“Ataukah mereka mengatakan: "Dia (Muhammad)
membuat-buatnya. sebenarnya mereka tidak beriman. Maka hendaklah mereka
mendatangkan kalimat yang semisal Al Quran itu jika mereka orang-orang yang
benar.”[2]
“Dan Tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran)
menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang
diwahyukan (kepadanya).”[3]
Hadis Qudsi, meskipun sama bersumber
dari Allah Swt namun kekuatan status hukum dan kedudukannya diantara pedoman
hidup manusia yang dibawa dan disampaikan Nabi Saw berbeda. Sebelum kami
jelaskan perbedaan tersebut, akan dihadirkan pengertian hadis Qudsi terlebih
dahulu. Manna’ al-Qaththan menguraikan bahwa hadis Qudsi secara istilah adalah
sesuatu yang disandarkan oleh Nabi Saw kepada Allah Swt. Artinya Nabi Saw
meriwayatkannya sebagaimana bahwa ia adalah bersumber dari Kalam Allah. Nabi
Saw bertindak sebagai perawi pertama untuk menyampaikan Kalam Allah tersebut
sesuai dengan lafadz yang disampaikan-Nya. Maka jika seseorang meriwayatkan
hadis Qudsi, maka hendaknya ia berkata, “Rasulullah Saw bersabda, “Allah Swt
berfirman: …”.
Diantara contohnya adalah sebuah
riwayat dari Abi Hurairah ra. bahwasanya Rasulallah Saw bersabda: Allah Swt
berfirman:
أناعند ظن
عبدي بي, وأنا معه إذا ذكرني, فإن ذكرني في نفسه ذكره في نفسي, وإن ذكرني في ملأ
ذكرته في ملأ خيرمنه ... (رواه البخاري ومسلم)
Terdapat berbagai perbedaan
antara al-Qur’an dengan hadis Qudsi, namun beberapa yang terpenting adalah:
1.
Al-Qur’an sebagai Kalamullah yang diwahyukan kepada Nabi Saw dengan
lafadz-Nya menantang bangsa Arab untuk mendatangkan semisalnya, Ia adalah
mukjizat atas kebenaran risalah Muhammad Saw hingga hari kiamat. Namun mereka
terlemahkan sebab ketidakmampuan untuk menyainginya. Sedangkan hadis Qudsi tidak
didatangkan dengan membawa tantangan dan bukan pula sebagai alat untuk
melemahkan.
2.
Al-Qur’an tidak dinasabkan kecuali kepada Allah Swt. Sedangkan Hadis
Qudsi sebagaimana disebutkan sebelumnya terkadang dinasabkan secara ikhbar kepada
Nabi Saw karena beliaulah al-Mukhbir dari Allah Swt.
3.
Al-Qur’an seluruhnya diriwayatkan secara mutawatir, statusnya Qath’i
al-Subut. Sedangkan hadis Qudsi mayoritas bersumber dari khabar ahad
dan statusnya Dzanny al-Subut. Maka kualitas hadis Qudsi terkadang
shahih, hasan dan bahkan dha’if.
4.
Al-Qur’an bersumber dari Allah Swt baik secara lafdzi maupun ma’nawi,
karenanya ia adalah wahyu baik dengan lafadz maupun makna. Sedangkan hadis
Qudsi, maknanya bersumber dari Allah Swt, namun lafadznya dari Rasul Saw. Ia
adalah wahyu melalui maknanya, bukan lafadznya. Karenanya menurut jumhur ulama
hadis, periwayatannya secara makna masih dapat diterima.
5.
Al-Qur’an sebagaimana disebutkan dalam pengertiannya bahwa membacanya
bernilai ibadah, dengannya pula bahkan shalat seseorang dapat dikatakan sah.
Berbeda halnya dengan hadis Qudsi yang tidak diperbolehkan membacanya di dalam
sholat dan siapa yang membacanya baginya pahala secara umum, bukan secara
khusus seperti pahala seseorang yang membaca al-Qur’an.[4]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar