ اِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍوَاُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوْبًاوَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوْا اِنْ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَاللهِ اَتْقَاكُمْ اِنَّ اللهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ () 

(11). Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olokkan kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka yang yang diolok-olok lebih baik dari mereka yang mengolok-olok dan jangan pula wanita-wanita mengolok-olok wanita lain karena boleh jadi wanita-wanita yang diperolok-olok lebih baik dari wanita yang mengolok-olok dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk, seburuk-buruk panggilan yang buruk sesudah iman dan barang siapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang dzalim. (12). Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain, sukakah salah seorang diantara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya, dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang. (13) Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seseorang laki-laki seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal, sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.

Dalam ayat ini Allah menjelaskan adab-adab (pekerti) yang harus berlaku diantara sesama mukmin, dan juga menjelaskan beberapa fakta yang menambah kukuhnya persatuan umat Islam, yaitu:

a. Menjauhkan diri dari berburuk sangka kepada yang lain.
b. Menahan diri dari memata-matai keaiban orang lain.
c. Menahan diri dari mencela dan menggunjing orang lain.

Dan dalam ayat ini juga, Allah menerangkan bahwa semua manusia dari satu keturunan, maka kita tidak selayaknya menghina saudaranya sendiri. Dan Allah juga menjelaskan bahwa dengan Allah menjadikan kita berbangsa-bangsa, bersuku-suku dan bergolong-golong tidak lain adalah agar kita saling kenal dan saling menolong sesamanya. Karena ketaqwaan, kesalehan dan kesempurnaan jiwa itulah bahan-bahan kelebihan seseorang atas yang lain.

يَاَيُّهَاالَّذِيْنَ اَمَنُوْالاَيَسْخَرْقَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ 

Kita tidak boleh saling menghina diantara sesamanya. Ayat ini akan dijadikan oleh Allah sebagai peringatan dan nasehat agar kita bersopan santun dalam pergaulan hidup kaum yang beriman. Dengan hal ini berarti Allah melarang kita untuk mengolok-olok dan menghina orang lain, baik dengan cara membeberkan keaiban, dengan mengejek ataupun menghina dengan ucapan / isyarat, karena hal ini dapat menimbulkan kesalah-pahaman diantara kita.

عَسَى اَنْ يَكُوْنُوْاخَيْرًامِنْهُمْ 

Allah melarang kita menghina sesamanya karena boleh jadi orang yang dihina itu lebih baik dan lebih mulia disisi Allah kedudukannya dari pada yang menghina.

وَلاَنِسَاءُ مِنْ نِسَاءِ عَسَى اَنْ يَكُنَّ خَيْرًامِنْهُنَّ 

Orang yang kerjanya hanya mencari kesalahan dan kekhilafan orang lain, niscaya lupa akan kesalahan dan kekhilafan yang ada pada dirinya sendiri. Sebagaimana dalam sabda Nabi:

الكِبْرُ بَطْرُالْحَقِّ وَغَمْصُ النَاسِ 

“Kesombongan itu ialah menolak kebenaran dan memandang rendah manusia”.

وَلاَتَلْمِزُوْااَنْفُسَكُمْ 

Dalam penggalan ayat ini Allah melarang kita mencela orang lain karena mencela orang lain sama saja mencela diri sendiri, karena orang-orang mukmin itu bagaikan satu badan. firman Allah SWT yang menerangkan tentang balasan bagi orang yang suka mencela orang lain yaitu:

وَيْلٌ لِكُلِّ هُمَزَةٍ لُمَزَةٍ 

“Neraka wailun hanya buat orang yang suka mencedera orang dan mencela orang”. (al-Humazah: 1)

Adapun dari arti هُمَزَةٍ yaitu mencedera, yakni memukul dengan tangan, sedangkan لُمَزَةٍ yaitu mencela dengan mulut.[5]

وَلاَتَنَابَزُوْا بِاْلاَلْقَابِ 

Allah melarang kita memanggil orang lain dengan gelaran-gelaran yang mengandung ejekan-ejekan, karena hal ini termasuk menjelekkan seseorang dengan sesuatu yang telah diperbuatnya. Sedangkan orang yang dihina itu telah bertaubat, tapi jika gelaran (panggilan) itu mengandung pujian dan tepat pemakaiannya, maka itu tidak di benci sebagaimana gelar yang diberikan kepada Umar, yaitu:Al-Faruq.

بِئْسَ الإِسْمُ الْفُسُوْقَ بَعْدَاْلإِيْمَانِ 

Allah melarang kita memanggil orang dengan kata “fasik” setelah ia sebulan masuk Islam atau beriman.

Para ulama’ mengharamkan kita memanggil seseorang dengan sebutan yang tidak disukai.

وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُوْنَ 

Ayat ini di turunkan mengenai “Shafiyah binti Hisyam Ibn Akhtab”, Beliau datang mengadu kepada Rasul bahwa isteri Rasul yang lain mengatakan kepadanya. Hai orang Yahudi, hai anak dari orang Yahudi, mendengar itu, Rasul berkata: mengapa kamu tidak menjawab: ayahku Harun, pamanku Musa, sedangkan suamiku Muhammad. Dalam ayat ini diterangkan bahwa orang yang sudah mengolok-olok bahkan menghina orang lain tapi tidak bertaubat, maka mereka termasuk orang dhalim.

يَاَيُّهَاالَّذِيْنَ اَمَنُوْااجْتَنِبُوْاكَثِيْرًامِنَ الظَّنِّ 

Dalam ayat ini Allah melarang bahkan mengharamkan kita berprasangka buruk atau berfikiran negatif terhadap orang yang secara lahiriyah tampak baik dan memegang amanat, atau kita tidak boleh menfitnah seseorang, karena menfitnah itu bukan saja menyakiti seseorang dari lahirnya saja tapi juga menyakiti bathinnya.

اِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ اِثْمُ 

Allah melarang kita berburuk sangka terhadap orang lain karena sebagian dari buruk sangka itu dosa.

Prasangka adalah dosa, karena prasangka adalah tuduhan yang tidak beralasan dan bisa memutuskan silaturahmi di antara dua orang yang baik.

Dalam hal ini prasangka yang di larang adalah prasangka buruk yang dapat menimbulkan tuduhan kepada orang lain, sedangkan prasangka tentang perkiraan itu tidak di larang.

Sebagaimana terdapat dalam suatu hadits :

ثَلاَثٌ لَأَزِمَّاتٌ ِلأُمَتِّى : الطِبْرَةُ وَالْحَسَدُ وَسُوْءُالظَّنِّ 

“Tiga macam membawa krisis bagi umatku, yaitu memandang kesialan, dengki, dan buruk sangka”.[6]

وَلاَتَجَسَّسُوْ 

Allah melarang kita mencari-cari keaiban dan menyelidiki rahasia seseorang, tapi jika kita memata-matai seseorang atau musuh agar tidak terjadi kejahatan, maka itu di perbolehkan.

وَلاَيُغَيِّبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا 

Allah melarang mencela orang di belakangnya atau menggunjing tentang sesuatu yang tidak di sukainya.

Menurut para ulama’, mencela yang dibenarkan adalah jika bertujuan untuk :

a. Untuk mencari keadilan,
b. Untuk menghilangkan kemungkaran,
c. Untuk meminta fatwa atau mencari kebenaran,
d. Untuk mencegah manusia berbuat salah,
e. Untuk membeberkan orang yang tidak malu-malu melakukan kemaksiatan.

اَيُحِبُّ اَحَدُكُمْ اَنْ يَاءْكُلَ لَحْمَ اَخِيْهِ مَيْتًافَكَرِهْتُمُوْهُ 

Allah melarang kita membicarakan keburukan seseorang, karena hal itu sama halnya dengan makan bangkai saudaranya yang busuk. Allah melarang hal ini karena perbuatan ini merupakan penghancuran pribadi terhadap saudara yang di cela itu.

وَاتَّقُواللهَ اِنَّ اللهَ تَوَّابٌ رَّحِيْمٌ 

Dalam ayat ini Allah menyuruh kita bertaubat dari kesalahan yang telah kita perbuat dengan di sertai penyesalan dan bertaubat (taubat an-nasukha). Dalam ayat ini Allah juga memberitahukan bahwasanya Allah senantiasa membuka pintu kasih sayangnya, membuka pintu selebar-lebarnya dan menerima kedatangan para hambanya yang ingin bertaubat supaya menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT.

يَاَيُّهَاالنَّاسُ اِنَّا خَلَقْنَكُمْ مِنْ ذَكَرٍوَاُنْثَى 

Dalam ayat ini mengandung dua penafsiran, yaitu :
  1. Seluruh manusia diciptakan pada mulanya dari seorang laki-laki, yaitu Adam dan dari seorang perempuan, yaitu Hawa. 
  2. Segala manusia sejak dulu sampai sekarang terjadi dari seorang laki-laki dan perempuan. 


وَجَعَلْنَكُمْ شُعُوْبًاوَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوْا 

Allah menjadikan manusia dari berbagai macam suku dan bangsa agar kita saling mengenal. Ayat ini merupakan dasar demokrasi yang benar di dalam Islam, dengan menghilangkan kasta dan perbedaan.

اِنْ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَاللهِ اَتْقَاكُمْ 

Semua manusia di sisi Allah SWT itu sama, yang membedakan hanyalah ketaqwaannya.

Taqwa adalah suatu prinsip umum yang mencakup takut kepada Allah dan mengerjakan apa yang diridhoinya yang melengkapi kebaikan dunia dan akhirat. Kemuliaan hati yang di anggap bernilai adalah kemuliaan hati, budi, perangai, dan ketaatan pada Allah.

اِنَّ اللهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ 

Bahwasanya Allah Maha mengetahui segala sesuatu baik yang tampak ataupun tersembunyi. Dan bahwa Allah adalah sebaik-baiknya Sang Pencipta.

Kesimpulan

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa :
  1. Setiap manusia itu di jaga oleh 4 malaikat hafadhah dan bahwasanya Allah adalah sebaik-baik penolong bagi kita. 
  2. Dalam hidup bermasyarakat tidak boleh saling membedakan karena semua sama, tak ada yang beda disisi Allah melainkan ketaqwaannya. 
  3. Setiap manusia itu pasti punya kesalahan dan Allah maha penerima taubat hambanya sebelum sakaratul maut. 
  4. Allah tidak akan merubah suatu kaum kecuali dia merubahnya dan Allah menyuruh kita untuk memberantas kedzaliman. 

DAFTAR PUSTAKA 

Ahmad Mustofa al Maraghi, Terjemah Tafsir al-Maraghi, CV Toha Putra, Semarang, 1988.

H. Salim Bahreisy dan H. Said Bahreisy, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir, PT Bina Ilmu, Surabaya, 1988.

H. Mukti Ali, Al-Qur’an dan Terjemahnya, PT Bumi Restu, Jakarta, 1974.

Prof. H. Abdul Malik Abdul Karim Amrullah (HAMKA), Tafsir al-Ashhar, Yayasan Nurul islam, Surabaya, 1982

Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Tafsir al-Qur’anul Majid an-Nur, PT Pustaka Rizki Putra, Semarang, 2000.




[1] Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Tafsir al-Qur’anul Majid an-Nur 5 (surat 42-114), PT Pustaka Rizki Putra, Semarang, 2000, hlm 2074.

[2] H. Salim Bahreisy dan H. Said Bahreisy, terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir, jilid IV, PT Bina Ilmu, Surabaya, 1988, hlm 431.

[3] Ahmad Mustofa al Maraghi, Terjemah tafsir al-Maraghi, juz XIII, CV Toha Putra, Semarang, 1988, hlm 135.

[4] Mukti Ali, Al-Qur’an dan Terjemahnya, PT Bumi Restu, Jakarta, 1974, hlm 470.
[5] Prof. H. Abdul Malik Abdul Karim Amrullah (HAMKA), Tafsir al-Ashhar, Yayasan Nurul Islam, Surabaya, 1982, hlm 236.
[6] Ibid, hlm 239.



Sabtu, 18 Mei 2013

TEMU ALUMNI USHULUDDIN 2013 (IAIN WALISONGO SEMARANG)

temu alumni fakultas ushuluddin iain walisongo semarang
SUSUNAN ACARA
TEMU ALUMNI USHULUDDIN 2013

Sabtu, 18 Mei 2013 di Kampus II Fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo Semarang

“Bangga alumni IAIN Walisongo, lebih bangga alumni Fakultas Ushuluddin”
NO   JAM              ACARA
01     08.00-09.00   Registrasi  (50rb)
02     09.00-10.05   Upacara Pembukaan,
03     10.05-10.30   Break,
04     10-30-12.00   Ushuluddin Make a Wish
05     12.00-13.00   Lunch Break dan Sholat
06     13.00-14.00   Ushuluddin Make a Wish
07     14.00-16.00   Gathering Alumni di Ruang E.7 – E.8
08     16.00-19.00   Break
09     19.00-23.00   Ushuluddin Flashback

Notes:
1. Ushuluddin Make a Wish adalah acara bentuk ungkapan dan pernyataan dari beberapa alumni, tentang keberadaan Fakultas Ushuluddin baik dari urgensi keilmuan, suasana belajar dan lembaga pencetak generasi kedepan. Materi pernyataan bisa berupa pengalaman riil yang menyangkut hubungan ilmu Ushuluddin dengan dunia kerja yang sedang digeluti selama ini, dan saran-saran bagi fakultas Ushuluddin. Acara ini menghadirkan beberapa alumni dari berbagai latar belakang profesi.

2. Ushuluddin Flashback adalah acara yang didesain untuk mengenang kembali suasana belajar pada zaman dahulu. Materinya antara lain mengisahkan beberapa kenangan, kisah lucu, suasana tempoe doeloe, suka dan duka masa-masa itu. Desain acara ini menghadirkan perwakilan dari masing-masing angkatan. Angkatan yang dimaksud adalah tahun masuk, bukan kelulusan.

3. Seluruh acara ini dikemas dalam format non-formal, santai, di selingi penampilan dari beberapa Group Band temen2 Ushuluddin, Metaush 1998 2000 2003. dan perform dari Metafisis feat. JHQ. agar suasana lebih meriah di adakan Games-games seru...persiapkan diri anda utk menikmatinya...

4. datang dan ajak seluruh keluarga anda dan orang-orang yang anda cintai..

Jumat, 17 Mei 2013

Pengertian Kesehatan Mental

Kesehatan Mental merupakan alih bahasa dari Mental Hygiene atau Mental Health berasal dari kata Hygiene dan Mental. Secara etimologi Hygiene dari kata Hygea yaitu, nama Dewi Kesehatan Yunani kuno yang mempunyai tugas mengurus masalah kesehatan manusia di dunia. Kemudian muncul kata untuk menunjukkan suatu kegiatan yang bertujuan mencapai hygiene. Sedangkan mental berasal dari kata latin Mens dan Mentis yang berarti jiwa, nyawa, sukma, ruh, dan semangat. [1]

Dalam literatur psikologi, ditemukan beberapa pengertian kesehatan mental, hal itu dapat dimengerti, sebab pemaknaan kesehatan mental dilatarbelakangi oleh konsepsi-konsepsi empirik tertentu yang merupakan bagian dari teori kesehatan mental. Konsep-konsep empirik di sini meliputi dasar-dasar pemikiran mengenai wawasan, landasan, fungsi-fungsi, tujuan, ruang lingkup dan metodologi yang dipakai perumus.[2]

Adanya perbedaan batasan atau definisi serta rumusan tentang kesehatan mental itu sangat wajar dan tidak perlu merisaukan, karena di sisi lain adanya perbedaan itu justru memperkaya khasanah kesehatan mental. Sejalan dengan keterangan di atas, maka di bawah ini dikemukakan beberapa rumusan kesehatan mental, antara lain:

Pertama, Musthafa Fahmi, sesungguhnya kesehatan jiwa mempunyai pengertian dan batasan yang banyak. Di sini dikemukakan dua pengertian saja; sekedar untuk mendapat batasan yang dapat digunakan dengan cara memungkinkan memanfaatkan batasan tersebut dalam mengarahkan orang kepada pemahaman hidup mereka dan dapat mengatasi kesukarannya, sehingga mereka dapat hidup bahagia dan melaksanakan misi sebagai anggota masyarakat yang aktif dan serasi dalam masyarakat sekarang. Pengertian pertama mengatakan kesehatan jiwa adalah bebas dari gejala-gejala penyakit jiwa dan gangguan kejiwaan. Pengertian ini banyak dipakai dalam lapangan kedokteran jiwa (psikiatri). Pengertian kedua dari kesehatan jiwa adalah dengan cara aktif, luas, lengkap tidak terbatas; ia berhubungan dengan kemampuan orang untuk menyesuaikan diri dengan dirinya sendiri dan dengan masyarakat lingkungannya, hal itu membawanya kepada kehidupan yang terhindar dari kegoncangan, penuh vitalitas. Dia dapat menerima dirinya dan tidak terdapat padanya tanda-tanda yang menunjukkan tidak keserasian sosial, dia juga tidak melakukan hal-hal yang tidak wajar, akan tetapi ia berkelakuan wajar yang menunjukkan kestabilan jiwa, emosi dan pikiran dalam berbagai lapangan dan dibawah pengaruh semua keadaan.[3]

Kedua, Zakiah Daradjat, dalam pidato pengukuhannya sebagai guru besar kesehatan mental di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta mengemukakan lima buah rumusan kesehatan mental yang lazim dianut para ahli. Kelima rumusan itu disusun mulai dari rumusan-rumusan yang khusus sampai dengan yang lebih umum, sehingga dari urutan itu tergambar bahwa rumusan yang terakhir seakan-akan mencakup rumusan-rumusan sebelumnya.
a.       Kesehatan mental adalah terhindarnya orang dari gejala gangguan jiwa (neurose) dan dari gejala-gejala penyakit jiwa (psichose). Definisi ini banyak dianut di kalangan psikiatri (kedokteran jiwa) yang memandang manusia dari sudut sehat atau sakitnya.
b.      Kesehatan mental adalah kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan dirinya sendiri, dengan orang lain dan masyarakat serta lingkungan tempat ia hidup. Definisi ini tampaknya lebih luas dan lebih umum daripada definisi yang pertama, karena dihubungkan dengan kehidupan sosial secara menyeluruh. Kemampuan menyesuaikan diri diharapkan akan menimbulkan ketentraman dan kebahagiaan hidup.
c.       Kesehatan mental adalah terwujudnya keharmonisan yang sungguh-sungguh antara fungsi fungsi-fungsi jiwa, serta mempunyai kesanggupan untuk menghadapi problema-problema yang biasa terjadi, serta terhindar dari kegelisahan dan pertentangan batin (konflik). Definisi ini menunjukkan bahwa fungsi-fungsi jiwa seperti fikiran, perasaan, sikap, pandangan dan keyakinan harus saling menunjang dan bekerja sama sehingga menciptakan keharmonisan hidup yang menjauhkan orang dari sifat ragu-ragu dan bimbang, serta terhindar dari rasa gelisah dan konflik batin.
d.      Kesehatan mental adalah pengetahuan dan perbuatan yang bertujuan untuk mengembangkan dan memanfaatkan potensi, bakat dan pembawaan yang ada semaksimal mungkin, sehingga membawa kepada kebahagiaan diri dan orang lain, serta terhindar dari gangguan dan penyakit jiwa. Definisi keempat ini lebih menekankan pada pengembangan dan pemanfaatan segala daya dan pembawaan yang dibawa sejak lahir, sehingga benar-benar membawa manfaat dan kebaikan bagi orang lain dan dirinya sendiri.
e.       Kesehatan mental adalah terwujudnya keserasian yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi kejiwaan dan terciptanya penyesuaian diri antara manusia dengan dirinya dan lingkungannya, berlandaskan keimanan dan ketaqwaan, serta bertujuan untuk mencapai hidup yang bermakna dan bahagia di dunia dan bahagia di akhirat.
Definisi ini memasukkan unsur agama yang sangat penting dan harus diupayakan penerapannya dalam kehidupan, sejalan dengan penerapan prinsip-prinsip kesehatan mental dan pengembangan hubungan baik dengan sesama manusia.[4]
Sebagai dzat yang baik dan suci, Tuhan tidak memberikan jiwa manusia kecuali jiwa yang memiliki kecenderungan sehat, baik, dan suci. Kesehatan jiwa manusia tidak sekedar alami dan fitri, melainkan telah diatur sedemikian rupa oleh sang Khaliq. Dari kerangka ini, kriteria neurosis dan psychosis dalam psikopatologi Islam bukan hanya disebabkan oleh gangguan syaraf atau gangguan kejiwaan alamiah, melainkan juga penyelewengan terhadap aturan-aturan Tuhan atau dengan kata lain lebih banyak terfokus pada perilaku spiritual dan religius.[5]
2.      Faktor-faktor penyebab gangguan mental (Mental Disorder)
Banyak gangguan psikis muncul, karena anak sejak usia yang amat muda mendapatkan perlakuan yang tidak patut dalam situasi keluarganya. Pada hakikatnya, bukan maksud orang tua untuk dengan sengaja menyajikan lingkungan buruk itu. Namun kondisi ekonomis, kultural atau sosial lain memaksa rumah tangga menjadi berantakan, para anggota keluarga bercerai berai, dan menjadi a-susila, misalnya. Pola kriminal dan tidak asusila dari salah seorang anggota keluarga secara langsung atau tidak langsung mencetak pola yang sama pada anak-anak. Juga teman-teman sebaya (anak-anak remaja) dengan tingkah laku berandalan, dan perilaku tetangga-tetangga yang kurang bertanggung jawab, semua itu memberikan banyak iritasi pada pribadi anak, yang pasti akan mengganggu perkembangan jiwanya.
Yang jelas ialah gangguan-gangguan psikis itu hampir-hampir tidak pernah disebabkan oleh satu sebab saja; akan tetapi disebabkan oleh “satu kompleks faktor penyebab”, yaitu oleh :
a.       Faktor organis atau somatis; misalnya terdapat kerusakan pada otak dan proses dementia.
 b.      Faktor-faktor psikis dan struktur kepribadiannya; misalnya reaksi neurosis dan reaksi-psikotis pribadi yang terbelah, pribadi psikopatis, dan lain-lain. Kecemasan, kesedihan, kesakitan hati, depresi, dan rendah-diri bisa menyebabkan orang sakit secara psikis; mengakibatkan ketidak-imbangan mental dan desintegrasi kepribadiannya. Maka struktur kepribadian, dan pemasakan pengalaman-pengalaman dengan cara yang keliru bisa membuat orang terganggu jiwanya. Terutama sekali apabila beban psikis ternyata jauh lebih berat dan melampaui kesanggupan memikul beban tersebut.
 c.       Faktor-faktor lingkungan atau sosial, faktor-faktor milieu, pergaulan, masyarakat luas. Usaha pembangunan, modernisasi, arus urbanisasi, mekanisasi, dan industrialisasi menyebabkan masyarakat modern menjadi sangat kompleks. Sehingga usaha penyesuaian diri terhadap perubahan-perubahan sosial yang serba cepat dan arus modernisasi menjadi sangat sulit. Maka banyak orang mengalami ketakutan, kecemasan, kebingungan, frustasi, konflik batin dan konflik terbuka dengan orang lain, serta menderita macam-macam gangguan psikis.
Kehidupan kota dengan pola berpacu, serta berlomba-lomba memperagakan kekuasaan dan kekayaan menyebabkan banyak rasa cemburu, iri hati, ketakutan, kecemasan dan ketenangan batin pada penduduknya, yang menjadi persemaian subur bagi timbulnya berbagai penyakit mental. Lebih-lebih dengan penonjolan interest sendiri dan rasa individualisme, kontak sosial di kota-kota menjadi longgar, menjadi semacam atom-atom yang berdiri sendiri. Dalam masyarakat sedemikian ini banyak anggotanya merasa kurang/tidak aman, menjadi kesepian, panik dan ketakutan, yang mengganggu keseimbangan jiwanya.
Juga oleh pengaruh ilmu pengetahuan, mekanisasi dan industrialisasi, kehidupan modern menjadi semakin terurai dalam fraksi-fraksi dan spesialisasi-spesialisasi serta pengkotakan-pengkotakan yang berdiri sendiri, sehingga masyarakatnya sulit diintegrasikan. Disintegrasi masyarakat mengakibatkan proses disintegrasi pada diri perorangan-perorangan penduduknya, dan ini menjadi faktor penyebab dari timbulnya banyak gangguan psikis.
Masyarakat modern yang selalu memburu keuntungan komersial dan sangat individualistis itu selalu penuh persaingan, rivalitas dan kompetisi, sehingga banyak mengandung unsur-unsur eksplosif. Sebagai akibatnya banyak penduduk yang menderita ketegangan urat syarat dan tekanan batin-khususnya kalau tidak bisa memuaskan kebutuhan-kebutuhan hidup dan keinginannya–, yang sewaktu-waktu bisa meledak menjadi guncangan psikis. Maka kebudayaan modern yang serba berpacu itu merefleksikan bentuk kebudayaan eksplosif, yaitu satu “high tension culture” (kebudayaan bertegangan tinggi) yang sangat melelahkan jiwa-raga penduduknya; menstimulir banyak gangguan psikis.
Ditambah pula dengan pengaruh media massa seperti koran, film, majalah, TV dan iklan yang semuanya merangsang, maka kebudayaan modern ini menuntut adanya standar hidup tinggi dan kemewahan materiil. Jika keinginan dan usaha mendapatkan kemewahan, kedudukan sosial dan kekuasaan tidak tercapai, maka timbullah rasa malu, takut, bingung, cemas dan rendah diri. Semua ini menjurus pada frustasi, kekecewaan-kekecewaan, gangguan batin, serta macam-macam penyakit mental. Yang miskin menjadi bingung dan cemas terus-menerus dalam usahanya mencukupi kebutuhan sehari-hari. Sedang yang kaya raya juga selalu cemas dan khawatir terus menerus, kalau-kalau kehilangan harta kekayaan dan jabatannya, hingga banyak mengalami keregangan batin dan terganggu mentalnya. Maka perubahan masyarakat dengan segenap bahaya dan resikonya itu banyak menyentuh dan merusak kesehatan psikis penduduknya, dan menghambat perkembangan kepribadian.
Jelaslah kini, bahwa ketiga faktor, yaitu somatis, psikis, dan sosial itu bekerja sama. Contohnya, depresi pada usia lanjut tidak hanya disebabkan oleh kemunduran proses-proses cerebral saja, akan tetapi juga disebabkan atau dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial, yaitu tidak menyandang tugas pekerjaan yang berarti (sudah pensiun), tinggal di rumah dengan hati pedih merana karena tidak ada pekerjaan bernilai yang bisa dikerjakan. Kemudian disertai struktur kepribadian dengan pengolahan pengalaman usia tua yang keliru, yaitu menolak kondisinya sekarang, tidak bisa menerima dengan rasa syukur dan pasrah ketuaannya; ditambah sakit hatinya karena tidak “dilihat orang lagi”, dan lain-lain. Semua kejadian in menambah rasa depresi tadi.
Pada penyakit-penyakit disebabkan oleh kecanduan obat bius (yang merusak syaraf-syaraf otak dan fungsi jasmaniah lainnya), baik struktur kepribadian yang lemah maupun faktor-faktor sosial ikut mengambil peranan penting dalam merusak fisik dan psike manusia. Kekacauan politik yang mengakibatkan banyak penderitaan di kalangan masyarakat kecil, korupsi dengan gelimang harta kekayaan dan kemewahan yang melimpah-limpah di lapisan atas yang menyebarkan ketidakadilan di kalangan luas, industrialisasi dan modernisasi yang mengakibatkan disintegrasi sosial dan kesengsaraan pada rakyat kecil yang tersisihkan, dalam banyak lagi situasi sosial yang tidak sehat di lingkungan keluarga dan masyarakat luas, semua itu membawa banyak anak muda pada rasa putus-asa, sehingga mereka itu ada yang menggunakan obat-obat bius dan penenang yang dijual secara tidak legal. Lalu mereka berhubungan dengan tokoh-tokoh asusila dan kriminal, yang membawa anak-anak muda ini ke lembah kerusakan semakin dalam.
Dengan demikian, usaha pembangunan, mekanisasi, industrialisasi dan modernisasi itu disamping memberikan kesejahteraan dan fasilitas materiil yang lebih baik kepada manusia, juga memberikan dampak sampingan yang merusak, yaitu merusak kesehatan psikis manusia, apabila dampak-sampingan yang negatif itu tidak bisa dikendalikan dan menjadi dominan liar.[6]
Di samping faktor-faktor di atas, menurut Havighurst, seperti yang dikutip oleh Siti Rahayu Aditono, mengemukakan bahwa perjalanan hidup seseorang di tandai oleh adanya tugas-tugas yang harus dapat dipenuhi. Tugas ini dalam batas tertentu bersifat khas untuk setiap masa hidup seseorang. Havighurst menyebutnya sebagai “tugas perkembangan” (developmental task) yaitu tugas yang harus dilakukan seseorang dalam masa hidup tertentu sesuai dengan norma masyarakat dan norma kebudayaan.[7] Tugas-tugas perkembangan adalah ketrampilan, tingkat prestasi, dan kemampuan menyesuaikan diri yang dianggap penting pada usia tertentu bagi penyesuaian diri dengan sukses dari seseorang, yang dipengaruhi oleh kematangan psikis, tekanan kultural dari masyarakat, dan hasrat-hasrat pribadi.[8] Dari rumusan di atas pada ahli psikologi perkembangan berpendapat bahwa ketika seseorang tidak dapat melaksanakan apa yang disebut dengan “tugas-perkembangan” bisa dipastikan akan terjadi “mental disorder” (gangguan jiwa).
Rumusan dalam wacana psikologi kontemporer yang digambarkan di atas bersifat rendah (dunya) dan hanya temporer. Kehidupan manusia sebatas pada kehidupan dunia di mulai pra-natal sampai pada kematian. Manusia seakan-akan hidup dan mati begitu saja tanpa ada rencana dan tujuan hidup yang hakiki.[9] Sedangkan pembahasan rumusan pada bab ini adalah gangguan-gangguan mental yang bersifat ukhrawi (rohani), berupa penyakit akibat penyimpangan terhadap norma-norma atau nilai-nilai moral, spiritual dan agama.[10]



Kriteria-kriteria mental sehat

Atkinson menentukan kesehatan mental dengan kondisi normalitas kejiwaan, yaitu kondisi kesejahteraan emosional kejiwaan seseorang. Pengertian ini diasumsikan bahwa pada prinsipnya manusia itu dilahirkan dalam kondisi sehat, lebih lanjut, Atkinson menyebutkan enam indikator normalitas kejiwaan seseorang; Pertama, persepsi realita yang efisien. Individu cukup realistik dalam menilai kemampuannya dan dalam menginterpretasi terhadap dunia sekitarnya. Ia tidak terus menerus berpikir negatif terhadap orang lain, serta tidak berkelebihan dalam memuja diri sendiri. Kedua, mengenali diri sendiri. Individu yang dapat menyesuaikan diri adalah individu yang memiliki kesadaran akan motif dan perasaannya sendiri, meskipun tak seorang pun yang benar-benar menyadari perilaku dan perasaannya sendiri. Ketiga, kemampuan untuk mengendalikan perilaku secara sadar. Individu yang normal memiliki kepercayaan yang kuat akan kemampuannya, sehingga ia mampu mengendalikannya. Kondisi seperti itu tidak berarti menunjukkan bahwa individu tersebut bebas dari segala tindakan impulsif dan primitif, melainkan jika ia melakukannya maka ia menyadari dan berusaha menekan dorongan seksual dan agresifnya.
Keempat, harga diri dan penerimaan. Penyesuaian diri seorang sangat ditentukan oleh penilaian terhadap harga diri sendiri dan merasa diterima oleh orang di sekitarnya. Ia merasa nyaman bersama orang lain dan mampu beradaptasi atau mereaksi secara spontan dalam segala situasi sosial. Kelima, kemampuan untuk membentuk ikatan kasih. Individu yang normal dapat membentuk kasih yang erat serta mampu memuaskan orang lain. Ia peka terhadap perasaan orang lain dan tidak menuntut yang berlebihan kepada orang lain. Sebaliknya, individu yang abnormal terlalu mengurusi perlindungan diri sendiri, sehingga aktivitasnya berpusat pada diri sendiri (self-centered). Keenam, produktivitas. Individu yang baik adalah individu yang menyadari kemampuannya dan dapat diarahkan pada aktivitas produktif.[11]
Meskipun asumsi ini dikenal sebagai asumsi yang optimistik dan mengakui kekuatan jiwa manusia, namun sifatnya antroposentris yang hanya menggantungkan kekuatan manusia, tanpa mengaitkan teorinya pada kehendak mutlak Tuhan. Dalam Islam meskipun menggunakan kerangka asumsi psikohumanistik (Abraham Maslow dan Carl Rogers) dalam Membangun Teori-Teori Kesehatan Mental, namun ia tidak melepaskan diri dari paradigma teosentrisnya.[12] Sebagai dzat yang baik dan suci, Tuhan tidak memberikan jiwa manusia kecuali jiwa yang memiliki kecenderungan sehat, baik, dan suci. Kesehatan jiwa manusia tidak sekedar alami dan fitri, melainkan telah diatur sedemikian rupa oleh sang khaliq. Dari kerangka ini, kriteria neurosis dan psychosis dalam psikopatologi Islam bukan hanya disebabkan oleh gangguan syaraf atau gangguan kejiwaan alamiah, melainkan juga penyelewengan terhadap aturan-aturan Tuhan atau dengan kata lain lebih banyak terfokus pada perilaku spiritual dan religius.[13]
Hanna Djumhana Bastaman, yang dikutip oleh Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir menyebut empat pola yang ada dalam kesehatan mental, yaitu pola simtomatis, pola penyesuaian diri, pola pengembangan potensi, pola agama.
Pertama, pola simtomatis adalah pola yang berkaitan dengan gejala (symptoms) dan keluhan (complaints), gangguan atau penyakit nafsaniah. Kesehatan mental berarti terhindarnya seseorang dari segala gejala, keluhan dan gangguan mental, baik berupa neurosis maupun psikosis. Kedua, pola penyesuaian diri adalah pola yang berkaitan dengan keaktifan seseorang dalam memenuhi tuntutan lingkungan tanpa kehilangan harga diri. Atau memenuhi kebutuhan pribadi tanpa mengganggu hak-hak orang lain. Kesehatan mental berarti kemampuan seseorang untuk menyesuaikan diri secara aktif terhadap lingkungan sosialnya.
Ketiga, pola pengembangan diri adalah pola yang berkaitan dengan kualitas khas insani (human qualities) seperti kreatifitas, produktifitas, kecerdasan, tanggung jawab, dan sebagainya. Kesehatan mental berarti kemampuan individu untuk memfungsikan potensi-potensi manusiawinya secara maksimal, sehingga ia memperoleh manfaat bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain. Keempat, pola agama adalah pola yang berkaitan dengan ajaran agama. Kesehatan mental adalah kemampuan individu untuk melaksanakan ajaran agama secara benar dan baik dengan landasan keimanan dan ketakwaan.
Kesehatan mental yang dimaksudkan di sini lebih terfokus pada kesehatan yang berwawasan agama. Pemilihan ini selain karena konsisten dengan pola-pola yang dikembangkan dalam psikopatologi dan psikoterapi, juga sesuai dengan khazanah Islam yang berkembang. Ibn Rusyd misalnya dalam Fashl al-Maqaal menyatakan, “takwa itu merupakan kesehatan mental (shihhah al-nufus)”. Statement itu menunjukkan bahwa dialektika kesehatan mental telah lama dibangun oleh para psikolog muslim, yang mau tidak mau harus dijadikan sebagai keutuhan wacana Psikologi Islam saat ini.[14]




[1] Syamsu Yusuf, Mental Hygiene Pengembangan Kesehatan Mental Dalam Kajian Psikologi dan Agama, Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2004, hlm. 7.
[2] Abdul Mujib, Jusuf Mudzakir, Nuansa-Nuansa Psikologi Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001, hlm. 133.
[3] Musthafa Fahmi, Kesehatan Mental dalam Keluarga, Sekolah dan Masyarakat, Jilid 1, alih bahasa, Zakiah Daradjat, Jakarta: Bulan Bintang, 1977, hlm. 20-22.
[4] Zakiyah Daradjat, Kesehatan Mental dan Peranannya dalam Pendidikan dan Pengajaran, Jakarta: IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1984, hlm. 3-4.
[5]   Abdul Mujib, Jusuf Mudzakir, Op.cit., hlm. 166-167.
[6] Kartini Kartono, Patologi Sosial Gangguan-Gangguan Kejiwaan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003, hlm. 8-11.
[7] Siti Rahayu Haditono, Psikologi Perkembangan Pengantar dalam Berbagai Bagiannya, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, cet. Ke-15, hlm. 22.
[8]   Abdul Mujib, Jusuf Mudzakir, Op.cit., hlm. 92.
[9] Ibid., hlm. 96.
[10] Ibid., hlm. 167.
[11] Abdul Mujib, Jusuf Mudzakir, op.cit., hlm. 134-135.
[12] Hakikat jiwa manusia bukan hanya sehat dan sadar, melainkan juga terbebas dari dosa asal, dosa waris, dan bertanggungjawab atas penebusnya. Ismail Razi al-Faruqi, Tauhid, terj. Rahmani Astuti, Bandung: Pustaka, 1988, hlm. 68.
[13] Abdul Mujib, Jusuf Mudzakir, Op.cit., hlm. 166-167.
[14] Abdul Mujib, Jusuf Mudzakir, loc cit.

Bobok Siang hari, Sama Pentingnya dengan Tidur di Malam Hari



 (وَمِنْ آَيَاتِهِ مَنَامُكُمْ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَابْتِغَاؤُكُمْ مِنْ فَضْلِهِ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآَيَاتٍ لِقَوْمٍ يَسْمَعُونَ) [الروم: 23]


Tidur selama delapan jam setiap hari atau hampir setiap hari, sudah lama diangggap sebagai rentang waktu tidur yang ideal sebagai waktu yang diperlukan oleh tubuh manusia. Tetapi penelitian baru mengatakan, bila tidur selama itu jika dilakukan setiap hari atau hampir setiap hari, justru lebih dapat mempersingkat masa hidup. Sebuah studi yang dilakukan atas lebih dari satu juta orang yang tidur delapan jam atau lebih dalam sehari menunjukkan mereka meninggal di usia yang lebih muda dari rekan-rekan mereka yang tidur jam lebih sedikit.

Sebagaimana tidur empat jam setiap hari atau hampir setiap hari, juga kemungkinannya untuk meninggal lebih cepat. Tapi mereka yang tidur enam jam sehari, menurut penelitian dapat hidup lebih lama. Para ilmuwan di University of California, studi ini menunjukkan hubungan antara jangka waktu tidur dan tingkat kematian yang tinggi. Namun, tim peneliti belum berhasil mendapat jawaban di balik hubungan ini.

Profesor Jim Horne dari Sleep Research Centre di University of Loughborough mengatakan bahwa mereka yang berpendapat tidur lama, itu tidak benar. Kami dapat mengkonfirmasi bahwa tidur enam atau tujuh jam satu hari sudah cukup lama. Jarak waktu atau jam tidur yang dibutuhkan oleh tubuh adalah jika Anda dalam kondisi terjaga lalu merasa ingin untuk tidur di siang hari.

Para ilmuwan menerangkan peran sangat penting dalam memfungsikan pikiran secara aktif melalui penelitian pada kucing. Fungsi pikiran aktif karena tidur itu akan lebih memiliki implikasi besar bagi manusia yang ingin meningkatkan kemampuan belajar dan memori mengingat mereka. Percobaan pada kucing menunjukkan peningkatan kinerja otaknya jika dia tidur dengan baik, di mana mereka menjadi lebih kuat dan lebih aktif dan bergerak. Tes dilakukan pada perubahan yang terjadi dalam otak kucing. Seekor kucing matanya ditutup selama enam jam, dan kucing lainnya dalam kondisi melihat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pikiran kucing tidur (ditutup matanya) selama enam jam mengalami perubahan aktifitas otak secara drastis dan lebih mudah beradaptasi daripada kucing yang belum tidur.

Lagi-lagi, kita ucapkan Subhanallah. Al Quran telah diturunkan di tengah masa, dimana banyak sekali utopi yang menyebutkan bahwa tidur dalam waktu lama itulah yang paling baik. Sampai datang peelitian di abad 21 yang menegaskan bahwa waktu tidur yang pendek itulah yang lebih baik untuk manusia. Bukankah ini seperti yang telah ditegaskan dalam Al Quran di banyak ayat-ayatnya saat menerangkan tentang salah satu kebiasaan orang-orang yang bertakwa:

(كَانُوا قَلِيلًا مِنَ اللَّيْلِ مَا يَهْجَعُونَ * وَبِالْأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُونَ)

[الذاريات: 17-18]

“Di dunia mereka sedikit sekali tidur diwaktu malam. Dan selalu memohonkan ampunan di waktu pagi sebelum fajar.” (QS. Adz Dzariyat : 17-18)

Seperti itu juga Allah swt memerintahkan Nabi Muhammad saw untuk tidak banyak tidur, dan mengganti apa yang telah dikurangi dari waktu tidur di malam, pada waktu siang. Allah swt berfirman :

يَا أَيُّهَا الْمُزَّمِّلُ * قُمِ اللَّيْلَ إِلَّا قَلِيلًا * نِصْفَهُ أَوِ انْقُصْ مِنْهُ قَلِيلًا * أَوْ زِدْ عَلَيْهِ وَرَتِّلِ الْقُرْآَنَ تَرْتِيلًا * إِنَّا سَنُلْقِي عَلَيْكَ قَوْلًا ثَقِيلًا * إِنَّ نَاشِئَةَ اللَّيْلِ هِيَ أَشَدُّ وَطْئًا وَأَقْوَمُ قِيلًا * إِنَّ لَكَ فِي اَلنَّهَارِ سَبْحًا طَوِيلًا [المزمل: 1-7]

“Hai orang yang berselimut (Muhammad), Bangunlah (untuk sembahyang) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya), (yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit. atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah Al Quran itu dengan perlahan-lahan. Sesungguhnya Kami akan menurunkan kapadamu perkataan yang berat. Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyu´) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan. Sesungguhnya kamu pada siang hari mempunyai urusan yang panjang (banyak).” (QS. Al Muzzammil : 1-7)

Dalam ayat ini dijelaskan perintah untuk tidak banyak tidur di waktu malam, dan menggantikannya di waktu siang. Ini juga menegaskan apa yang telah ditemukan para peneliti saat sekarang. Sejumlah penelitian menyatakan bahwa serangan jantung umumnya datang setelah pagi hari sampai terbitnya matahari. Kita jadi mengerti kenapa Nabi yang mulia itu melewati waktu paginya hingga matahari terbit, dengan berdzikir, bertasbih dan tilawah Al Quran.

Ada lagi penelitian lain yang menjelaskan bahwa bangun di tengah malam itu bermanfaat bagi kesehatan, khususnya bagi jantung. Tidur yang panjang akan merusak dan membahayakan jantung. Jantung terkadang kekurangan oksigen akibat tidur yang terlalu lama, dan karenanya para ilmuwan mengatakan: ”Bangun di malam hari, meski hanya satu kali, itu bermanfaat bagi jantung untuk memasok pasokan oksigen yang memadai dan untuk menghindari kematian mendadak.

Subhanallah. Ini juga telah dikonfirmasikan oleh Al-Quran dan Rasulullah saw, ketika ia bangun di malam hari untuk tafakkur terhadap penciptaan Allah swt, dan melakukan shalat malam.


Tidur di Siang hari, Sama Pentingnya dengan Tidur di Malam Hari

Para peneliti mengatakan tidur siang hari sebentar --yang disebut dalam Islam dengan istilah qailulah--  itu sangat berguna, sama seperti tidur di malam hari. Mereka mengatakan, bahwa dari perspektif perbaikan sikap dan perilaku, tidur siang berguna, sama sebagaimana tidur malam, terkait dengan fungsi kognitif seseorang. Sebuah tim peneliti dari  Universitas Lübeck, Jerman, melakukan tes diagnostik pada 52 sukarelawan. Para sukarelawan diminta untuk tidur dalam rentang waktu tertentu, tanpa membedakan waktu siang ataupun malam. Dan hasilnya, kondisi mereka sama dan tidak berbeda.

Di sini kita diingatkan kembali ingat dengan apa yang disampaikan oleh Al Quranul Karim, untuk tidur di malam dan siang hari. hari Bahkan tidur siang sebentar itu tidak kalah pentingnya sebagaimana tidur malam.

 (وَمِنْ آَيَاتِهِ مَنَامُكُمْ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ)

”Dan di antara ayat-ayat-Nya tidur di malam hari dan siang hari.”

Ini adalah tanda keajaiban Al Qur'an sebagai kitab yang diturunkan dari Allah Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui. Karena informasi ini baru bagi para ilmuwan, bahkan mereka tidak tahu pentingnya tidur siang kecuali di abad ke dua puluh satu. Sedangkan Al Quran telah menekankan pentingnya tidur malam da siang, sebagai suatu keajaiban dan tanda kekuasaaan Allah, sejak empat belas abad lalu!

Subhanallah. Apakah setelah semua fakta ini masih ada yang mengatakan bahwa Al Quran adalah karangan manusia?

Memori Otak Lemah, Saat Seseorang Baru Saja Bangun Tidur

Para ilmuwan Universitas Harvard melakukan penelitian terkait hubungan antara memori ingatan dan tidur. Mereka menggunakan alat scan resonansi MRI fungsional magnet, hingga mereka mendapati adanya aktivitas otak di kawasan yang spesifik. Kemudian aktifitas itu bergerak ke wilayah kedua dan begitulah seterusnya bahwa otak melakukan penataan informasi, berkoordinasi, dan menyimpan informasi sehingga mudah diambil kembali setelah seseorang bangun dari tidur. Namun studi selanjutnya menunjukkan bahwa fokus otak seseorang ada pada tahap minimum ketika ia baru saja bangun tidur. Dibutuhkan waktu antara 15-30 menit untuk dapat mengembalikan kemampuan pikiran. Oleh karena itu, peneliti menyarankan agar seseorang segera setelah bangun tidur melakukan beberapa latihan ringan untuk memulihkan aktivitas otak.

Di sini, kita juga bisa memahami mengapa Nabi saw banyak mengingat Allah langsung setelah bangun dari tidur. Beliau kemudian berwudhu, berdo’a, lalu shalat. Jadi beliau menggunakan bagian waktunya setelah tidur untuk berdo’a dan berdzikir, sebelum melakukan aktifitas lain atau menentukan keputusan. Jika kita kaji pandangan para ilmuwan dewasa ini, mereka menegaskan bahwa memori manusia berada pada posisi terendah setelah baru saja bangun dari tidur.

Para peneliti memperingatkan dokter yang berjaga malam, juga petugas pemadam kebakaran dan pekerja di malam hari yang pekerjaannya membutuhkan pengambilan keputusan penting setelah bangun. Disarankan mereka untuk tidak mengambil keputusan atau tidak mengambil tindakan apapun sampai setelah seperempat jam setelah bangun tidur.

Itu sebabnya Allah swt berfirman:

اللَّهُ يَتَوَفَّى الْأَنْفُسَ حِينَ مَوْتِهَا وَالَّتِي لَمْ تَمُتْ فِي مَنَامِهَا فَيُمْسِكُ الَّتِي قَضَى عَلَيْهَا الْمَوْتَ وَيُرْسِلُ الْأُخْرَى إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآَيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

  [الزمر: 42]

Ayat ini menjelaskan tentang pentingnya tidur dan kaitan antara tidur dengan mati. Karena itu, kita harus perhatikan kondisi tidur kita, dengan berdzikir kepada Allah swt sebelum tidur dan setelah bangun dari tidur. Bercermin pada apa yang dilakukan Rasulullah saw.

Mutiara Hikmah:

1. Jangan terlalu banyak tidur, dan bangunlah di saat shalat subuh. Ini akan menambah kekuatan jantung dan meningkatkan kesehatan serta menambah kegairahan untuk beraktifitas. Gantilah sebagian kekurangan tidur kita di waktu malam dengan tidur sejenak di waktu siang.

2. Manfaatkan waktu tidur kita dengan mendengarkan tilawah Al Qur'an murattal. otak akan bekerja menyimpan ayat-ayat yang dibacakan itu saat kita tidur. Ini adalah slah satu cara untuk membantu kita menghafal Kitabullah. Saya menerapkan cara ini dan saya telah mampu menghafal Al Quran tanpa kesulitan yang berarti. Alhamdulillah.

3. Hal pertama yang harus dilakukan setelah bangun langsung adalah berdo’a sebagaimana diajarkan oleh Rasulullah saw,

الحمد لله الذي أحيانا بعدما أماتنا وإليه النشور

”Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan kami setelah mematikan kami, dan kepada-Nyalah kami dikumpulkan”

Lalu berwudhulah, shalat dan bacalah Al Quranul karim selama sekitar 15 menit minimal. Aktifitas seperti ini akan menambah kemampuan kita untuk bisa tepat mengambil keputusan penting dalam hidup.

Akhirnya, saya memohon kepada Allah swt agar mengokohkan kita di atas kebenaran ini. Menjadikan seluruh kemukjizatan ini sebagai sarana yang bisa meyakinkan hati siapapun yang ragu terhadap hakikat Islam. Agar mereka mengetahui kemuliaan agama ini. Agar mereka tahu kasih sayang yang telah dibawa Rasulullah saw.


dari Ir. Abduldaem Al-Kaheel

Minggu, 12 Mei 2013

Dunia Semut


Semua kegiatan koloni semut berkisar seputar ratu dan telurnya. Ratu semut yang bertugas bereproduksi ini sangat dijunjung tinggi oleh rakyatnya. Semua keperluan sang ratu dipenuhi para pekerjanya. Hal terpenting yang dilakukan semut pekerja adalah melayani sang ratu dan memastikan bahwa sang ratu dan bayinya selamat.

Telur semut sebagai harta karun yang paling berharga bagi koloni. Ketika semut merasakan bahaya mengancam larva, yang pertama ia lakukan adalah memindahkannya ke tempat aman. Akan tetapi, karena bayi semut mati jika berada di udara kering di luar sarang selama beberapa jam, para pekerja berusaha menjaga kelembapan udara tempat larva berada. Ada berbagai teknik yang mereka gunakan untuk hal ini.

Pertama, mereka membangun sarang sedemikian rupa untuk menjaga kelembapan udara dan tanah.
Selain itu, semut yang menjadi perawat bayi memindahkan semut muda naik-turun di dalam sarang untuk mencari tempat yang paling sesuai. Kebutuhan bayi semut berubah-ubah sesuai usia. Misalnya, telur dan larva membutuhkan lingkungan yang lembap, sedangkan kepompong semut harus diletakkan di lingkungan yang benar-benar kering. Para pekerja tetap melaksanakan tugasnya selama 24 jam tanpa henti untuk menyelesaikan kewajibannya.

Semut pekerja tidak bertelur, melainkan mengabdikan dirinya mengurus telur-telur ratunya. Mereka menghadapi risiko kerja yang tinggi, karena medium lembap yang dibutuhkan telur dan larva ideal bagi per-tumbuhan bakteri dan jamur yang berbahaya bagi kesehatan semut.

Bagaimana para pekerja melindungi dirinya di lingkungan yang tidak sehat ini? Selain menciptakan semut dengan tubuh yang sempurna, Allah menganugerahi mereka teknik pertahanan diri. Kelenjar metapleural di rongga dada semut dewasa terus-menerus menghasilkan senyawa-senyawa yang dapat membunuh bakteri dan jamur. Oleh karena itu, koloni semut jarang sekali terserang infeksi bakteri dan jamur.

Kamis, 25 April 2013

Pengertian Dajjal dan Berita tentang Dajjal


Dajjal yang dimaksud dalam tulisan ini adalah Dajjal Akbar yang akan muncul menjelang hari kiamat di zaman Imam Mahdi dan Nabi Isa ‘alaihis salam.

Pengertian Dajjal berarti “التَّغْطِيَة”, bermakna menutupi. Orang yang berdusta disebut Dajjal karena ia menutupi kebenaran dengan kebatilan.[1]

Dajjal, Seberat-Beratnya Ujian

Keluarnya Dajjal merupakan di antara tanda datangnya kiamat. Fitnah (cobaan) yang ditimbulkan oleh Dajjal adalah seberat-beratanya ujian yang akan dihadapi manusia.

Dalam sebuah hadits shahih disebutkan,

مَا بَيْنَ خَلْقِ آدَمَ إِلَى قِيَامِ السَّاعَةِ خَلْقٌ أَكْبَرُ مِنَ الدَّجَّالِ

"Tidak ada satu pun makhluk sejak Adam diciptakan hingga terjadinya kiamat yang fitnahnya (cobaannya) lebih besar dari Dajjal." (HR. Muslim no. 2946) An Nawawi rahimahullah menerangkan, “Yang dimaksud di sini adalah tidak ada fitnah dan masalah yang lebih besar daripada fitnah Dajjal.”[2]

Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berdiri di hadapan manusia lalu memuji Allah karena memang Dialah satu-satunya yang berhak atas pujian kemudian beliau menceritakan Dajjal. Beliau bersabda,

إِنِّى لأُنْذِرُكُمُوهُ ، وَمَا مِنْ نَبِىٍّ إِلاَّ أَنْذَرَهُ قَوْمَهُ ، لَقَدْ أَنْذَرَ نُوحٌ قَوْمَهُ ، وَلَكِنِّى أَقُولُ لَكُمْ فِيهِ قَوْلاً لَمْ يَقُلْهُ نَبِىٌّ لِقَوْمِهِ ، تَعْلَمُونَ أَنَّهُ أَعْوَرُ ، وَأَنَّ اللَّهَ لَيْسَ بِأَعْوَرَ

"Aku akan menceritakannya kepada kalian dan tidak ada seorang Nabi pun melainkan telah menceritakan tentang Dajjal kepada kaumnya. Sungguh Nabi Nuh ‘alaihis salam telah mengingatkan kaumnya. Akan tetapi aku katakan kepada kalian tentangnya yang tidak pernah dikatakan oleh seorang Nabi pun kepada kaumnya, yaitu Dajjal itu buta sebelah matanya sedangkan Allah sama sekali tidaklah buta". (HR. Bukhari no. 3337 dan Muslim no. 169)

Dari Anas, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا بُعِثَ نَبِىٌّ إِلاَّ أَنْذَرَ أُمَّتَهُ الأَعْوَرَ الْكَذَّابَ ، أَلاَ إِنَّهُ أَعْوَرُ ، وَإِنَّ رَبَّكُمْ لَيْسَ بِأَعْوَرَ ، وَإِنَّ بَيْنَ عَيْنَيْهِ مَكْتُوبٌ كَافِرٌ

“Tidaklah seorang Nabi pun diutus selain telah memperingatkan kaumnya terhadap yang buta sebelah lagi pendusta. Ketahuilah bahwasanya dajjal itu buta sebelah, sedangkan Rabb kalian tidak buta sebelah. Tertulis di antara kedua matanya “KAAFIR”.” (HR. Bukhari no. 7131)


Dajjal Dinamakan Al Masih

Dajjal dinamakan Al Masih karena salah satu matanya terusap/ tertutup (artinya: buta sebelah). Disebutkan pula bahwa ia dinamakan Al Masih karena  dia mengusap/ melewati bumi selama empatpuluh hari.[3]

Al Masih sendiri kadang ditujukan pada orang yang shidiq (jujur) yaitu ‘Isa ‘alaihis salam dan kadang pula Al Masih dimaksudkan untuk orang yang sesat lagi dusta yaitu Dajjal yang matanya buta sebelah.[4]


Berita Tentang Kemunculan Dajjal adalah Berita Mutawatir

Sebagian hadits mengenai Dajjal telah dikemukakan di atas. Sebagian lainnya akan kita temukan pada bahasan selanjutnya mengenai Dajjal. Intinya, semua hadits-hadits tersebut menunjukkan bahwa di akhir zaman, akan muncul Dajjal. Berita tentang Dajjal ini diriwayatkan dalam riwayat yang amat banyak, sampai derajat mutawatir. Hadits-hadits yang membicarakan tentang Dajjal pun berasal dari kitab Shahih Bukhari dan Muslim. Oleh karena itu, orang yang meragukan tentang hal ini, dialah yang sungguh aneh.

Al Qodhi mengatakan, “Hadits-hadits yang disebutkan oleh Imam Muslim dan selainnya mengenai kisah Dajjal benar-benar sebagai hujjah bagi madzhab yang berada di atas kebenaran bahwa Dajjal benar adanya. Dajjal adalah benar-benar manusia. Allah mendatangkannya untuk menguji para hamba-Nya. Allah memberikan pada Dajjal berbagai ilahiyah (ketuhanan), yaitu dengan menghidupkan mayit yang sebelumnya ia matikan, menumbuhkan tanaman, menyuburkan tanah dan kebun, menjadikan api dan dua macam sungai. Kemudian Dajjal pun akan mengeluarkan berbagai macam perbendaharaan di dalam bumi, ia akan menurunkan hujan dari langit, dan tanah pun akan tumbuh tanaman. Ini semua dilakukan atas kuasa dan kehendak Allah. Kemudian setelah itu, Allah Ta’ala membuat ia tidak bisa berbuat apa-apa. Namun tidak ada yang bisa membunuh Dajjal dan menghancurkan berbagai urusannya melainkan ‘Isa ‘alaihis salam. Allah pun akhirnya mengokohkan hati orang beriman. Inilah madzhab Ahlus Sunnah, keyakinan para pakar hadits, para fuqoha dan para ulama peneliti lainnya.”[5]

Mengapa Berita Tentang Dajjal Tidak Disebutkan dalam Al Qur’an?

Ada beberapa versi jawaban yang dapat diberikan dalam hal ini:

Pertama, Allah Ta’ala berfirman,

يَوْمَ يَأْتِي بَعْضُ آيَاتِ رَبِّكَ لَا يَنْفَعُ نَفْسًا إِيمَانُهَا

“Pada hari datangnya ayat dari Tuhanmu, tidaklah bermanfaat lagi iman seseorang kepada dirinya sendiri.” (QS. Al An’am: 158). Padahal dalam hadits disebutkan,

ثَلاَثٌ إِذَا خَرَجْنَ (لَمْ يَنْفَعْ نَفْسًا إِيمَانُهَا لَمْ تَكُنْ آمَنَتْ مِنْ قَبْلُ) الآيَةَ الدَّجَّالُ وَالدَّابَّةُ وَطُلُوعُ الشَّمْسِ مِنَ الْمَغْرِبِ أَوْ مِنْ مَغْرِبِهَا

“Tiga tanda, jika semuanya telah terjadi, maka tidak akan berguna lagi keimanan seseorang sebelumnya, yaitu; keluarnya Dajjal, binatang melata, dan terbitnya matahari dari barat atau dari tempat terbenamnya” (HR. Tirmidzi no. 3072 dan Ahmad 2/445).

Kedua, Al Qur’an sendiri mengisyaratkan bahwa ‘Isa bin Maryam akan turun di akhir zaman seperti pada firman Allah Ta’ala,

وَإِنْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ إِلَّا لَيُؤْمِنَنَّ بِهِ قَبْلَ مَوْتِهِ

“Tidak ada seorangpun dari Ahli Kitab, kecuali akan beriman kepadanya (Isa) sebelum kematiannya.” (QS. An Nisa': 159). Dan pada firman Allah Ta’ala,

وَإِنَّهُ لَعِلْمٌ لِلسَّاعَةِ

“Dan sesungguhnya Isa itu benar-benar memberikan pengetahuan tentang hari kiamat.” (QS. Az Zukhruf: 61). Jika benar Isa akan turun di akhir zaman dan misi beliau adalah membunuh Dajjal, maka cukup dengan kita menyebut turunnya Isa, itu menandakan akan munculnya Dajjal. Apalagi antara Isa dan Dajjal sama-sama disebut Al Masih.

Inilah di antara alasan mengapa Dajjal tidak disebutkan dalam Al Qur’an sebagaimana diterangkan oleh Ibnu Hajar Al Asqolani.[6]

Alasan ketiga yang dapat diberikan adalah sebagai berikut:

Ketiga: Berita tentang Dajjal juga sudah disebutkan dalam ayat Al Qur’an,

لَخَلْقُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ أَكْبَرُ مِنْ خَلْقِ النَّاسِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ

“Sesungguhnya penciptaan langit dan bumi lebih besar daripada penciptaan manusia akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. Ghofir/Al Mu’min: 57) Yang dimaksud dengan penciptaan manusia di sini adalah Dajjal. Sebagaimana yang mendukung hal ini adalah hadits,

مَا بَيْنَ خَلْقِ آدَمَ إِلَى قِيَامِ السَّاعَةِ خَلْقٌ أَكْبَرُ مِنَ الدَّجَّالِ

"Tidak ada satu pun makhluk sejak Adam diciptakan hingga terjadinya kiamat yang fitnahnya (cobaannya) lebih besar dari Dajjal." (HR. Muslim no. 2946)

Mengenai surat Ghofir ayat 57, Al Baghowi mengatakan:
 “Sebagian ulama mengatakan: yaitu yang lebih besar dari ujian dari Dajjal. Akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya, yaitu orang Yahudi yang selalu memperdebatkan tentang Dajjal.”[7]


Footnote:

  1. Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, Yahya bin Syarf An Nawawi, Dar Ihya’ At Turots, cetakan kedua, 1392 H.
  2. Al Yaumul Akhir-Al Qiyamatush Shugro, Dr. ‘Umar Sulaiman Al Asyqor, Darun Nafais-Maktabah Al Falah, cetakan keempat, 1411 H.
  3. Asyotusy Sya’ah, ‘Abdullah bin Sulaiman Al Ghofili, Kementrian Urusan Islamiyah, Waqof, Dakwah, dan Irsyad, Kerajaan Saudi Arabia, cetakan pertama, 1422 H.
  4. Fathul Bari, Ibnu Hajar Al Asqolani, Darul Ma’rifah, 1379 H.
  5. Lisanul ‘Arob, Muhammad bin Makrom bin Manzhur Al Afriqi Al Mishri, Dar Shodir, cetakan pertama.
  6. Fathul Bari, Ibnu Hajar Al Asqolani, Darul Ma’rifah, 1379 H.
  7. Ma’alimut Tanzil, Al Husain bin Mas’ud Al Baghowi, Dar Thoyibah, cetakan keempat, tahun 1417 H.