Kamis, 31 Mei 2012

Zarathustra Nietzsche: Biografi dan Pemikiran Nietzsche

Tuhan Telah Mati, itulah kenyataannya yang terjadi di Barat yang pada saat itu, seperti yang diungkapkan oleh Nietzsche. Kemudian timbul persoalan, mengapa ia sampai memiliki paham yang demikian? Dan bagaimana perspektif di dunia Islam? Hal-hal semacam itulah yang akan dicoba mencarikan jawabnya pada pembahasan berikut ini.


Biografi dan Karya NIETZSCHE
F. Nietzsche (1844-1990) lahir di Prussia, Jerman. Ia adalah cucu dari dua pendeta Lutheran dan anak dari pendeta dari aliran yang sama. Bapaknya meninggal dalam usia muda dan ia diasuh oleh ibunya, kakak perempuannya dan neneknya serta dua orang bibinya yang tidak menikah.
Ia mendapat pendidikan di Universitas-universitas di Bonn dan Liepzig, dan ahli di bidang pilologi, sastra kuno, filosof dan penyair.1 Pada usia 25 tahun, ia diangkat menjadi Guru Besar di bidang sastra Latin dan Yunani. Tetapi, setelah berusia 33 tahun ia meninggalkan ruang kuliah dan menjalani hidup mengembara. Dan tidak menulis karya yang bersifat akademis, intelektual yang jelas, karena karya-karyanya lebih bercorak syair dan novel.2 Pada tahun 1889 ia mengalami gangguan kesehatan pikiran yang dibawa sampai akhir hayatnya.
Adapun karya-karyanya, antara lain :
  1. The Birth of Tragedy
  2. The Four Meditations
  3. Thus Spoke Zarathustra
  4. Beyond Good and Evil
  5. Toward a Genealogy of Morals
  6. The Will to Power (diterbitkan setelah ia meninggal).3

    Pemikiran NIETZSCHE tentang Tuhan Telah Mati
Pemikirannya tentang Tuhan mati, tertera dalam karyanya yang berjudul Zarathustra (bukan tokoh agama terkenal di Iran, hanya nama hayalan saja untuk orang bijaksana). Ia menggambarkan Zarathustra yang telah lama bertapa di atas gunung kemudian turun dan, ketika melalui seorang yang sedang bertapa di suatu tempat, berkata : “Aneh orang ini belum tahu kalau Tuhan telah mati…”. Kemudian di kota, Zarathustra masuk ke dalam pasar dan menuduh orang banyak telah membunuh Tuhan. Lengkapnya dapat diperhatikan sebagai berikut :
Si gila. Tidakkah kalian dengar tentang si gila yang menyalakan sebuah lentera pada jam-jam pagi yang terang benderang; ia lari masuk pasar dan berteriak: Saya mencari Tuhan! Saya mencari Tuhan! Si gila terbahak-bahak kegirangan di tengah-tengah orang banyak yang berdiri. Mereka sudah tidak percaya kepada Tuhan. Seorang di antara mereka berkata: Apakah ia telah tersesat seperti seorang bocah? Atau bersembunyikah ia? Takutkah ia kepada kita? Mengembarakah ia? Atau telah pindah? Demikianlah ocehan mereka sambil tertawa. Si gila kemudian meloncat ke tengah mereka dan menembus mereka bersama lenteranya. Dia berteriak: Kemanakah Tuhan larinya? Aku akan jelaskan kepadamu semua. Kita telah membunuhnya kalian dan aku. Kita semua adalah pembunuh… Bukankah lentera harus dinyalakan ketika pagi? Belumkah kita dengar para penggali pusara yang sedang menguburkan Tuhan? … Tuhan telah mati. Tuhan tetap mati… (God is dead. God remains dead).4
Ungkapan Nietzsche itu menurut Karel A. Steenbrink, ada yang menyatakan bahwa Nietzsche hanya mengemukakan bahwa dalam kebudayaan pada zamannya Tuhan telah mati dalam hati manusia. Saat itu yang dipentingkan hanyalah materi belaka, apalagi cara berpikirnya didominasi oleh ilmu pasti alam telah menjauhkan manusia dari kepercayaan sepenuhnya kepada Tuhan.
Kecuali itu, ada yang menyatakan bahwa hal tersebut merupakan kritik Nietzsche kepada agama Kristen, yang umumnya melarang kekayaan, seks dan seni. Di semua bidang ini, agama memberikan petunjuk yang umumnya bersifat larangan semata. Agama tidak membina manusia menjadi pribadi yang aktif dan bertanggungjawab. Dasar kepercayaan adalah kelemahan, sehingga manusia harus menyerahkan diri kepada Tuhannya dan harus taat kepada petunjuk yang datang dari luar dirinya. Maka agama Kristen merupakan hambatan bagi perkembangan pribadi manusia untuk menjadi manusia super dan Uebermensch.
Dari interpretasi karya Nietzsche itu, pada tahun 1960-an, teologi di Eropa dan Amerika Utara timbul puluhan karangan yang berpangkal dari anggapan bahwa Tuhan telah mati dan bahwa masih bisa dilanjutkan suatu agama tanpa Tuhan. Dan ada yang hendak mengarang teologi yang tidak terfokus kepada Tuhan, tetapi terfokus kepada Yesus. Bagi mereka “Tuhan telah mati” merupakan petunjuk penyaliban Yesus dan penderitaan sesama manusia di dunia ini. Dan juga ada yang hendak mengkritik ide teis tentang Tuhan dan hanya ingin menyempurnakannya, tetapi dengan menggunakan kata-kata yang keras dan kontroversial.5


Analisis

Ungkapan Nietzsche tersebut merupakan ekspresi krisis manusia sekuler dalam hubungannya dengan konsepsi tentang Tuhan. Skeptisisme Nietzsche ini sebenarnya merupakan rumusan tajam tentang implikasi pandangan hidup ateistik-nihilistik dari humanisme sekuler yang melanda umat manusia. Di sini terlihat kelemahan teologi Kristen yang melalui usahanya untuk menerapkan ide baru dan mendekati kebudayaan modern, kadang-kadang menghasilkan banyak ide yang saling bertentangan.
Memang di Barat kita temukan: “In God We Trust”, kepada Tuhan kami percaya – di atas mata uang mereka (Amerika). Tetapi, tidak ada hubungan organiknya dengan kehidupan praktik mereka. Hal ini akan tampak pada kebijaksanaan yang diambil oleh pemegang kekuasaan dan politik luar negeri mereka, ternyata mereka tidak mengambil etik dari ungkapan tersebut. Mereka meneriakkan Principles of Human Right, prinsip-prinsip hak asasi manusia, tetapi kepada negara lain, mereka tidak segan-segan menyokong setiap rezim yang paling tirani sekalipun, asal rezim ini memihak mereka, menguntungkan mereka. Jadi bukan lagi pertimbangan double standard yang dipakai, tetapi multiple standard, standard etik sudah tidak ada lagi. Seperti pembelaan mereka terhadap Israil, perseteruannya terhadap Irak, Libia, sikap mereka terhadap Bosnia dan sebagainya. Demikian itu, karena mereka berpegang pada dua prinsip, yaitu:
  1. Sesuatu harus dikerjakan jika secara teknis memang mungkin untuk dikerjakan, something has to be done when it is technically possible to do it. Membuat bom nuklir mungkin secara teknologis, maka mereka lakukan. Soal akibatnya di luar pertimbangan.
  2. Semakin banyak engkau menghasilkan sesuatu dan semakin banyak engkau konsumsi, adalah semakin baik, the more you produce, the more you consume, the better. Jadi hidup adalah hidup yang konsumtif, dan ini merupakan penyakit yang telah menyebar ke mana-mana, terutama di kalangan pemegang kekuasaan politik dan ekonomi tanpa mempertimbangkan kepada yang hidup di bawah garis kemiskinan.6
Tragedi Nietzsche itu merupakan fenomena intelektual di Barat, dimana agama gagal dalam memberikan jawaban yang memuaskan terhadap tuntutan intelektual manusia yang mencari sesuatu di balik yang ada ini. Betul Nietzsche, bahwa secara simbolik Tuhan telah mati di Barat. Sebab orang sudah tidak menghiraukan tindakan moral apapun. Yang ada adalah etik yang situasional dan individual. Tidak ada etik yang bersumber dari wahyu, yang berlaku secara universal yang menyebabkan orang Barat telah kehilangan kiblat yang sebenarnya.7 Jadi, Nietzsche sebenarnya masih merindukan sesuatu yang bermakna, meskipun ia telah menjadi agnostik, jika tidak ateis.
Keadaan di Barat tersebut, dapat terjadi di mana saja, termasuk di dunia Islam jika masyarakatnya telah meninggalkan ajaran wahyu. Untuk itu dalam zaman modern yang ditandai dengan rasionalisme, humanisme dan perubahan yang cepat, serta post modern yang ditandai dengan tidak adanya hal yang definitif, maka umat Islam harus bisa menjaga diri dengan sikap istiqamah, dalam arti teguh hati dan konsisten atas ajaran wahyu, seperti diungkapkan firman Allah SWT : “Dan bahwasanya: Jikalau mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu (agama Islam), benar-benar Kami akan memberi minum kepada mereka air yang segar (rizki yang banyak)”.8 Air adalah lambang kehidupan dan kemakmuran. Maka Allah menjanjikan mereka yang konsisten di jalan yang benar akan mendapatkan hidup yang bahagia.9
Istiqamah bukan berarti statis, tetapi mengandung arti kemantapan yang lebih dekat kepada arti stabilitas yang dinamis. Sehingga tidak akan goyah oleh cepatnya perubahan dan berjalan di atas kebenaran demi kebenaran untuk kembali kepada Allah. Kesadaran itu akan memberikan kebahagiaan hakiki, seperti janji Allah itu.


DAFTAR PUSTAKA
Ma’arif, Ahmad Syafi’i, Al-Qur’an Realitas Sosial dan Limbo Sejarah (Sebuah Refleksi), Bandung: Pustaka, 1985.
Madjid, Nurcholish, Pintu-Pintu Menuju Tuhan, ed., Elza peldi Taher, Jakarta: Paramadina, 1995.
Nietzsche, Friedrich, Thus Spoke Zarathustra, terj. R.J. Hollingdale, New York: Penguin Books, 1976.
Steenbrink, Karel A., Perkembangan Teologi Dalam Dunia Kristen Modern, Yogyakarta: IAIN Suka Press, 1987.
Titus, Harold H., et.al., Persoalan-Persoalan Filsafat, terj. Prof. Dr. H.M. Rasyidi, Jakarta: Bulan Bintang, 1984.
-----------------------
1 Harold H. Titus, et.al., Persoalan-Persoalan Filsafat, terj. Prof. Dr. H.M. Rasyidi, Jakarta: Bulan Bintang, 1984, hlm. 390.
2 Karel A. Steenbrink, Perkembangan Teologi Dalam Dunia Kristen Modern, Yogyakarta: IAIN Suka Press, 1987, hlm. 54.
3 Harold H. Titus, et.al., loc.cit.
4 Friedrich Nietzsche, Thus Spoke Zarathustra, terj. R.J. Hollingdale, New York: Penguin Books, 1976, hlm. 14.
5 Karel A. Steenbrink, loc.cit.
6 Ahmad Syafi’i Ma’arif, Al-Qur’an Realitas Sosial dan Limbo Sejarah (Sebuah Refleksi), Bandung: Pustaka, 1985, hlm. 88.
7 Ibid., hlm. 87.
8 QS. Al-Jin/72: 16.
9 Nurcholish Madjid, Pintu-Pintu Menuju Tuhan, ed., Elza peldi Taher, Jakarta: Paramadina, 1995, hlm. 174.



Metode Dakwah Kontekstual

Dakwah Islam pada dasarnya ialah ada sejak zaman Nabi Muhammad saw, namun bentuk dan cara penyampaiannya berlainan, yakni disesuaikan dengan situasi dan kondisi masyarakat sekitar. Dakwah dapat dilaksanakan dengan berbagai metode, seperti: ceramah, diskusi, tanya jawab, keteladanan serta dapat pula dilaksanakandengan berbagai media, seperti: seni ketoprak, seni ludruk, seni wayang, seni teater dan lain-lain. Dengan demikian bagi juru dakwah untuk mempermudah menyampaikan dakwah dan juga agar mudah dipahami oleh sasaran dakwah, maka sebaiknya dakwah dilakukan dengan menggunakan media yang sudah ada, hal ini untuk menyesuaikan keadaan masyarakat tidak sama satu sisi sudah maju dan di sisi lain masih ketinggalan. Oleh karena itu dalam berdakwah walaupun menggunakan media modern namun sudah menghilangkan media tradisional yang masih dapat digunakan dengan baik, sehingga dalam berdakwah penggunaan media tersebut dapat disesuaikan dengan keadaan masyarakat setempat.
Oleh karena keadaan lingkungan masing-masing masyarakat itu tidak selalu sama, maka materi harus berfariasi menyesuaikan keadaan dimana pelaku dakwah haruslah mencari masalah-masalah yang dihadapi, media dan sekaligus memikirkan pemecahannya yang nantinya menjadi bahan pembicaraan dalam berdakwah.

Materi Dakwah Yang Mudah Dipahami
Materi dakwah adalah ajaran Islam, yang dikenal sebagai ajaran dakwah. Ajaran-ajaran Islam inilah yang wajib disampaikan kepada umat manusia dan mengajak mereka agar menerima dan mengikutinya. Diharapkan agar ajaran-ajaran Islam benar-benar diketahui, dipahami, dihayati, dan diamalkan, sehingga mereka hidup dan berada dalam kehidupan yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan ajaran Islam.
Seni merupakan media yang mempunyai peran yang amat penting dalam pelaksanaan dakwah Islam, karena media tersebut memiliki daya tarik yang dapat mengesankan hati bagi pendengar maupun penontonnya. Terbukti, karena keindahan seni dalam bahasa Al-Qur’an yang terlantunkan oleh adiknya Umar bin Khatab bergetar hatinya untuk masuk Islam.
Demikian juga dengan penyebaran agama Islam di pulau Jawa dapat tersebar luas serta diterima oleh masayarakat karena para Walisongo sebagai da’i menggunakan bentuk-bentuk seni dari budaya masyarakat setempat sebagai salah satu media dakwah pada waktu itu, yaitu media wayang dan gamelan.
Menurut Abdurrahman Al Baghdadi, definisi seni yaitu penjelmaan rasa indah yang terkandung dalam jiwa manusia, dilahirkan dengan perantara alat komunikasi ke dalam bentuk yang dapat ditangkap oleh indera pendengar (seni suara), penglihatan (seni lukis) dan dilahirkan dengan perantaraan gerak (seni tari / drama).
Seni merupakan bentuk keindahan yang tampak nyata yang langsung dapat dinikmati oleh manusia. Oleh karena itulah, orang beriman menyukai keindahan dalam bentuk yang tampak dan yang ada disekelilingnya, karena semua itu adalah jejak yang membekas dari keindahan Allah SWT.
Adapun pendekatan dan pengembangan dakwah yang digunakan oleh Walisongo sesuai dengan media dakwah setempat yang sedang digandrungi oleh masyarakat, yaitu wayang. Para Wali melihat kesenian wayang sebagai media komunikasi dan interaksi yang sangat mampu terhadap pola pikir masyarakat. Kesenian wayang orang kemudian dimodifikasi dan disesuaikan oleh para Wali dengan konteks dakwah (di Islamkan).
Sehingga dengan penyebaran agama Islam di Pulau Jawa dapat tersebar luas serta diterima oleh masyarakat karena Walisongo menggunakan bentuk-bentuk kesenian dari budaya masyarakat setempat sebagai salah satu media dakwah yaitu media wayang dan gamelan. Dengan media itu mudah ditangkap oleh masyarakat yang awam karena pendekatan-pendekatan Walisongo yang konkrit dan realistis, dan menyatu dengan kehidupan masyarakat.
Melihat kenyataan yang sedemikian maka kesenian memiliki peranan yang tepat guna sehingga dapat mengajak kepada khalayak untuk menikmati dan menjalankan isi yang terkandung di dalamnya.
Dalam konteks keilmuwan dakwah yang digunakan Islam dengan metode kesenian adalah salah satunya dengan menggunakan lagu-lagu shalawt rebana, nasyid, pop, dangdut dan lain-lain. Mengapa dapat dikatakan sebagai media dakwah, karena syair yang terpancar/digunakan bernilai/bermuatan dakwah, sehingga dapat dikatakan bahwa seni bisa sebagai ajang untuk berdakwah.
Perlu diperhatikan, sebagai salah satu alternatif dalam penempatan seni sebagai media dakwah adalah, usaha menelusuri jati diri atau kreatifitas seni Islam, dengan memadukan rasa, cipta dan karsa sebagai aspek budaya dengan jiwa Islam.

Rabu, 30 Mei 2012

Konsep Akal dan Wahyu

Manusia diberi akal oleh Allah dengan dilengkapi panca indera sebagai bahan pemikiran untuk sampai kepada keyakinannya.
Di dalam al-Qur’an, Islam adalah satu-satunya agama yang diridhai oleh Allah. Wahyu Allah sebagai sumber pokok ajaran agama Islam yang turunnya berakhir setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW. Pengetahuan yang dibawa wahyu diyakini bersifat absolut dan mutlak benar, sedang pengetahuan yang diperoleh melalui akal bersifat relatif, mungkin benar dan mungkin salah.
Oleh karena itu, timbullah permasalahan-permasalahan dari adanya dua sumber pengetahuan yang berlainan sifat ini. Pengetahuan mana yang lebih dapat dipercaya, pengetahuan melalui akal atau pengetahuan melalui wahyu? Sebelum menuju pembahasan, sebaiknya kita pelajari dahulu pengertian akal dan wahyu.
Dalam memahami konsep akal dan wahyu ini, kita ingat kepada kelompok yang hanya mengambil hukum dari al-Quran tanpa mengambil Sunnah Nabi Muhammad saw. dan Kelompok yang mengambil kedua Sumber (al-Quran dan Sunnah) plus Ijma' dan Qiyas Ulama. Semoga kita diberi kemudahan oleh Allah dalam memahami Islam sebagai Rahmatan lil Alamin. Amin.


Pengertian Akal
Kata akal berasal dari kata Arab al-‘Aql (العـقـل), yang dalam bentuk kata benda, berlainan dengan kata al-wahy (الوحي), tidak terdapat dalam al-Qur’an. Al-Qur’an hanya membawa bentuk kata kerjanya ‘aqaluuh (عـقـلوه) dalam 1 ayat, ta’qiluun (تعـقـلون) 24 ayat, na’qil (نعـقـل) 1 ayat, ya’qiluha (يعـقـلها) 1 ayat dan ya’qiluun (يعـقـلون) 22 ayat, kata-kata itu datang dalam arti faham dan mengerti.
Dalam pemahaman Prof. Izutzu, kata ‘aql di zaman jahiliyyah dipakai dalam arti kecerdasan praktis (practical intelligence) yang dalam istilah psikologi modern disebut kecakapan memecahkan masalah (problem-solving capacity). Orang berakal, menurut pendapatnya adalah orang yang mempunyai kecakapan untuk menyelesaikan masalah. Bagaimana pun kata ‘aqala mengandung arti mengerti, memahami dan berfikir. Tapi ini timbul pertanyaan apakah pengertian, pemahaman dan pemikiran dilakukan melalui akal yang berpusat dikepala? Dalam al-Qur’an sebagai dijelaskan dalam surat al-Hajj ayat 46 46 yang dikatakan bahwa pengertian, pemahaman dan pemikiran dilakukan melalui kalbu yang berpusat di dada. Sebagaimana ayat berikut :
أَفَلاَ يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ أَمْ عَلَى قُلُوْبٍ أَقْفَالُهَا (محمد:24)
Artinya : Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Qur'an ataukah hati mereka terkunci? (Muhammad : 24)
Dan ayat yang lainpun menjelaskan juga bahwa tidak disebutkan bahwa akal adalah daya pikir yang berpusat di kepala. Al-‘aql malahan dikatakan sama dengan al-qolb yang berpusat di dada.
Memang banyak sekali pendapat-pendapat yang menguraikan tentang pengertian akal. Tapi dalam pandangan Islam, akal tidaklah otak, tetapi daya pikir yang terdapat dalam jiwa manusia, daya yang sebagai digambarkan dalam al-Qur’an, memperoleh pengetahuan dengan memperhatikan alam sekitarnya. Akal dalam pengertian inilah yang dikontraskan dalam Islam dengan wahyu yang membawa pengetahuan dari luar diri manusia, yaitu dari Tuhan.1

Pengertian Wahyu
Secara etimologi “wahyu” berarti isyarat, bisikan buruk, ilham, perintah. Sedangkan menurut termonologi berarti nama bagi sesuatu yang disampaikan secara cepat dari Allah kepada Nabi-Nabi-Nya.
Dalam pengertian lain, wahyu berasal dari kata arab الوحي, dan al-wahy adalah kata asli Arab dan bukan pinjaman dari bahasa asing, yang berarti suara, api, dan kecepatan. Di samping itu juga mengandung arti bisikan, isyarat, tulisan dan kitab. Selanjutnya mengandung arti pemberitahuan secara sembunyi-sembunyi dan dengan cepat. Tentang penjelasan cara terjadinya komunikasi antara Tuhan dan Nabi-Nabi, diberikan oleh al-Qur’an sendiri.
Dalam Islam wahyu atau sabda Tuhan yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW terkumpul semuanya dalam al-Qur’an. Salah satu ayat menjelaskan :
وَمَا كَانَ لِبَشَرٍ أَنْ يُكَلِّمَهُ اللهُ إِلاَّ وَحْيًا أَوْ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ أَوْ يُرْسِلَ رَسُولاً فَيُوحِيَ بِإِذْنِهِ مَا يَشَاءُ إِنَّهُ عَلِيٌّ حَكِيمٌ (الشورى:51)
Artinya : Dan tidak ada bagi seorang manusiapun bahwa Allah berkata-kata dengan dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau di belakang tabir atau dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana. (Q.S al-Syura : 51)
Jadi ada tiga cara :
1.Melalui jantung hati seseorang dalam bentuk ilham
2.Dari belakang tabir sebagai yang terjadi dengan Nabi Musa
3.Melalui utusan yang dikirimkan dalam bentuk malaikat.
Menurut ajaran tassawuf, komunikasi dengan Tuhan dapat dilakukan melalui daya rasa manusia yang berpusat di hati sanubari. Dalam tassawuf dikenal tingkatan ma’rifat, dimana seorang sufi dapat melihat Tuhan dengan kalbunya dan dapat pula berdialog dengan Tuhan. Adanya komunikasi antara orang-orang tertentu dengan Tuhan bukanlah hal yang ganjil. Oleh karena itu adanya dalam Islam wahyu dari Tuhan kepada Nabi Muhammad SAW, bukanlah pula suatu hal yang tidak dapat diterima akal.4 Maka yang diwahyukan dalam Islam bukanlah hanya isi tetapi juga teks Arab dari ayat-ayat sebagai terkandung dalam al-Qur’an.
Dengan lain kata yang diakui wahyu dalam Islam adalah teks Arab di rubah susunan kata / diganti kata sinonimnya, itu tidak lagi wahyu. Soal akal dan wahyu, yang menjadi pegangan bagi ulama-ulama adalah teks wahyu dalam bahasa Arab dan bukan penafsiran atau terjemahan, yang diperbandingkan adalah pendapat akal dengan teks Arab dari al-Qur’an.

Konsep tentang Akal dan Wahyu oleh beberapa Aliran
Kalau kita selidiki buku-buku klasik tentang ilmu kalam akan kita jumpai bahwa persoalan kekuasaan akal dan fungsi wahyu ini dihubungkan dengan dua masalah pokok yang masing-masing bercabang dua.
Masalah pertama ialah soal mengetahui Tuhan, masalah kedua soal baik dan jahat. Masalah pertama bercabang dua menjadi mengetahui Tuhan dan kewajiban mengetahui Tuhan (khusul ma’rifah Allah dan wujud ma’rifat Allah).
Kedua cabang dari masalah kedua ini adalah mengetahui baik dan jahat, dan kewajiban mengerjakan perbuatan baik dan kewajiban menjauhi perbuatan jahat (ma’rifah al-husn wa al-Qubh dan wujud i’tinaq al-hasan wa ijtinab al-qabih yang juga disebut al-tahsin wa al-tawbih). Masing-masing aliran memberikan jawaban-jawaban yang berlainan.
Menurut golongan mu’tazilah bahwa mereka menyimpulkan bahwa dari keempat permasalahan di atas, semuanya dapat diketahui oleh akal. Golongan Asy’ariyah tidak sependapat. Dan mengatakan bahwa betul akal dapat mengetahui Tuhan, tetapi wahyulah yang mewajibkan orang mengetahui Tuhan dan berterima kasih kepadanya. Juga dengan wahyulah dapat diketahui bahwa yang patuh kepada Tuhan akan memperoleh upah dan yang tidak patuh memperoleh hukuman.
Menurut al-Baghdadi akal dapat mengetahui Tuhan, tetapi tidak dapat mengetahui kewajiban berterima kasih kepada Tuhan, karena segala kewajiban dapat diketahui hanya melalui wahyu. Al-Ghazali, seperti al-Asy’ari dan al-Baghdadi juga berpendapat bahwa akal tak dapat membawa kewajiban-kewajiban bagi manusia, kewajiban-kewajiban ditentukan oleh wahyu.
Al-Maturidi, bertentangan dengan pendapat Asy’ariyah tetapi sepaham dengan Mu’tazilah. Bahwa yang diwajibkan akal ialah perintah dan larangan bukan mengetahui mengerjakan yang baik dan menjauhi yang buruk, yang pada intinya bahwa akal hanyalah dapat mengetahui tiga persoalan pokok. Sedang yang satu lagi yaitu kewajiban berbuat baik dan menjauhi yang buruk dapat diketahui hanya melalui wahyu. Ini juga sependapat dengan golongan Samarkand dan Bukhara. Walaupun demikian, sebagian dari golongan Bukhara berpendapat bahwa akal tidak dapat mengetahui baik dan buruk dan sebenarnya mereka masuk dalam aliran Asy’ariyah dan Muturidiah.
Untuk itu dapatlah disimpulkan bahwa mu’tazilah memberikan daya besar kepada akal. Muturidiah Samarkand memberikan daya kurang besar dari mu’tazilah, tetapi lebih besar dari pada Muturidiah Bukhoro. Diantara semua aliran itu, Asy’ariyahlah yang memberikan daya terkecil kepada akal.

Fungsi Akal dan Wahyu
Mengenai fungsi ini dikatakan bahwa wahyu mempunyai kedudukan terpenting dalam aliran Asy’ariyah dan fungsi terkecil dalam faham mu’tazilah. Bertambah besar fungsi diberikan kepada wahyu dalam suatu aliran, bertambah kecil daya akal dalam aliran itu. Sebaliknya bertambah sedikit fungsi wahyu dalam suatu aliran, bertambah besar daya akal pada aliran itu. Akal, dalam usaha memperoleh pengetahuan, bertindak atas usaha dan daya sendiri dan dengan demikian menggambarkan kemerdekaan dan kekuasaan manusia. Wahyu sebaliknya, menggambarkan kelemahan manusia, karena wahyu diturunkan Tuhan untuk menolong manusia memperoleh pengetahuan-pengetahuan.



DAFTAR PUSTAKA
Nasution, Harun, Akal dan Wahyu dalam Islam, UI Press, Jakarta, cetakan kedua, 1986.
Nasution, Harun, Teologi Islam (Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan), UI Press, Jakarta, cet.V, 1986.
Syukur, Amin, Pengantar Studi Islam, CV. Bima Sejati, Semarang, 2003.

Selasa, 29 Mei 2012

Sejarah Pemerintahan Utsman ibn Affan

Islam merupakan agama yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad Saw, sehingga membawa bangsa Arab dari masa keterbelakangan, bodoh dan lainnya menjadi bangsa yang maju dan terkenal sampai sekarang ini. Dan bagi manusia yang menganutnya akan selamat di Yaumul Qiyamah kelak.
Pada masa perkembangannya, Islam mengalami beberapa kali pergantian khalifah untuk meneruskan perjuangan menegakkan agama Allah, meskipun ada beberapa tahapan-tahapan pemerintahan yang ada, Islam mengalami kemajuan dan juga mengalami kemunduran. Akan tetapi hal ini tidak menyurutkan Islam berkembang dan di anut oleh banyak manusia di muka bumi ini. Setelah Nabi wafat maka dakwah Islamiyah diteruskan oleh Khulafaurrasyidin, yaitu sahabat-sahabat Nabi yang di pandang bijaksana, dapat mempimpin jalannya pemerintahan dan mampu memberikan pengarahan terhadap dakwah Islam.[1]
Yang pada kenyataannya inilah nanti, akan meneruskan dakwah Rasulullah untuk menyebarkan agama fitrah ini dan selanjutnya yang memegang amanah dakwah Islamiyah.


PERMASALAHAN
Dalam makalah ini hanya akan membahas perkembangan Islam pada masa pemerintahan Utsman ibn Affan. Adapun hal-hal yang dibahas sebagai berikut :
a. Biografi Utsman ibn Affan
b. Bagaimana proses pemilihan khalifahnya
c. Apasaja yang menjadi tantangan Utsman ibn Affan
d. Dan bagaimana pula dengan nepotisme yang dilakukan serta prestasi kepemimpinan yang diperoleh Utsman ibn Affan


 PEMBAHASAN
Setelah wafatnya Nabi, kepemimpinan Islam kosong dan mulai diperdebatkan, sebab Nabi tidak pernah berwasiat kepada sahabat siapa yang cocok untuk menggantikan beliau. Dan Nabi cenderung menyerahkan persoalan tersebut kepada

Wahdatul Wujud Bukan Paham Panteisme

Tujuan tasawuf adalah memperoleh hubungan langsung dan dekat dengan Tuhan, sehingga dirasakan bahwa seseorang sedang berada di hadirat-Nya. Ajaran tasawuf yang berkembang pada masa permulaan dapat dikategorikan sebagai mistik pertama, tipe ini sangat identik dengan paham wahdatul wujud atau wujudiyah, yang merupakan pengembangan teori Tajaliyah Ibn Arabi. Doktrin wahdatul wujud terpusat pada ajaran tentang penciptaan alam, dan manusia melalui penampakan diri Tuhan dalam tuju martabat. Ajaran tasawuf yang dianut umat Islam mempunyai pandangan yang bercorak panteisme. Namun, sepertinya Teori-teori yang berkembang tentang teori wahdatul wujud sering dianggap sebagai faham panteisme. Pandangan ini merupakan hasil dari dikotomi konsepsi filsafat disebut monoisme, yaitu konsepsi yang berpendapat bahwa Tuhan dan alam adalah satu.

Wahdatul Wujud Bukan Panteisme
Berbicara tentang Hulul, wahdatul Wujud, Ittihad, tidak lepas dari pembahasan tentang tauhid, seberapa jauh memaknai Syahadat (لا اله الا الله).



Teori Tajalliyat merupakan konsep dasar Wahdatul Wujud,

Dalam teorinya tentang tajalli, Ibnu ‘Arabi berpandangan bahwa dzat Tuhan yang mujarrad  (unik) dan transendental (abstrak, gaib) itu bertajalli dalam tiga martabat melalui sifat dan asma-Nya, yang pada akhirnya muncul dalam berbagai wujud empiris.

Tiga martabat tersebut adalah:

1.      Martabat ahadiyyah, wujud Tuhan merupakan dzat yang mutlak lagi mujarrad, tidak bernama dan tidak bersifat. Sehingga tidak dapat dipahami ataupun dikhayalkan.

2.      Martabat wahidiyyah adalah penampakan pertama (ta’yun awal) atau juga disebut tajalli dzat pada sifat atau faidh aqqad (limpahan paling suci). Dalam martabat ini, dzat yang mujarrad  itu bertajalli melalui sifat dan asma-Nya.

3.      Martabat syuhudi, disebut juga faidh muqaddas dan ta’ayyun sani. Pada martabat ini Allah bertajalli melalui sifat dan asma-Nya dalam kenyataan empiris.
Maka tidak benar jika Wahdatul Wujud  Ibnu Arabi dimasukkan dalam Paham Panteisme, sebab konsep dasar pertama dari filsafat Ibn ‘Arabi adalah pengakuan bahwa hanya ada dzat tunggal saja, dan tidak ada yang mewujud selain itu.
لا هى هو ولا هى غيره
dicontohkan bahwa Seorang Aktor muncul di TV, apakah gambar di TV itu Aktor? (jika jawaban YA, jawaban itu salah karena gambar itu bukan dia. Jika jawaban TIDAK, jawaban tetap salah karena gambar itu adalah dia.) Gambar di TV itu tidak lain adalah manifestasi dari actor tersebut. Satu orang tetapi termanifestasi pada siaran TV dimana sinyal tertangkap.

baca pandangan ini menurut Dr. Azhari Noer

Cara Pasang Iklan di KlikSaya.com


Baiklah tidak usah basa-basi lagi langsung saja ikuti panduannya bagimana cara pasang iklan header kliksaya di blogspot:

  1. Login ke pub.kliksaya.com jika belum terdaftar silahkan daftar.
  2. Klik Zona Iklan
  3. Pada sub Menu Ada 3 Pilihan iklan yaitu Zona Iklan Teks, Zona Iklan Header dan Zona Iklan gambar.
  4. Klik zona Iklan Header
  5. Klik Tambahkan Zona Iklan Header
  6. Silahkan Pilih Ukuran iklan headernya dan silahkan warna judul iklan Background.
  7. Pada nama situs masukan nama iklan nda
  8. url situs masukan alamat blog anda
  9. Pada kolom deskripsi: masukan deskripsi tentang blog anda
  10. Kemudian klik Tambahkan Zona Iklan Header
  11. Silahkan isi kata kolom kunci yang mengambarkan situs anda
  12. Klik Ubah Tag.
  13. Copy Kode tersebut dan simpan di Notepad.

Langkah Kedua adalah dengan memasukan kode tersebut ke dalam Blogspot.
  1. Login Ke Blogger anda.
  2. Masukan Username / email dan password anda
  3. Klik Design
  4. Klik Add a gadget
  5. Klik HTML/JavaScript
  6. Pastekan Kode yang tadi didapat dari Kliksaya.com dan kemudian Klik Save.
  7. Atur posisi iklan Header anda tergantung keinginan anda
Tips: pasanglah iklan header anda di paling atas di bawah judul blog anda.
Selanjutnya anda tinggal meningkatkan trafik pengunjung ke blog anda.

Sejarah Ulumul Hadis


Ilmu hadits merupakan ilmu yang berpautan dengan hadits dan mempunyai banyak ragam dan macamnya. Dalam pada itu, jika dilihat kepada garis besarnya, ilmu hadits terbagi menjadi dua macam saja, yaitu hadits riwayah dan ilmu hadits dirayah, dan ilmu-ilmu tersebut mempunyai sejarah penghimpunannya masing-masing.

Ilmu hadits riwayah maudhu’nya (objeknya) ialah pribadi Nabi, yakni perkataan, perbuatan, taqrir dan sifatnya. Karena hal inilah yang dibahaskan di dalamnya. Sedangkan maudhu’nya (objeknya) dari hadits dirayah ialah mengetahui segala yang berpautan dengan pribadi Nabi, agar kita dapat mengetahuinya dan memperoleh kemenangan dunia akhirat.

A. Pengertian Ilmu Hadits
Yang dimaksud ilmu hadits, menurut ulama mutaqoddimin adalah :
عِلْمٌ يُبْحَثُ فِيْهِ عَنْ كَيْفِيَّةِ اِتِّصَالِ اْلأَحَادِيْثِ بِالرَّسُوْلِ صَلَّىاللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ حَيْثَ مَعْرِفَةِ اَحْوَالِ رَوَّاتِهَا وَظَبْطٍ وَعَدَالَةٍ وَمِنْ حَيْثُ كَيْفِيَةِ السَّنَدِ اِتِّصَالاً وَنِقِطَاعًا.
Ilmu pengetahuan yang membicarakan tentang cara-cara persambungan hadits sampai kepada Rasul saw dari segi hal ikhwal para perawinya, yang menyangkut kedhabitan dan keadilannya, dan dari bersambung dan terputusnya sanad, dan sebagainya”.
Pada perkembangan selanjutnya oleh ulama mutaakhirin, ilmu hadits dipecah menjadi dua, yaitu hadits riwayah dan ilmu hadits dirayah.
B. Ruang Lingkup Pembahasan Ilmu Hadits
1. Ilmu Hadits Riwayah
Yang dimaksud dengan ilmu hadits riwayah, ialah :
اَلْعِلْمُ الَّذِى يَقُوْمُ عَلَى نَقْلِ مَا أُضِيْفَ إِلَىالنَّبِيِّ صَلَّىاللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ قَوْلٍ أَوْفِعْلٍ اَوْتَقْرِيْرٍ أَوْصِفَةٍ خَلْقِيَّةٍ أَوْخُلُقِيَّةٍ نَقَلاً وَقِيْقًا مُحَرَّرًا.
Ilmu pengetahuan yang mempelajari hadits-hadits yang disandarkan kepada Nabi saw, baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, tabi’at maupun tingkah laku

Senin, 28 Mei 2012

Hukum Musik dan Tarian Agamis

Pertanyaan:

Bagaimana hukumnya orkes dan samroh yang dipentaskan dimuka umum oleh kaum perempuan atau laki-laki dengan menampilkan cerita Nabi-nabi atau menari-nari?

Jawaban

Hukumnya haram. Adapun samroh dan orkes, yang pementasannya dan menari di dalamnya tidak terdapat mungkarat, maka hukumnya mubah. Sedangkan mungkarat yang dimaksud diantaranya: 
آلة اللهو الممنوعة والمتخنثين من الرجال والمترجلات من النساء والإهانة للنبي والرسول.
Alat musik yang dilarang, orang laki-laki bergaya perempuan atau sebaliknya dan merendahkan martabat Nabi.

Dasar Pengambilan Dalil

Al-Fiqhu ala Madzahibi Al-Arbaah, juz IV, hal. 9

والمختار أن ضرب الدفّ والأغانى التى ليس فيها ماينافى الآداب جائز بلاكراهة مالم يشتمل كل ذلك على مفاسد كتبرّج النساء الأجنبيات في العرس وتهتكهن أمام الرجال والعريس ونحو ذلك والاّ حرم.
Menurut qoul yang muhtar (terpilih) sesungguhnya memukul rebana melantunkan lagu-lagu yang tidak sampai meniadakan adab-adab adalah boleh, tidak makruh, selama tidak mengandung mafasid (kerusakan) seperti penampilan perempuan (mejeng) dihadapan laki-laki, dalam resepsi pernikahan dan memukaunya perempuan dihadapan laki-laki, resepsi pernikahan dan sesamanya,  kalau tidak berarti haram.  
Mirqotu Shu'ud al-Tashdiiq (syarah Sulamun At-Taufiq) hal. 73
 
ومن معاصى الرجل ( التبختر فى المشي ) كالتمايل أو تحريك اليدين على غير هيئة معتدلة أو نحو ذلك.
Termasuk maksiatnya kaki adalah (sombong dalam berjalan) seperti lenggak-lenggok, atau menggerak-gerakkan tangan pada selain kondisi kebiasaan (kesederhanaan) atau sesamanya.

Is'adu Al-Rofiq, I: 55

أتى بما يعد نقصا فى نفس رسول الله صلى الله عليه وسلم او نبي من الأنبياء المجمع عليهم حلقا وخلقا او فى نسبه كان يقول إنه عليه الصلاة والسلام ليس من قريش او فى صفة من صفاته.
Mendatangkan sesuatu yang dapat mengurangi (merendahkan) martabat Nabi Muhammad Saw. Atau salah satu dari Nabi yang telah disepakati oleh ulama, tentang kenabiannya, seperti menghina tubuh, akhlaq atau Nasabnya, seperti mengatakan sesungguhnya Nabi Muhammad Saw. Bukan keturunan Quraisy, atau menghina dalam agama atau sifat_Nya. (semua hukumnya haram).  
  • Al Fatawi al Kubro, I : 203
     
  • Sulamu at-taufiq, hal: 13 

Minggu, 27 Mei 2012

Pemikiran Tasawuf Annemarie Schimmel


Membahas tasawuf, atau mistik Islam, merupakan tugas yang rumit. Pada langkah pertama, suatu daerah perbukitan yang luas terbentang di depan mata dan semakin lama si penyelidik mencari jalan, semakin sulit rasanya mencapai tujuan. Ia mungkin tinggal di taman mawar duri mistik Parsi atau berusaha mencari puncak-puncak dingin renungan filosofi; ia mungkin tinggal di lembah pemujaan para wali yang termasyhur atau menaiki untanya sepanjang padang pasir. Hal tersebut pencatatan tasawuf yang tak bertepi tetapi mereka hanya mencapai apa yang telah ada di dalam diri mereka sendiri.


A. Pengertian Tasawuf
Begitu luas dan ujudnya begitu besar sehingga tak dapat digambarkan secara utuh bagai seorang buta dalam kisah Rumi. Untuk menggapai makna tersebut kita harus mengetahui mistik yang di dalamnya terkandung suatu yang misterius, yang tidak bisa dicapai dengan cara-cara biasa atau dengan usaha intelektual. Yang kata mistik ini berasal dari Yunani (myein), menutup mata, mistik telah disebut arus besar kerohanian yang mengalir dalam semua agama. Dalam artinya yang paling luas, mistik bisa didefinisikan sebagai kesadaran terhadap kenyataan tunggal yang mungkin disebut kearifan, cahaya, atau nihil.
B. Garis Besar Sejarah Klasik
1. Mistik Islam merupakan usaha untuk mencapai pembebasan pribadi lewat tauhid sejati.
2. Kata seorang orientalis Barat “intisari sejarah panjang tasawuf adalah pengungkapan dari awal lagi, dengan perumusan yang berbeda-beda tentang kebenaran mutlak bahwa tiada Tuhan selain Allah” serta kesadaran hanya Dia yang boleh di puja.
3. Sejarah tasawuf adalah peta yang menunjukkan beberapa persinggahan di sepanjang jalan penafsiran ini, beberapa bentuk kenyataan tunggal ini, beberapa cara berbeda-beda yang dipergunakan para ahli mistik untuk

Metode CTL CONTEXTUAL TEACHING LEARNING

1.       Pengertian Pembelajaran CTL
Pembelajaran CTL (Contextual Teaching Learning) merupakan salah satu model pembelajaran berbasis kompetensi yang dapat digunakan untuk mengefektifkan dan menyukseskan impelementasi Kurikulum 1994.[1] CTL merupakan pendekatan pembelajaran yang lebih memperhatikan karakteristik siswa atau daerah tempat pembelajaran. Aplikasi pendekatan CTL mengupayakan agar siswa dapat belajar dengan baik manakala apa yang dipelajari terkait dengan apa yang telah diketahui dengan kegiatan atau peristiwa yang terjadi disekililingnya.
Pembelajaran CTL (Contextual Teaching Learning) adalah konsep pembelajaran yang membantu guru dalam mengaitkan  antara materi pelajaran yang diajarkan dengan situasi dunia nyata yang dialami siswa serta mendorong membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.

2.       Latar Belakang Pembelajaran CTL
Pembelajaran kontekstual menekankan pada multiaspek lingkungan, yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber belajar, sehingga mampu mendorong pendidik untuk mendesain lingkungan pembelajaran. Hal ini dapat diperoleh dengan cara memadukan sebanyak mungkin pengalaman belajar, seperti lingkungan sosial, budaya, fisik dan psikologis dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.
Adapun masalah yang melatarbelakangi konsep pembelajaran CTL adalah bahwa sebagian besar siswa tidak dapat menghubungkan apa yang telah mereka pelajari dengan cara memanfaatkan pengetahuan yang dimilikinya, padahal proses belajar mengajar dapat benar-benar berlangsung jika siswa mampu memproses informasi dan pengetahuan sedemikian rupa sehingga pengetahuan tersebut dapat bermakna.[2]
Agar pencampaiannya lebih efektif perlu diperhatikan beberapa prinsip desain dalam pembelajaran CTL (Contextual Teaching Learning). Prinsip itu antara lain kesiapan dan motivasi, penggunaan alat pemusat perhatian, partisipasi aktif siswa, perulangan dan umpan balik.[3]
Dalam hal ini penulis akan mencoba melakukan elaborasi tentang pendekatan pembelajaran CTL pada mata pelajaran Fiqh. Pentingnya pendekatan pembelajaran CTL bagi mata pelajaran Fiqh didasarkan atas beberapa ciri/ karakteristik Pendidikan Agama Islam.[4]
Pendekatan pembelajaran CTL memiliki enam (6) komponen. Pertama. Berdasarkan falsafah konstruktivisme, yaitu suatu aliran filsafat berisi tentang pengetahauan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak sekonyong-konyong.
Pertama, pendidikan ibadah shalat merupakan bagian mata pelajaran fiqih ibadah yang dikembangkan dari ajaran pokok (dasar) yang terdapat dalam agama Islam. Karena itu pendidikan ibadah shalat merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari ajaran Islam.
Kedua, dari segi muatan pendidikannya, pendidikan ibadah shalat merupakan mata pelajaran pokok yang menjadi satu komponen yang tidak dapat dipisahkan dengan mata pelajaran lain yang memiliki tujuan pembentukan moral kepribadian peserta didik yang baik. Oleh sebab itu semua mata pelajaran yang memiliki tujuan relevan dengan Fiqh harus seiring dan sejalan dalam pendekatan pembelajarannya.
Ketiga, tujuan diberikannya mata pelajaran pendidikan ibadah shalat adalah terbentuknya peserta didik yang beriman dan bertakwa kepada Allah swt, berbudi pekerti luhur (berakhlak mulia), memiliki pengetahuan yang cukup tentang Islam terutama sumber-sumber ajaran dan sendi-sendi lainnya, sehingga dapat dijadikan bekal untuk mempelajari berbagai bidang ilmu atau mata pelajaran tanpa harus terbawa oleh pengaruh negatif yang mungkin ditimbulkan oleh ilmu dan mata pelajaran tersebut.
Keempat, mata pelajaran pendidikan ibadah shalat tidak hanya mengajarkan kepada peserta didik agar menguasai ilmu keislaman tetapi juga harus memiliki kemampuan untuk mengamalkan ajaran Islam dalam keseharian.
Kelima, prinsip dasar pendidikan ibadah shalat didasarkan pada tiga kerangka dasar yaitu akidah (penjabaran dari konsep iman), syariah (penjabaran dari konsep Islam), akhlaq (penjabaran dari konsep ihsan).
Keenam, dilihat dari aspek tujuan, pendidikan ibadah shalat bersifat integratif, yaitu menyangkut potensi intelektual (kognitif), potensi moral kepribadian (afektif) dan potensi keterampilan mekanik (psikomotorik). Oleh sebab itu pembelajaran PAI harus mampu mengembangkan semua potensi secara pararel tanpa menafikan potensi lain yang dimiliki oleh siswa.
Karakteristik yang dimiliki mata pelajaran Fiqh ibadah sangat kompleks, komprehensif dan memerlukan pengatahuan lintas sektor. Oleh sebab itu pola pendekatan dan strategi pembelajaran harus dilakukan secara dinamis dan inovatif agar cita-cita atau tujuan PAI dengan cepat dapat dicapai.
Atas dasar pertimbangan di atas maka menerapkan pendekatan CTL dalam pembelajaran mata pelajaran pendidikan ibadah shalat menjadi sebuah keniscayaan. Karena dengan pendekatan CTL akan lebih mempercepat proses bimbingan dan pembinaan kualitas personel siswa baik aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.
Dengan demikian, bagaimanapun jenis kurikulum yang digunakan, dalam kegiatan belajar mengajar (kurikulum proyek, terpusat, terpadu dan terikat) yang penting adalah dalam pelaksanaan dan keberhasilannya kurikulum tersebut disempurnakan atau dilengkapi dengan berbagai aktifitas walaupun hanya berperan sebagap pelengkap. Dalam pengertian, ativitas di luar proses belajar mengajar formal harus ditetapkan juga secara tertulis, terutama jika proses belajar mengajar atau kurikulum menghendaki itu.
Dalam pelaksanaan pembelajaran berbasis kompetensi melalui pendekatan CTL, seorang guru harus mampu menciptkan kondisi yang kondusif. Kendati demikian kualitas pembelajaran sangat ditentukan oleh aktivitas dan kratifitas guru, disamping kompetensi-kompetensi profesionalnya.[5]

3.       Prinsip Dasar Pembelajaran CTL
Menyampaikan pembelajaran sesuai dengan konsep teknologi pendidikan dan pembelajaran pada hakikatnya merupakan kegiatan menyampaikan pesan kepada siswa oleh nara sumber dengan menggunakan bahan alat, teknik, dan dalam lingkungan tertentu. Hal ini dimaksudkan agar penyampaian tersebut lebih efektif, oleh karena itu, perlu diperhatikan beberapa prinsip desain pesan pembelajaran. Prinsip tersebut antara lain kesiapan dan motivasi, penggunaan alat pemusat perhatian, partisipasi aktif siswa, perulangan, dan umpan balik.
a.       Kesiapan dan motivasi
Prinsip ini menyatakan bahwa jika dalam menyampaikan pesan pembelajaran siswa siap dan mempunyai motivasi tinggi, hasilnya akan lebih baik. Siap disini berarti siap pengetahuan prasyarat, siap mental, dan siap fisik. Untuk mengetahui kesiapan siswa perlu diadakan tes prasyarat.
Sedangkan motivasi merupaan dorongan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu, termasuk melakukan kegiatan belajar. Dorongan bisa berasal dari dalam maupun dari luar diri siswa. Motivasi dapat ditingkatkan dengan memberikan ganjaran dan hukuman (reward and punishment).
b.       Penggunaan alat pemusat perhatian
Terpusatnya mental terhadap suatu objek memegang peranan penting bagi keberhasilan proses belajar mengajar. Semakin memperhatikan akan semakin berhasil, tetapi sebaliknya, semakin tidak memperhatikan akan gagal. Meskipun penting, perhatian mempunyai sifat sukar dikendalikan dalam waktu lama. Karena itu perlu digunakan berbagai alat dan teknik untuk mengendalikan atau mengarahkan perhatian. Alat pengendali perhatian yang paling utama adalah media seperti gambar, ilustrasi, bagan warna-warni, audio, video, penegas visual atau penegas verbal.
Teknik yang dapat digunakan untuk mengendalikan perhatian misalnya gerakan, perubahan, sesuatu yang aneh, mengagetkan, menegangkan, lucu atau humor.
c.       Memancing penampilan siswa
Memancing penampilan untuk membantu siswa dalam menguasai materi atau mencapai tujuan pembelajaran. Bentuk kegiatan siswa berupa latihan atau praktikum. Siswa diharapkan dapat berlatih menerapkan konsep da prinsip yang dipelajari dalam konteks dan situasi yang berbeda, bukan sekedar menghafal. Misalnya setelah mempelajari konsep adab, siswa mereka diberi tugas berlatih tentang tata cara sopan santun kepada orang tua.
d.      Perulangan
Perulangan dilakukan dengan cara dan media yang sama maupun berbeda. Perulangan dapat pula dilakukan dengan memberikan  tinjauan selintas awal pada saat memulai pelajaran dan ringkasan atau kesimpulan pada akhir pembelajaran.
e.       Umpan balik
Jika dalam penyampaian pesan siswa dibeli umpan balik, hasil belajar akan meningkat. Jika salah diberikan pembetulan (corrective feedback) dan jika betul diberi diberi konfirmasi dan penguatan (confirmative feedback). Siswa akan menjadi mentap jika betul kemudian dibetulkan. Sebaliknya, siswa akan tahu letak kesalahannya jika diberi tahu kesalahannya dan dibetulkan. Secara teknis, umpan balik diberikan dalam bentuk kunci jawaban yang benar.



[1] Dr. E. Mulyasa, M.Pd., Menjadi Guru Profesional, Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), hlm. 37.
[2] Abdul Gafur, Mencoba Pembelajaran Kontekstual, Buletin Pusat Perbukuan, Gerakan Masyarakat Mengembangkan Budaya Baca, (Jakarta: Pusat Perbukuan Depdiknas, Bagian Proyek Pengembangan Sistem dan Standard Perbukuan Dasar, Vol. 09, 2003), hlm. 37.
[3] Ibid., hlm. 38.
[4] Abdul Majid, S.Ag., Dian Andayani, S.Pd., Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, Konsep Implementasi Kurikulum 2004, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), hlm. 78-79.
[5] Dr. E. Mulyasa, M.Pd., Op. Cit., hlm. 165.

Sabtu, 26 Mei 2012

Biografi Fazlur Rahman

A. Riwayat Hidup ( Biografi ) Fazlur Rahman
Fazlur Rahman lahir pada tanggal 21 September 1919 yang letaknya di Hazara sebelum terpecahnya India, kini merupakan bagian dari Pakistan.[1] Fazlur Rahman di besarkan dalam madzhab Hanafi. Madzhab Hanafi merupakan madzhab yang didasari al-Qur’an dan Sunnah, akan tetapi cara berfikirnya lebih rasional. Dengan demikian tidak dapat di pungkiri Fazlur Rahman juga rasional di dalam berfikirnya, meskipun ia mendasarkan pemikirannya pada al-Qur’an dan sunnah.
Fazlur Rahman dilahirkan dari keluarga miskin yang taat pada agama. Ketika hendak mencapai usia 10 tahun ia sudah hafal al-Qur’an walaupun ia di besarkan dalam keluarga yang mempunyai pemikiran tradisional akan tetapi ia tidak seperti pemikir tradisional yang menolak pemikiran modern, bahkan Ayahnya berkeyakinan bahwa islam harus memandang modernitas sebagai tantangan dan kesempurnaan. [2]
Ayahnya Maulana Shihabudin adalah alumni dari sekolah menengah terkemuka di India, Darul Ulum Deoband . Meskipun Fazlur Rahman tidak belajar di Daril Ulum, ia menguasai kurikulum Dares Nijami yang di tawarkan di lembaga tersebut dalam kajian privat dengan Ayahnya, ini melengkapi latar belakangnya dalam memahami islam tradisional dengan perhatian khusus pada fikih, Ilmu kalam, Hadits, Tafsir, Mantiq, dan Filsafat. Setelah mempelajari ilmu-ilmu dasar ini, ia melanjutkan ke Punjab University di Lahore dimana ia lulus dengan penghargaan untuk bahasa Arabnya dan di sana juga ia mendapatkan gelar MA-nya. Pada tahun 1946 ia pergi ke Oxford dengan mempersiapkan disertasi dengan Psikologi Ibnu Sina di bawah pengawasan professor Simon Van Den Berg. Disertasi itu merupakan terjemah kritikan dan kritikan pada bagian dari kitab An-Najt, milik filosof muslim kenamaan abad ke-7, setelah di Oxford ia mengajar bahasa Persia dan Filsafat Islam di Durham University Kanada dari tahun 1950-1958. ia meninggalkan Inggris untuk menjadi Associate Professor pada kajian Islam di Institute Of Islamic Studies Mc. Gill University Kanada di Montreal. [3] Dimana dia menjabat sebagai Associate Professor Of Philosophy.
Pada awal tahun 60 an Fazlur Rahman kembali ke Pakistan. Pada bulan Agustus 1946 Fazlur Rahman di tunjuk sebagai Direktur Riset Islam, setelah sebelumnya menjabat sebagai staf lembaga tersebut. Selain menjabat sebagai Direktur Lembaga Riset Islam, pada tahun 1964 ia di tunjuk sebagai anggota dewan penasehat Ideologi Pemerintah Pakistan. Namun usaha Fazlur Rahman sebagai seorang pemikir modern di tentang keras oleh para ulama tradisional-findamentalis. Puncak dari segala kontroversialnya memuncak ketika 2 bab karya momumentalnya, Islam ( 1966 ) di tentang keras karena pernyataan Fazlur Rahman dalam buku tesebut “ Bahwa Al-Qur’an itu secara keseluruhan adalah kalam Allah dan dalam pengertian biasa juga seluruhnya merupakan perkataan Muhammad “ sehingga Fazlur Rahman di anggap orang yang memungkiri Al-Qur’an kemudian pada 5 September 1986 ia mengundurkan diri dari jabatan Direktur lembaga Riset Islam yang langsung di kabulkan oleh Ayyub Khan.
Tidak kurang dari 18 tahun lamanya Fazlur Rahman menetap di Chicago dan mengkomunikasikan gagasan-gagasannya baik lewat lisan maupun tulisan sampai akhir tahun memanggilnya pulang pada tahun 26 juli 1988 jauh sebelum ia sudah terkena penyakit diabetes yang kronis dan serangan jantung sehingga ia harus di operasi. Operasi ini berhasil se tidak-tidaknya untuk beberapa minggu hingga ajal menjemputnya. Kepergian beliau merupakan suatu kehilangan bagi dunia Intelektual Islam.[4]


B. Karya-karya Fazlur Rahman
  1. am Is l996.
  2. Islamic Methodology in History 1965.
  3. Prophecy in Islam.
  4. Major Themes of The Qur’an ( 1980 ).
  5. The Philosophy of Mulasadra.
  6. Islam and Modernity Transformative of on Intelektual Tradition ( 1982 ).
Artikel Fazlur Rahman :
  1. Some Islamic Issues In the Ayyub Khan Era.
  2. Islamic Challenges and Opportunist.
  3. Forwards Reformulating The Methodology of Islamic Law : Syaikh Yamani on Public Interest in Islamic Low.
  4. Islam Legacy and Contemporary Challenges
  5. Islam in The Contemporary World
  6. Root of Islamic Neo Fundamentalism.
  7. Change and The Muslim World.
  8. The Impact of Modernity on Islam.
  9. Islamic Modernism It’s Scope, Method and Alternative.
  10. Divines Revelation and The Prophet.
  11. Interpreting the Qur’an.
  12. The Qur’anic Concept of God, the Universe and Man.
  13. Some Key Ethical Concept of the Qur’an.[5]
C. Pemikiran Fazlur Rahman
Fazlur Rahman dengan segala kemampuan intelektualnya sudah tentu tidak bebas dari kekurangan dan kelemahan. Maka adalah hak kita untuk menerima, menyetujui atau menolak seluruh atau sebagian hasil pemikirannya untuk semua pada posisi penerimaan atau penolakan, seorang intelektual pencari kebenaran sudah tentu akan mengumpulkan berbagai informasi yang berkaitan dengan pendapat dan pemikiran yang di kemukakan untuk menilai pendapat Fazlur Rahman, orang harus memahami al-Qur’an sebagai sebuah ajaran yang utuh lebih dulu, di samping Sunnah, Sejarah Islam dan lain-lain.
Di antara pemikiran Fazlur Rahman antara lain :
  1. Ia menegaskan bahwa al-Qur’an bukanlah suatu karya misterius atau karya sulit yang memerlukan manusia berlatih secara teknis untuk memahami dan menafsirkan perintah-perintahnya, di sini di jelaskan pula prosedur yang benar untuk memahami al-Qur’an.
  2. Seseorang harus mempelajari al-Qur’an dalam Ordo Histories untuk mengapresiasikan tema-tema dan gagasan-gagasannya.
  3. Seseorang harus mengkajikan dalam konteks latar belakang social historisnya, hal ini tidak hanya berlaku untuk ayat-ayatnya secara individual tapi juga untuk al-Qur’an secara keseluruhan. Tanpa memahami latar belakang mikro dan makronya secara memadai. Menurut Fazlur Rahman, besar kemungkinan seseorang akan salah tangkap terhadap élan dan maksud al-Qur’an aktifitas Nabi baik di Mekkah atau di Madinah.
  4. Dalam karyanya Islam and Modernity 1982 Fazlur Rahman menekankan, akan mutlak perlunya mensistematiskan materi ajaran al-Qur’an. Tanpa usaha ini bisa terjadi penerapan ayat-ayatnya secara individual dan terpisah berbagai situasi akan menyesatkan.[6]
ANALISIS
Fazlur Rahman adalah sosok pemikir intelektual yang tinggi di mana ia dapat menghasilkan karya-karyanya yang begitu banyak dan bermanfaat penting bagi ilmu pengetahuan kita. Hasil karyanya yang begitu banyak dapat memperluas pengetahuan tentang tasawuf dan juga filsafat.
Dengan berbagai cara dan jalan yang di tempuh beliau untuk menyampaikan gagasannya yang bernilai sangat tinggi sebagai suatu gerakan Islam. Dalam pengembangan agamanya adalah perjuangan beliau selama hidup.
Karya-karya yang begitu banyak mengajarkan kita segala ilmu pengetahuan tentang islam yang pertama kali di ajarkan oleh Nabi Muhammad SAW. Sebagaimana cara Fazlur Rahman menjelaskan tentang wahyu dan perjalanan Nabi Muhammad dalam menyebarkan islam.
Fazlur Rahman juga menjelaskan apa itu al-Qur’an dan segala bentuk ajaran agama Islam. Serta asal-usul perkembangan tradisi sampai perkembangan modern juga tentang filsafatnya telah banyak di sampaikan.
KESIMPULAN
Segala bentuk pemikiran filsafat Fazlur Rahman sangatlah penting dan menjadi suatu arahan pengetahuan yang mengajarkan tentang islam, filsafat, Muhammad al-Qur’an dan sebagainya yang bermanfaat bagi kita semua.
PENUTUP
Fazlur Rahman adalah seorang intelektual yang tinggi, ia banyak memberikan warisan yang bermanfaat bagi manusia dari zaman ke zaman. Ia juga meninggalkan sejarah kehidupan pribadinya yang dapat menjadi suatu dokumen penting bagi kita.


DAFTAR PUSTAKA
Rivay Siregar, Tasawuf dari Sufisme Klasik ke Neo Sufisme, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 1999
Fazlur Rahman Dalam Islam, PT. Raja Grafindo, Persada, 2001, Gelombang Perubahan
Ali Safyan, Skripsi Kritik Fazlur Rahman Terhadap Uzlah, Semarang, Fakulatas Ushuluddin IAIN Walisongo Semarang,2001
Fatah Rosihan Affandi, Skripsi Study Analisis Fazlur Rahman Tentang Manusia, Semarang, Fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo Semarang, 2002



[1] Fazlur Rahman, Gelombang Perubahan Dalam Islam, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2001, hal.1-2
[2] Ali Safyan, Skripsi Kritik Fazlur Rahman Terhadap Uzlah, Semarang : Fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo Semarang, 2001
[3] Fazlur Rahman, op. cit, hal.1-2
[4] Ali Shofyan, op. cit. hal.43-44
[5] Fatah Rosihan Affandi, Skripsi Study Analisis Fazlur Rahman Tentang Manusia. Semarang : Fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo Semarang, 2002, hal.33-34
[6] Fazlur Rahman, Islam, Bandung, Pustaka, 1994, hal: vi-ix