Kamis, 05 April 2012

Sayyid Syukri al-Alusi: Al Qur’an dan Ilmu Astronomi

Penulis buku : As-Sayyid Mahmud Syukri Al-Alusi; judul buku: Al Qur’an dan Ilmu Astronomi, Judul asli: Mā Dalla ‘Alaihi al Qur’ān: Min mā Ya’ḍadū al-hai’ah al-Jadīdah al-Qawīmah al-Burhān; ditahqiq oleh:Muhammad Zuhair Asy Syawisy; Penerbit: Al-Maktab al-Islami-Beirut/Amman/Damaskus; Cetakan kedua: 1418 H/1977 M; Penerjemah: Kamran As’ad Irsyadi; Editor: Mukhlis B Mukti dan Sri Yuliastuti, S.EI; Desain Cover: Haka Desain, Cetakan Pertama: Septemper 2004; Penerbit: Pustaka Azzam Jakarta, Jumlah halaman: 300; Ukuran buku:20,5 x 13 cm.
Secara singkat buku ini menjelaskan tentang ayat-ayat yang mengungkapkan masalah yang berkaitan dengan kosmologi atau astronomi. Penulis mencoba menghimpun ayat-ayat tersebut secara berurutan yang terdapat dalam berbagai surah dalam al Qur’an. Kemudian satu per satu ayat itu dibahas dengan mengutip pendapat-pendapat ulama salaf sejak zaman sahabat sampai tabi’in dan pendapat-pendapat para ahli astronomi sejak zaman Phytagoras yang lahir sekitar tahun 600 SM (hlm. 26) sampai pada penemuan ahli astronomi mutakhir. Namun al Qur’an bukanlah kitab tentang ilmu-ilmu kosmologi, sehingga harus merujuk setiap teori kepadanya, serta memeriksakan setiap penemuan padanya. Al Qur’an hanya memberi isyarat beberapa hakikat hukum alam dan sekaligus untuk mendorong manusia melakukan pengamatan dan perenungan.
Sistematika penulisan dalam buku ini tidak dibagi kepada bab-bab, tetapi dibagi kepada 39 pokok pembahasan. Tiga pokok pembahasan terdiri dari: pengantar, Biografi Penulis, dan Mukaddimah. 35 pokok pembahasan terdiri dari 35 surah secara berurut yang membahas ayat-ayat astronomi atau kosmologi, dan satu pokok pembahasan, tentang ayat-ayat kosmos di berbagai surah. Setiap pokok pembahasan ada yang uraiannya panjang dan ada yang pendek sekali, yang terdiri dari dua atau tiga halaman saja. Dan setiap pokok bahasan, kadang-kadang tidak tuntas sehingga pembahasannya dilanjutkan pada pokok bahasan yang lain, dan kadang-kadang berulang-ulang. Apa yang sudah diuraikan pada suatu pokok bahasan, diulang lagi pada pokok bahasan yang lain.
Adapun 35 surah yang menjadi pokok pembahasan yang terdapat ayat-ayat kosmos di dalam buku ini adalah surah: Al Baqarah, ĀLi ‘Imrān, al-An’ām, al-A’rāf, al-Barā’ah 9at-taubah), Yūnus, Hūd, ar-ra’d, Ibrāhīm, al-Ḥijr, an-Naḥl, al-Isrā’, al-Kahfi, Maryam, āhā, al-Anbiyā’, al-Ḥajj, al-Mu’minūn, an-Nūr, al-Furqān, asy-Syu’arā’, an-Naml, al-‘Ankabūt, ar-Rūm, Luqmān, as-Sajdah, Saba’, Fāṭir, Yāsin, aṣ-Ṣāffat, asy-Syūrā, ad-Dukhān, Qāf, al-Qamar, dan aṭ-Ṭalāq. Sungguhpun demikian, bukan berarti pada surah-surah yang lain tidak terdapat ayat-ayat tentang kosmos. Ternyata pengarang banyak juga mengutip ayat-ayat yang senada dari surah-surah lain, seperti surah:az-Zumar, al-Mu’min, Fuṣṣilat, aż-Żāriyāt, al-Mursalāt, al-Wāqi’ah, al-Mulk, al-āqqah, al-Muzzammil, al-Qiyāmah, an-Naba’, an-Nāzi’āt, dan asy-Syams. Sehingga apabila seluruh surah yang mengandung ayat-ayat kosmos atau astronomi dihimpun, maka menurut penulis buku ini jumlahnya menjadi 48 buah.
Penulis mencoba memisahkan dalam pembahasannya antara pendapat para mufasir dengan pendapat ahli astronomi dari Barat. Setiap mengungkap pendapat para ahli astronomi Barat, penulis menyebutnya dengan “mereka”. Bila penulis menragukan hasil penemuan mereka, penulis mengembalikan kepada pendapat ulama-ulama salaf. Tetapi sejauh temuan itu menurut penulis masih sesuai dengan kehendak ayat, dia dapat menerimanya. Sebaliknya bila penulis masih meragukannya, dia kembali kepada pendapat-pendapat ulama-ulama salaf.
Selanjutnya, dalam menyebutkan nama-nama tahun hamper selalu dengan tahun Hijriyah, dan hitungan jarak hamper seluruhnya dengan hitungan farsakh; sekali-sekali disebutkan juga dengan kilometer dan sekali-sekali dengan mil. Sebagai contoh, ketika penulis membahas surah al-An’ām/Q.S.6:97, yang artinya: “Dan dialah yang menjadikan bintang-bintang bagimu, agar kamu menjadikannya petunjuk dalam kegelapan di darat dan di laut……..”.
Penulis mencoba menjelaskan apa yang disebut dengan bintang dan macam-macam bintang. Penulis juga mengangkat berbagai temuan para ahli astronomi tentang penemuan mereka. Misalnya: “Bintang yang bergerak (mengelilingi matahari) menurut mereka (ahli perbintangan penganut teori baru) adalah Merkurisu, Venus, Bumi, Mars. Wasanah (ditemukan oleh salah seorang pakar kalangan mereka yang bernama “Alypus” kira-kira pada tahun 1223 H), Neptunus (ditemukan oleh seorang pakar dari kalangan mereka yang bernama “Hardanaq” kira-kira pada tahun 1220 H), Syrus (ditemukan oleh ilmuwan kalangan mereka pula yang bernama “Bizazhi” pada tahun 1227 H), Yupiter, Saturnus, Uranus (ditemukan oleh astronom kalangan ini juga yang bernama “Hershell” kira-kira pada tahun 1197 H)” (hlm.83).
Dalam bagian lain penulis mengatakan: “Jika pada mulanya mereka mengklaim bahwa matahari tidak mengelilingi planet lain, melainkan hanya bergerak mengelilingi dirinya, maka penemuan terbaru mereka menyatakan bahwa ia juga bergerak mengelilingi sebuah planet dari sekian planet-planet Kartika (Tsurayya), dan mereka pun berasumsi bahwa planet ini pun masih berotasi mengelilingi planet lain yang lebi jauh, begitu seterusnya hingga tak terhingga dan hanya Allah saja yang tahu” (hlm. 84) “Mereka terus mengembangkan apa yang mereka bangun, dan nyaris tidak ada yang luput dari mereka, kecuali hal yang tidak diharuskan oleh larangan agama” (hlm. 85).
Kemudian pendapat-pendapat mengenai hal-hal yang menurut penulis telah menyimpang dari agama, beliau meng-counter-nya dengan pendapat para ulama salaf. Penulis mengungkapkan demikian:”Mempelajari ilmu perbintangan, posisi (manzilah), kondisi (bintang), dan hal-hal sejenis yang menjadi sarana pencapaian kemaslahatan agama, maka hukumnya tidak apa-apa. Sedangkan yang dilarang dari disiplin ilmu nujum (perbintangan) adalah ramalan tentang peristiwa di masa depan yang mereka klaim diperoleh dari pengamatan terhadap gerak laju bintang-bintang mengingat kebersamaan dan keberpisahan (Iqtirā’an wa iftirāq). Masalah ini adalah wacana khusus yang hanya dimiliki oleh Allah semata dan tidak diketahui oleh seorang pun selain-Nya. Barang siapa yang mengaku mengetahuinya, maka ia mardūd ‘alaih (tertolak)” (hlm.86). padahal para ahli perbintangan (astronomi) zaman sekarang sudah dapat mengetahui berbagai peristiwa yang akan terjadi pada masa yang akan datang, seperti akan terjadinya gerhana, hujan, dan berbagai keadaan cuaca yang akan terjadi pada suatu tempat tertentu.
Ketika para ahli astronomi mengatakan bahwa bulan tidak memiliki cahaya sendiri, tetapi cahaya yang dimilikinya berasal dari matahari atau (kadang-kadang) dari bumi, tapi pengarang buku ini berpendapat lain seperti apa yang diungkapkannya berikut ini, “kita tidak bisa memvonis begitu saja bahwa cahaya bulan berasal dari matahari, sebab boleh-boleh saja yang separohnya berasal dari dirinya sendiri dan sisanya gelap…”(hlm.. 97).
Para ahli astronomi mengatakan bahwa gerhana bulan terjadi ketika posisi bulan berlawanan dengan bumi dan terhalangi oleh matahari, sehingga bulan masuk ke dalam baying bumi dan menghilang. “Namun ini juga tidak bisa memberikan kepastian, sebab bisa jadi perbedaan bentuk tersebut diakibatkan oleh sebab lain yang tidak diketahui. Misalnya, ada satu planet yang menggumpal di bawah bulan sehingga menghalangi dan terjadi gerhana matahari….”
Penulis juga menjelaskan tentang ayat 5 dan 6 surah Yūnus, yang artinya: “ Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan –Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat)bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya ) bagi orang-orang yang mengetahui . Sesungguhnya pada pertukaran malam dan siang itu dan pada yang diciptakan Allah dilangit dan di bumi, benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan-Nya)  bagi orang-orang yang bertakwa”. Dalam pokok pembahasan ini, penulis menguraikan tentang matahari dan bulan, tentang sinar dan cahaya dan jaga dijelaskan juga tentang beberapa planet lain seperti Saturnus, Jupite, Mars, Venus, dan seterusnya, dengan sifat dan tata letakaya secara singkat. Hal yang sama juga telah diuraikan pada pembahasan  sebelumnya .
Dalam pokok bahasan ini juga diuraikan hal-hal lain yang berkaitan dengan pandangan agama : tentang penepatan awal bulan : apakah dengan melihat hilal atau dengan hisap. Tampaknya penulis lebih condong dalam penepatan awal bulan untuk pelaksanaanibadah seperti puasa, haji, dan hukum-hukum lainya, yaitu dengan melihat kepada hilal, tidak dengan perhitungan hisab, dianggap sebagai pendapat “orang-orang yang belum matang dalam agama  (hlm. 114-115). Pendapat penulis diperkuatnya dengan kebiasaan- kebiasaan umat-umat terdahulu yang menentukan awal bulan dan bilangan hari dengan berpatokankepada hilal. Sedangkan pendapat-pendapat dan temuan para ahli astronomi mutakhir, bila penulis meragukannya, sering dibantah oleh  penulis dengan menukil pendapat ulama-ulama salaf. Apa yang dibawa oleh syariat adalah hal yang paling sempurna, sebab ia menghitung waktu bulan dengan sesuatu yang alamiah, jelas dan terjangkau oleh pandangan mata, sehingga tidak akan sampai menyesatkan orang dari agamanya (hal. 124).
Sekali pun demikian bukan berarti penulis menolak sama sekali pendapat ahli-ahli astronomi, tapi sangat selektif dan hati-hati sekali, sebagai cerminan dari kekhawatiran, kalua-kalau agama sampai dirusak oleh ornang-orang semacam itu, sebagaimana telah terjadi pada agama-agama terdahulu.
Ketika penulis membahas surah ar-Ra’d /Q.S.13:2, yang artinya:”Allah yang meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana)yang kamu lihat, kemudian Dia bersemayam  di atas ‘Arasy, Dia menundukkan matahari dan bulan: masing-masing beredar menurut waktu yang telah ditentukan. Dia mengatur urusan (makhluk-Nya), dan menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya), agar kamu yakin akan pertemuan dengan Tuhanmu “. Langit yang dilukiskan oleh ayat sebagai sesuatu yang tiggi tanpa tiang, boleh jadi bahwa ia benar-benar langit (benda). Pendapat para filsuf yang mengatakan bahwa warna biru itu adalah “penutup udara kebumian yang di dalamnya memancar sinar-sinar biru” ,  dan pendapat yang mengatakan bahwa “langit sebagai sesuatu benda angkasa tidak bisa dilihat” (hlm. 141). Pendapat seperti itui dibantah oleh penulsi dengan mengutip pandangan ulama salaf, seperti pendapat ar-Razi, Ibnul Qayyim dan ulama salaf lainnya, yang pada intinya mengatakan bahwa warna biru itu bukan merupakan batas pandang mata, tetapi mungkin saja bahwa warna biru itu betul-betul warna riil dari warna langit (hlm. 143).
Bahkan di dalam buku ini penulis-seklipun ia membantahnya-mengutip pendapat yang sangat tidak logis, berdasarkan suatu atsar yang berasal dari Ibnu Abbas, yang mengatakan bahwa warna biru itu muncul dari pantulan cahaya gunung Qaf. Dalam riwayat Ibnu Abbas dikatakan bahwa”Dibalik bumi kita ada lautan yang menyamudera, kemudian ada gunung yang disebut dengan Qaf, lalu bumi, lantas laut, dan selanjutnya gunung. Begitu seterusnya hingga masing-masing dihitung tujuh” (hlm.145).
Dalam menafsirkan “ masing-masing beredar hingga waktu yang ditentukan”, penulis mengutip pendapat para ahli astronomi yang sudah kita kenal, bahwa matahari dan bulan berjalan dalam lintasan dan derajat dalam jangka waktu tertentu.  Matahari membutuhkan waktu setahun untuk menenpuh orbitnya dan bulan membutuhkan waktu satu tahun . Namun penulis juga mengutip pendapat ahli tafsir yang mengatakan bahwa matahari dan bulan berjalan hingga batas waktu yang telah ditetapkan dan akan berhenti bila saatnya habis,  yaitu ketika langit sudah digulung dan bintang-nintang berjatuhan .
Dalam buku ini, banyak pendapat yang tidak logis dan ketinggalan (of to date) yang masih dikutip oleh penulis, walaupun akhirya dikomentarinya juga . Misalnya, seperti kabar yang mengatakan bahwa sungai di atas bumi ini berjumlah 169 sungai, empat di antaranya berasal dari surga, yaitu Sijan, Eufrat, dan Nil. Dalam khabar yang lain dikatakan bahwa yang dua Mukmin dan yang dua lagi kafir. Dua sungai yang Mukmin itu ialah Nil dan Eufrat, sedangkan yang kafir adalah Dijlah (Tigris) dan Jihun (hlm.155).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar