Judul : BENCANA ALAM & BENCANA ANTHROPOGENE: Petunjuk Praktis untuk Menyelamatkan Diri dan Lingkungan
Penulis : Prof. Ir. Sukandarrumidi, M.Sc., Ph.D
Penerbit : Kanisius
Tahun : 1, Juli 2010
Tebal : 260 halaman
Harga : Rp110.000
Bencana adalah sebuah fenomena di bumi Nusantara—selalu lekat nuansa duka dan kabung. Benar, faktalah yang berkata, dimana negeri ini setiap tahunnya selalu dirundung bencana dan musibah. Miris dan sedih, itulah ungkapan keharusan bangsa negeri ini, seolah bencana alam nampak tak segan berhenti meluluhlantakkan bumi Indonesia. Dalam satu bulan terakhir, banjir bandang menghancurkan bumi Wasior, Papua Barat, gempa dan tsunami di Kepulauan Mentawai, Padang, Sumatra Barat, dan erupsi Gunung Merapi di Yogyakarta dan sekitarnya. Dan, kerugian materiil dan immaterial yang besarpun menjadi sebuah keniscayaan. Semua itu tersimbiosis akibat laku manusia yang tak ramah bersanding dengan alam. Manusia terkesan congkak dan serakah, mengabaikan efek dari perbuatannya itu secara langsung di kemudian hari. Suatu alur kontradiktif yang terulang, dengan sedih dan keji.
Lantas, problematika juga tak berhenti di situ, teriakan derita pasca bencana semakin menjerit menjadi-jadi. Bantuan kemanusiaan yang menjadi harapan dan tumpuan tunggal para korban, sering kali tak tepat sasaran. Diakui ataupun tidak, anthropogone (bencana akibat ulah manusia) nian mencela nurani umat. Betapa tidak, seakan para korban benar-benar menuai siksa “neraka”. Disinyalir, dalam setiap tragedi pedih, telah diikuti oleh mafia-mafia penyelundup bantuan kemanusiaan, yang mengalir dari titian solidaritas sesame bangsa dan mancanegara. Namun ternoda oleh tindakan mafia itu—yang bekerja secara sistemik dan terselubung, tersebar dimana saja, sangat tidak manusiawi dan amatlah tercela.
Hadirnya buku berjudul “BENCANA ALAM & BENCANA ANTHROPOGENE: Petunjuk Praktis untuk Menyelamatkan Diri dan Lingkungan” ini seakan membawa “harapan baru”, pencegahan dan penyelamatan diri dan lingkungan dari gejolak bencana. Juga memaparkan pelbagai bentuk bencana alam dan bencana anthropogene (bencana akibat kinerja manusia), disertai tanda-tanda awal sebelum terjadinya bencana alam.
Membaca buku ini, seakan terlihat upaya Sukandarrumidi mengajak pembaca untuk selalu waspada dan peka terhadap gejala-gejala bencana alam. Hal tersebut penting untuk meminimalisasi bertimbunya korban kedahsyatan amukan alam itu. Dengan bingkai steorotip yang khas, penulis menyoroti ihwal fakta burung ihwal konteks penanganan problem bencana alam. bahwa, selama ini, para ilmuwan dan ahli masih banyak kendala dalam mengaplikasikan teori-teori terkait bagaimana cara menanggulangi gempa secara komprehensif dan tepat sasaran. Disinggung, bagaimana masyarakat harus peka dan respek terhadap tanda-tanda bencana alam, dan sepatutnya selalu berkaca pada pengalaman empirik dan peringatan dini.
Secara geografis, letak Indonesia memang sangatlah rentan bencana—berada dalam lingkaran “cincin api”. Sehingga, karakter picu gempa bumi, letusan gunung berapi, tsunami, dan tanah longsor menjadi sulit diprediksi. Dan, bencana secara konvensional akan selalu menjadi bayang-bayang kelabu—siap menerkam kapan dan dimana saja.
Selanjutnya, juga dielaborasikan pendekatan integratif dan holistik dalam menangani bencana alam. Berkaca pada Jepang, yang mampu mengatasi dampak bencana alam dalam waktu cepat. Darinya diisyaratkan ihwal budaya tanggap bencana yang amatlah urgen dilakoni segenap bangsa. Tersimpul, demi belajar dari kesalahan, bangsa ini perlu segera mendorong dan memantapkan sistem manajemen bencana integratif dan holistik dengan dukungan kerangka kebijakan, hubungan antarstruktur, dan pengembangan teknologi serta komunikasi yang baik, cepat dan tepat. Ibarat pepatah, sedia payung sebelum hujan.
Resensi ini dimuat di rubrik Perada Koran Jakarta edisi 8 November 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar