1. Pengertian Pembelajaran CTL
Pembelajaran CTL (Contextual Teaching Learning) merupakan salah satu model pembelajaran berbasis kompetensi yang dapat digunakan untuk mengefektifkan dan menyukseskan impelementasi Kurikulum 1994.[1] CTL merupakan pendekatan pembelajaran yang lebih memperhatikan karakteristik siswa atau daerah tempat pembelajaran. Aplikasi pendekatan CTL mengupayakan agar siswa dapat belajar dengan baik manakala apa yang dipelajari terkait dengan apa yang telah diketahui dengan kegiatan atau peristiwa yang terjadi disekililingnya.
Pembelajaran CTL (Contextual Teaching Learning) adalah konsep pembelajaran yang membantu guru dalam mengaitkan antara materi pelajaran yang diajarkan dengan situasi dunia nyata yang dialami siswa serta mendorong membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
2. Latar Belakang Pembelajaran CTL
Pembelajaran kontekstual menekankan pada multiaspek lingkungan, yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber belajar, sehingga mampu mendorong pendidik untuk mendesain lingkungan pembelajaran. Hal ini dapat diperoleh dengan cara memadukan sebanyak mungkin pengalaman belajar, seperti lingkungan sosial, budaya, fisik dan psikologis dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.
Adapun masalah yang melatarbelakangi konsep pembelajaran CTL adalah bahwa sebagian besar siswa tidak dapat menghubungkan apa yang telah mereka pelajari dengan cara memanfaatkan pengetahuan yang dimilikinya, padahal proses belajar mengajar dapat benar-benar berlangsung jika siswa mampu memproses informasi dan pengetahuan sedemikian rupa sehingga pengetahuan tersebut dapat bermakna.[2]
Agar pencampaiannya lebih efektif perlu diperhatikan beberapa prinsip desain dalam pembelajaran CTL (Contextual Teaching Learning). Prinsip itu antara lain kesiapan dan motivasi, penggunaan alat pemusat perhatian, partisipasi aktif siswa, perulangan dan umpan balik.[3]
Dalam hal ini penulis akan mencoba melakukan elaborasi tentang pendekatan pembelajaran CTL pada mata pelajaran Fiqh. Pentingnya pendekatan pembelajaran CTL bagi mata pelajaran Fiqh didasarkan atas beberapa ciri/ karakteristik Pendidikan Agama Islam.[4]
Pendekatan pembelajaran CTL memiliki enam (6) komponen. Pertama. Berdasarkan falsafah konstruktivisme, yaitu suatu aliran filsafat berisi tentang pengetahauan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak sekonyong-konyong.
Pertama, pendidikan ibadah shalat merupakan bagian mata pelajaran fiqih ibadah yang dikembangkan dari ajaran pokok (dasar) yang terdapat dalam agama Islam. Karena itu pendidikan ibadah shalat merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari ajaran Islam.
Kedua, dari segi muatan pendidikannya, pendidikan ibadah shalat merupakan mata pelajaran pokok yang menjadi satu komponen yang tidak dapat dipisahkan dengan mata pelajaran lain yang memiliki tujuan pembentukan moral kepribadian peserta didik yang baik. Oleh sebab itu semua mata pelajaran yang memiliki tujuan relevan dengan Fiqh harus seiring dan sejalan dalam pendekatan pembelajarannya.
Ketiga, tujuan diberikannya mata pelajaran pendidikan ibadah shalat adalah terbentuknya peserta didik yang beriman dan bertakwa kepada Allah swt, berbudi pekerti luhur (berakhlak mulia), memiliki pengetahuan yang cukup tentang Islam terutama sumber-sumber ajaran dan sendi-sendi lainnya, sehingga dapat dijadikan bekal untuk mempelajari berbagai bidang ilmu atau mata pelajaran tanpa harus terbawa oleh pengaruh negatif yang mungkin ditimbulkan oleh ilmu dan mata pelajaran tersebut.
Keempat, mata pelajaran pendidikan ibadah shalat tidak hanya mengajarkan kepada peserta didik agar menguasai ilmu keislaman tetapi juga harus memiliki kemampuan untuk mengamalkan ajaran Islam dalam keseharian.
Kelima, prinsip dasar pendidikan ibadah shalat didasarkan pada tiga kerangka dasar yaitu akidah (penjabaran dari konsep iman), syariah (penjabaran dari konsep Islam), akhlaq (penjabaran dari konsep ihsan).
Keenam, dilihat dari aspek tujuan, pendidikan ibadah shalat bersifat integratif, yaitu menyangkut potensi intelektual (kognitif), potensi moral kepribadian (afektif) dan potensi keterampilan mekanik (psikomotorik). Oleh sebab itu pembelajaran PAI harus mampu mengembangkan semua potensi secara pararel tanpa menafikan potensi lain yang dimiliki oleh siswa.
Karakteristik yang dimiliki mata pelajaran Fiqh ibadah sangat kompleks, komprehensif dan memerlukan pengatahuan lintas sektor. Oleh sebab itu pola pendekatan dan strategi pembelajaran harus dilakukan secara dinamis dan inovatif agar cita-cita atau tujuan PAI dengan cepat dapat dicapai.
Atas dasar pertimbangan di atas maka menerapkan pendekatan CTL dalam pembelajaran mata pelajaran pendidikan ibadah shalat menjadi sebuah keniscayaan. Karena dengan pendekatan CTL akan lebih mempercepat proses bimbingan dan pembinaan kualitas personel siswa baik aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.
Dengan demikian, bagaimanapun jenis kurikulum yang digunakan, dalam kegiatan belajar mengajar (kurikulum proyek, terpusat, terpadu dan terikat) yang penting adalah dalam pelaksanaan dan keberhasilannya kurikulum tersebut disempurnakan atau dilengkapi dengan berbagai aktifitas walaupun hanya berperan sebagap pelengkap. Dalam pengertian, ativitas di luar proses belajar mengajar formal harus ditetapkan juga secara tertulis, terutama jika proses belajar mengajar atau kurikulum menghendaki itu.
Dalam pelaksanaan pembelajaran berbasis kompetensi melalui pendekatan CTL, seorang guru harus mampu menciptkan kondisi yang kondusif. Kendati demikian kualitas pembelajaran sangat ditentukan oleh aktivitas dan kratifitas guru, disamping kompetensi-kompetensi profesionalnya.[5]
3. Prinsip Dasar Pembelajaran CTL
Menyampaikan pembelajaran sesuai dengan konsep teknologi pendidikan dan pembelajaran pada hakikatnya merupakan kegiatan menyampaikan pesan kepada siswa oleh nara sumber dengan menggunakan bahan alat, teknik, dan dalam lingkungan tertentu. Hal ini dimaksudkan agar penyampaian tersebut lebih efektif, oleh karena itu, perlu diperhatikan beberapa prinsip desain pesan pembelajaran. Prinsip tersebut antara lain kesiapan dan motivasi, penggunaan alat pemusat perhatian, partisipasi aktif siswa, perulangan, dan umpan balik.
a. Kesiapan dan motivasi
Prinsip ini menyatakan bahwa jika dalam menyampaikan pesan pembelajaran siswa siap dan mempunyai motivasi tinggi, hasilnya akan lebih baik. Siap disini berarti siap pengetahuan prasyarat, siap mental, dan siap fisik. Untuk mengetahui kesiapan siswa perlu diadakan tes prasyarat.
Sedangkan motivasi merupaan dorongan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu, termasuk melakukan kegiatan belajar. Dorongan bisa berasal dari dalam maupun dari luar diri siswa. Motivasi dapat ditingkatkan dengan memberikan ganjaran dan hukuman (reward and punishment).
b. Penggunaan alat pemusat perhatian
Terpusatnya mental terhadap suatu objek memegang peranan penting bagi keberhasilan proses belajar mengajar. Semakin memperhatikan akan semakin berhasil, tetapi sebaliknya, semakin tidak memperhatikan akan gagal. Meskipun penting, perhatian mempunyai sifat sukar dikendalikan dalam waktu lama. Karena itu perlu digunakan berbagai alat dan teknik untuk mengendalikan atau mengarahkan perhatian. Alat pengendali perhatian yang paling utama adalah media seperti gambar, ilustrasi, bagan warna-warni, audio, video, penegas visual atau penegas verbal.
Teknik yang dapat digunakan untuk mengendalikan perhatian misalnya gerakan, perubahan, sesuatu yang aneh, mengagetkan, menegangkan, lucu atau humor.
c. Memancing penampilan siswa
Memancing penampilan untuk membantu siswa dalam menguasai materi atau mencapai tujuan pembelajaran. Bentuk kegiatan siswa berupa latihan atau praktikum. Siswa diharapkan dapat berlatih menerapkan konsep da prinsip yang dipelajari dalam konteks dan situasi yang berbeda, bukan sekedar menghafal. Misalnya setelah mempelajari konsep adab, siswa mereka diberi tugas berlatih tentang tata cara sopan santun kepada orang tua.
d. Perulangan
Perulangan dilakukan dengan cara dan media yang sama maupun berbeda. Perulangan dapat pula dilakukan dengan memberikan tinjauan selintas awal pada saat memulai pelajaran dan ringkasan atau kesimpulan pada akhir pembelajaran.
e. Umpan balik
Jika dalam penyampaian pesan siswa dibeli umpan balik, hasil belajar akan meningkat. Jika salah diberikan pembetulan (corrective feedback) dan jika betul diberi diberi konfirmasi dan penguatan (confirmative feedback). Siswa akan menjadi mentap jika betul kemudian dibetulkan. Sebaliknya, siswa akan tahu letak kesalahannya jika diberi tahu kesalahannya dan dibetulkan. Secara teknis, umpan balik diberikan dalam bentuk kunci jawaban yang benar.
[1] Dr. E. Mulyasa, M.Pd., Menjadi Guru Profesional, Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), hlm. 37.
[2] Abdul Gafur, Mencoba Pembelajaran Kontekstual, Buletin Pusat Perbukuan, Gerakan Masyarakat Mengembangkan Budaya Baca, (Jakarta: Pusat Perbukuan Depdiknas, Bagian Proyek Pengembangan Sistem dan Standard Perbukuan Dasar, Vol. 09, 2003), hlm. 37.
[3] Ibid., hlm. 38.
[4] Abdul Majid, S.Ag., Dian Andayani, S.Pd., Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, Konsep Implementasi Kurikulum 2004, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), hlm. 78-79.
[5] Dr. E. Mulyasa, M.Pd., Op. Cit., hlm. 165.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar