Secara etimologi, perkataan dzikir berakar pada kata ذَكَرَ، يَذْكُرُ، ذِكْرًا artinya mengingat, memperhatikan, mengenang, mengambil pelajaran, mengenal atau mengerti dan ingatan. Di dalam Ensiklopedi Islam menjelaskan bahwa istilah dzikir memiliki multi interpretasi, di antara pengertian-pengertian dzikir adalah menyebut, menuturkan, mengingat, menjaga, atau mengerti perbuatan baik.[1] Dalam kehidupan manusia unsur ”ingat” ini sangat dominan adanya, karena merupakan salah satu fungsi intelektual. Menurut pengertian psikologi, dzikir (ingatan) sebagai suatu ”daya jiwa kita yang dapat menerima, menyimpan dan memproduksi kembali pengertian atau tanggapan-tanggapan kita.”[2]
Sedangkan dzikir dalam arti menyebut Nama Allah yang diamalkan secara rutin, biasanya disebut wirid atau aurad. Dan amalan ini termasuk ibadah murni (mahdhah), yaitu ibadah yang langsung berhubungan dengan Allah SWT. Sebagai ibadah Mahdhah maka dzikir jenis ini terikat dengan norma-norma ibadah langsung kepada Allah, yaitu harus ma’tsur (ada contoh atau perintah dari Rasulullah Saw).
Secara terminologi definisi dzikir banyak sekali. Ensiklopedi Nasional Indonesia menjelaskan dzikir adalah ingat kepada Allah dengan menghayati kehadiran-Nya, ke-Maha Sucian-Nya, ke-Maha ke-Terpujian-Nya dan ke-Maha Besaran-Nya. Dzikir merupakan sikap batin yang bisa diungkapkan melalui ucapan Tahlil (La Ilaha illa Allah, Artinya, Tiada Tuhan Selain Allah), Tasbih (Subhana Allah, Artinya Maha Suci Allah), Tahmid (Alhamdulillah, Artinya Segala Puji Bagi Allah), dan Takbir (Allahu Akbar, Artinya Allah Maha Besar).
Dalam Shorter Ensiklopedi of Islam, disebutkan, Dhikr in the mind (bi’l kalb) mean remembrance and with tongue (bi’l Lisan) mentioning relating then, as ardegious technical term (pronoun dzikr) the glorifying of Allah with certain fixed phases repeated in a ritual order, either alone or in the mind, with peculiar breathings and physical movement. Maksudnya, dzikir dalam hati (bi al-qolb) dan dengan lisan (bi al-lisan) adalah penyebut, dimana keduanya berhubungan, sebagai cara yang khusus, penyembahan kepada Allah dengan bentuk tertentu yang pasti, diajarkan dalam suatu perintah agama, bisa keras bisa dalam hati, dengan pernafasan khusus dan gerakan jasmani.[3]
Sedangkan menurut Aboe Bakar Atjeh, dalam bukunya Pengantar Ilmu Tarekat Uraian Tentang Mistik. Dzikir adalah ucapan yang dilakukan dengan lidah, atau mengingat Allah dengan hati, dengan ucapan atau ingatan yang mensucikan Allah dengan memuji dengan puji-pujian dan sanjungan-sanjungan dengan sifat yang sempurna, sifat yang menunjukkan kebesaran dan kemurnian.[4]
Dzikir sebagai fungsi intelektual, ingatan kita akan apa yang telah dipelajari, informasi dan pengalaman sebelumnya, memungkinkan kita untuk memecahkan problem-problem baru yang kita hadapi, juga sangat membantu kita dalam melangkah maju untuk memperoleh informasi dan menerima realitas baru. Namun dalam pengertian disini, pengertian yang dimaksud adalah ”Dzikir Allah”, atau mengingat Allah.[5]
Dzikir dalam pengertian mengingat Allah sebaiknya di lakukan setiap saat, baik secara lisan maupun dalam hati. Artinya kegiatan apapun yang dilakukan oleh seorang muslim sebaiknya jangan sampai melupakan Allah SWT. Dimanapun seorang muslim berada, sebaiknya selalu ingat kepada Allah SWT sehingga akan menimbulkan cinta beramal saleh kepada Allah SWT, serta malu berbuat dosa dan maksiat kepadanya.
Bagi seorang sufi, Syaikh Abu ‘Ali al-Daqaq, dzikir merupakan tiang penopang yang sangat kuat atas jalan menuju Allah SWT, ia adalah landasan tarekat (Thariqah) itu sendiri. Dan tidak seorangpun dapat mencapai Allah SWT, kecuali terus menerus berdzikir kepada Allah.[6]
Teungku Hasbie Ash Shiddiqie dalam bukunya Pedoman Dzikir dan Doa, menjelaskan, dzikir adalah menyebut Allah dengan membaca tasbih (subhanallah), membaca tahlil (la ilaha illallahu), membaca tahmid (alhamdulillahi), membaca taqdis (quddusun), membaca takbir (allahuakbar), membaca hauqolah (la hawla wala quwwata illa billahi), membaca hasbalah (hasbiyallahu), membaca basmalah (bismillahirrahmanirrahim), membaca al-qur’an al majid dan membaca doa-doa yang ma’tsur, yaitu doa yang diterima dari Nabi Saw.[7]
Dari pengertian di atas, masih banyak lagi pengertian dzikir yang dikemukakan oleh para pakar. Namun, pengertian yang menjadi kajian dalam pembahasan ini adalah sebagaimana yang dijelaskan oleh hadits-hadits Nabi tentang dzikir yang mencakup do’a, mengucapkan asma al-husna, membaca al-Qur’an, tasbih (mensucikan Allah), tahmid (memuji Allah), takbir (mengagungkan Allah), tahlil (meng-Esakan Allah), istighfar (memohon ampunan kepada Allah), hawqolah (mengakui kelemahan diri).
Dari sekian formulasi dzikir yang ada tersebutlah dzikir Musabba’at al-‘Asyr dan dzikir inilah yang akan menjadi pokok kajian dalam pembahasan skripsi ini. Dimana dzikir tersebut mulai dipraktekkan dan dikembangkan oleh Majlis Dzikir al-Khidiriyyah di Dusun Cipedang Bunder Mekarjati, dibawah pimpinan ustadz Musthofa Bisri, karena beliaulah yang mendapat ijazah dari gurunya yaitu ustadz Lutfan Ibnu Badari, pengasuh Pondok Pesantren Nurul Badri yang beralamat di Jl. Curah Keris Grati Pasuruan sekitar tahun 2000 yang lampau.
Macam-macam dzikir
Secara umum dzikir dibagi menjadi dua macam, yaitu dzikir dengan hati dan dzikir dengan lisan. Masing-masing dari keduanya terbagi pada dua arti, yaitu:
1) Dzikir dari arti ingat dari yang tadinya lupa
2) Dzikir dalam arti kekal ingatannya
Sedangkan yang dimaksud dengan dzikir lisan dan hati adalah sebagai berikut:
1) Dzikir dengan lisan berarti menyebut Nama Allah, berulang-ulang kali, sifat-sifat-Nya berulang-ulang kali pula atau pujian-pujian kepada-Nya. Untuk dapat kekal dan senantiasa melakukannya, hendaknya dibiasakan atau dilaksanakan berkali-kali atau berulang-ulang kali.
2) Dzikir kepada Allah dengan hati, ialah menghadirkan kebesaran dan keagungan Allah di dalam diri dan jiwanya sendiri sehingga mendarah daging.
Kerjasama antara lisan (lidah) dan qalb (hati) dalam hal dzikir ini sangatlah baik, sebab bilamana seseorang telah mengamalkan dan melakukan dengan disiplin, dengan sendirinya akan meningkat menjadi dzikir a’dha’a, artinya seluruh badannya akan terpelihara dari berbuat maksiat kepada Allah. Bagi seorang yang hatinya telah bening dan jernih akan dapat mengontrol anggota badannya untuk tetap disiplin, ucapannya akan sesuai dengan perbuatannya, lahiriyahnya akan sesuai dengan batiniyyahnya.[8]
Imam Nawawi berkata, “zikir dilakukan dengan lisan dan hati secara bersama-sama. Kalau hanya salah satu saja yang berdzikir, maka dzikir hati lebih utama. Seseorang tidak boleh meninggalkan dzikir lisan hanya karena takut riya. Berdzikirlah dengan keduanya dan niatkan hanya mencari ridha Allah semata. Suatu hari saya mengunjungi Al-Fadhil untuk menanyakan orang yang meninggalkan amal perbuatan karena takut riya dihadapan manusia. Beliau menjawab, ”kalau seseorang menyempatkan diri memperhatikan tanggapan orang lain padanya, berhati-hati atas persangkaan jelek mereka, maka pintu-pintu kebaikan tidak terbuka lebar untuknya. Ia telah menghilangkan bagian agama yang sangat vital. Ini bukan jalan yang ditempuh orang-orang bijak”.[9]
Hal ini dengan simpel dan sederhana di sampaikan syaikh Ibnu Athaillah ra. Beliau berkata : ”janganlah engkau tinggalkan dzikir semata-mata karena tidak adanya kehadiran hatimu bersama Allah di dalamnya. Sebab kelalaian hatimu (kepada Allah) tanpa adanya dzikir adalah lebih berbahaya daripada kelalaian hatimu di dalam dzikir. Barangkali Allah akan mengangkatmu dari dzikir yang lalai menuju dzikir dengan sadar, dari dzikir yang sadar menuju dzikir yang hadir, dari dzikir yang hadir kepada dzikir dengan hilangnya selain dzikir yang di-dzikiri.” Dan yang demikian itu sekali-kali tidak sukar bagi Allah”. QS:14/20.[10]
Menurut ahli tashawwuf, dzikir itu terbagi menjadi tiga bagian, yaitu:
1) Dzikir lisan atau disebut juga dzikir nafi isbat, yaitu ucapan La Ilaaha Illallah. Pada kalimat ini terdapat hal yang menafikan yang lain dari Allah dan mengisbatkan Allah.
Dzikir nafi isbat ini dapat juga disebut dzikir yang nyata karena ia diucapkan dengan lisan secara nyata, baik dzikir bersama-sama maupun dzikir sendirian.
2) Dzikir qalbu atau hati, disebut juga dzikir: Asal dan kebesaran, ucapannya Allah, Allah. Dzikir qalb ini dapat juga disebut dzikir ismu dzat karena ia langsung berdzikir dengan menyebut nama Dzat.
3) Dzikir sir atau rahasia, disebut juga dzikir isyarat dan nafas, yaitu berbunyi : Hu, Hu. Dzikir ini adalah makanan utama sir (rahasia). Oleh karena itu ia bersifat rahasia, maka tidaklah sanggup lidah menguraikannya, tidak ada kata-kata yang dapat melukiskannya.[11]
Keutamaan dan manfaat dzikir
Seandainya tidak ayat al-Qur’an atau hadits Nabi yang menerangkan tentang dzikrullah, maka dzikir yang hakiki kepada Yang Maha Pemberi nikmat ini tetaplah sangat penting. Sebab, kita adalah hamba-Nya, maka kita harus selalu mengingat-Nya jangan sampai melalaikan-Nya. Dialah Yang Maha Pemberi yang telah memberi nikmat dan kebaikan yang tidak terhitung banyaknya tanpa batas waktu. Karena itu, berdzikir kepada Allah dan mensyukuri karunia-Nya merupakan sesuatu yang fitrah bagi seorang hamba, sebagaimana disebutkan dalam syair:
Tuhan yang telah berkorban di dunia ini
Mulialah orang-orang yang selalu mengingat-Nya setiap saat[12]
Suatu ketika, Rasulullah Saw bersabda :
عن انس رض الله عنه ان رسول الله صلعم قال: إذمررتم برياض الجنة فارتعوا قالوا ومارياض الحنة قال: حلق الذكر (أخر جه أحمد والترمذي)
“Apabila kalian melewati taman surga (Riyadl al-Jannah), maka senanglah kalian, kemudian para sahabat bertanya : apakah taman surga itu ya Rasulullah?. Nabi menjawab : lingkaran dzikir (majlis dzikir).
Sesungguhnya Allah mempunyai kendaraan malaikat yang selalu mencari majlis dzikir ketika malaikat itu mendatangi mereka, maka malaikat ini kan mengitari mereka dan memberi rahmat.
Dalam sebuah riwayat Shahih Muslim juga dikatakan, bahwa rasulullah Saw bersabda ;
رسو ل الله صلعم قال: لا يقعد قوم يذكرون الله إلا حفتهم الملائكة وغشيتهم الرحمة ونزلت عليهم السكينة وذكرهم الله فيمن عنده (أخرجه ابن أبى شيبة واحمد ومسلم والترمذى وابن ماجه)
“Tidak ada suatu kaum yang duduk dan berdzikir kepada Allah Swt, kecuali malaikat mengelilingi mereka dan memberi rahmat dan menurunkan ketenangan kepada mereka, serta Allah Swt, akan menyebut mereka termasuk dalam orang-orang yang ada di sisi Allah Swt.[13]
Dzikir juga menumbuh-suburkan rahmat Allah, dan menghapus dosa-dosa kecil. Keterangan ini kita dapati dalam QS. al-Ahzab : 33: 43. Dalam ayat tersebut, Allah menegaskan akan melimpahkan rahmatnya kepada orang-orang yang berdzikir, dan malaikat juga memohon kepada-Nya, supaya dosa-dosa orang yang berdzikir diampuni dan dikeluarkan dari kehidupan gelap (tanpa cahaya), kepada kehidupan yang penuh cahaya (nur) Nya.
Penegasan Allah tersebut menunjukkan, adanya perlakuan khusus Allah SWT dan para malaikat kepada orang-orang yang banyak berdzikir. Perlakuan khusus tersebut, diberikan oleh Allah dan para malaikat, sebagai suatu petunjuk bahwa kegiatan dzikrullah, merupakan suatu ibadah wajib yang memiliki kekhususan tersendiri, dibandingkan dengan ibadah-ibadah yang lain, dan karenanya kepada pelaksanaan ibadah tersebut, akan diberikan berbagai keutamaan.[14]
a. Fadhilah (keutamaan) Dzikir
Di dalam al-Qur’an banyak sekali ayat-ayat yang menyuruh kita untuk berdzikir kepada Allah atau menganjurkan orang supaya berdzikir dan menyatakan tentang keutamaan berdzikir kepada Allah. Demikian pula dengan hadits-hadits Nabi Saw, atsar sahabat dan Tabi’in tentang keutamaan berdzikir kepada Allah.[15]
Diantaranya adalah firman Allah QS. al-Ahzab: 41-42:
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#râè0ø$# ©!$# #[ø.Ï #ZÏVx. çnqßsÎm7yur Zotõ3ç/ ¸xϹr&ur
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (dengan menyebut nama Allah), dzikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya pada waktu pagi dan petang”.
Dalam QS. ar-Ra’d: 28 Allah juga berfirman:
tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä ûÈõuKôÜs?ur Oßgç/qè=è% Ìø.ÉÎ/ «!$# 3 wr& Ìò2ÉÎ/ «!$# ûÈõyJôÜs? Ü>qè=à)ø9$#
Artinya: ”orang-orang yang beriman hatinya menjadi tentram karena mengingat Allah, ketahuilah hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tentram.”[16]
Dzikrullah adalah amalan yang sangat tinggi nilainya dan sangat mulia dalam pandangan Allah. Dzikrullah juga menjadi pembeda antara orang yang dikasihi oleh Allah dan orang yang dibenci-Nya. Sebagaimana dikisahkan bahwa : “Nabi Musa As, bertanya : “Ya Allah bagaimana cara mengetahui perbedaan antara kekasih-Mu dengan kebencian-Mu?. Jawab Allah : ” Hai Musa bagi kekasih-Ku ada dua tanda bukti, yaitu:
1) Mudah berdzikir kepada-Ku, sehingga akupun dzikir kepadanya di alam malakut langit – bumi.
2) Terpelihara dari segala yang haram dan kemarahan-Ku, sehingga ia selamat dari siksa dan marah-Ku.
Demikian pula bagi kebencian-Ku ada tanda bukti, yaitu:
1) mudah lupa dzikir kepada-Ku
2) Mudah menuruti nafsu, sehingga terjerumus kedalam kancah kemungkaran dan haram, akhirnya mereka disiksa.
Syaikh al-Faqih Abul Laits as-Samarqandi dalam kuliahnya mengatakan: “Dzikir kepada Allah adalah amal ibadah yang paling unggul, setiap ibadah di tentukan kapasitasnya (kadarnya) dan waktunya, bahkan terkadang ada yang dilarang jika tidak menepati waktunya atau melebihi ketentuan yang berlaku, tetapi dzikir kepada Allah, tiada ketentuan batas waktunya dan berapa jumlahnya.[17] Sebagaimana firman Allah dalam al-Qur’an surat al-Ahzab ayat 41.
Betapa mulianya bila seorang mampu selalu mengingat Allah dalam dzikirnya. Orang yang berdzikir akan diingat Allah , bahkan dalam diri Allah itu sendiri, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits qudsi, bahwa Rasulullah Saw bersabda, Allah berfirman,
عن ابى هريرة رضى الله عنه قال: قال رسو ل الله صلعم: يقول الله تعالى: انا عند ظن عبدي بن وانا معه إذاذكرنى. فإن ذكرنى فى نفسه ذكرته فى نفسى. وان ذكرنى فى ملاء ذكرته فىملاء خير منهم. وان تقرب إلى شبرا تقربت إليه ذراعا. وان تقرب إلى ذراعا تقربت إليه باعا وإن اتا نى يمشى اتيته هرولة (رواه أحمد والبخارى ومسلم والترمذي)
“Aku (Allah) bersama prasangka hamba-Ku kepada-Ku, dan bersama jika mengingat-Ku ,kalau ia mengingat-Ku dalam jiwanya, maka Aku akan ingat dia dalam diri-Ku.” (HR. Syaikhani dan Tirmidzi dari Abi Hurairah)[18].
Dzikir adalah cara mengingat Allah yang sebaik-baiknya. Allah akan ingat kepada orang yang ingat kepada-Nya, mengingat Allah dalam keadaan apa saja, saat berdiri, duduk, berjalan dan lain-lain. Apabila kita mengingat Allah ditengah kerumunan orang ramai, maka Allah akan mengingat kita di dalam kerumunan yang lebih baik dari mereka.
Sebuah hadits menyebutkan bahwa tanda-tanda mencintai Allah Swt adalah mencintai dzikirullah, Abu Darda ra. Berkata, “Barang siapa lidahnya senantiasa basah karena dzikir kepada Allah, ia akan masuk syurga dengan tersenyum”. Dari Abu Darda Rasulullah Saw bersabda,”
عن ابى الذرداء رضى الله عنه قال: قال رسو ل الله صلعم : الا انبئكم بخير اعمالكم وازكاها عندمليككم وار فعهافى درجاتكم وخير لكم من إنفاق الذهب والورق وخير لكم من ان تلقوا عدوكم فتضربوا اعنا قهم ويضربوا اعناقكم ؟ قالوا : بلى. قال : ذكر الله (أخرجه أحمد والترمذى وابن ماجه)
“Maukah kamu aku beritahu tentang amal yang baik, paling mulia dan paling suci disisi Allah, dan paling tinggi derajatnya, lebih berharga dari menginfakkan emas dan perak, dan bila bertemu musuh maka kalian akan memenggal lehernya,” para sahabat bertanya, “apa itu ya Rasulullah?”, dzikir kepada Allah.” (Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah)[19]
Setiap muslim tentu mengetahui, betapa utamanya berdzikir itu dan betapa besar manfaatnya, dzikir merupakan pekerjaan yang mulia dan sangat bermanfaat, sebagai sarana untuk mendekatkan diri pada Allah Ta’ala. Para ulama dan shalihin (orang-orang yang saleh) telah menguatkan keutamaan dzikir ini, dengan menyatakan, seorang yang dapat memadukan antara Tafakur hatinya tentang siksa, nikmat, dan kesempurnaan kekuasaan Allah, dengan sikap hati-hati (wara’) dari mendekati sesuatu yang haram dan syubhat serta menerima ketentuan-ketentuan-Nya, dan dzikir kepada Allah, maka sesungguhnya ia mendekati tindakan para wali, para shiddikin, dan Muqarrabin (orang-orang yang dekat dengan Allah).
Imam al-Qusyairi menyatakan, dzikir adalah tanda kekuasaan dan cahaya keterpautan, bukti kehendak dan tanda baik suatu permulaan sekaligus sebagai tanda kesucian keberakhiran. Dan tidak ada suatu keutamaan lain, setelah dzikir.
Segala tindakan dan sikap terpuji adalah kembali kepada dzikir. Karna sumbernya adalah dzikir. Dan suatu aktivitas yang didahului dengan dzikir termasuk perkara yang paling besar. Allah berfirman,
cÎ) no4qn=¢Á9$# 4sS÷Zs? ÇÆtã Ïä!$t±ósxÿø9$# Ìs3ZßJø9$#ur 3 ãø.Ï%s!ur «!$# çt9ò2r& 3 ª!$#ur ÞOn=÷èt $tB tbqãèoYóÁs?
Artinya: “sesungguhnya shalat itu dapat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar, dan sesungguhnya mengingat Allah adalah lebih besar (keutamaannya daripada ibadah-ibadah yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. al-Ankabut [29] : 45)[20].
Pertama, sesungguhnya dzikir kepada Allah lebih besar dari segala sesuatu, dzikir adalah taat yang paling utama. Arti taat disini adalah menegakkan dzikir kepada-Nya, sedang dzikir adalah ketaatan dan daya ketaatan itu sendiri. Kedua, sesungguhnya jika kamu sekalian, kaum muslimin, ingat kepada-Nya, maka Allahpun akan ingat kepadamu, sedangkan dzikir Allah kepadamu lebih besar daripada dzikir kamu kepada-Nya. Ketiga, sesungguhnya dzikir kepada Allah adalah lebih besar daripada tetapnya Fakhsya dan kemungkaran. Bahkan jika dzikir dibaca secara sempurna, ia akan dapat menghilangkan segala kesalahan dan maksyiat. Ke-empat, sesungguhnya amal saleh, bila ingin diterima oleh Allah, harus diakhiri dengan dzikir, jika tidak diakhiri dengan dzikir dan pujian maka amal itu akan sia-sia belaka.
Dengan demikian, manakala seseorang berdzikir kepada Allah, dengan tasbih, tahlil, takbir atau berdzikir dalam keadaan sholat, berdo’a, membaca al-Qur’an atau dalam segala aktivitas hidupnya, maka Allah juga akan ingat kepadanya dengan dzikir yang lebih besar daripada dzikir yang mereka lakukan kepada Allah. Allah pun akan membanggakan itu kepada para malaikat, maka turunlah hidayah rahmat, dan maghfirah kepada sang dzakir. Ia akan diberi keistimewaan sepanjang hidupnya dan menjadi orang pilihan hingga pada hari kiamat.
Menurut Ibnul Qayyim, bahwa dzikir adalah ibadah paling mudah, namun paling agung dan utama, karena gerakan lisan adalah gerakan anggota tubuh yang paling ringan dan mudah. Selain itu, dzikrullah merupakan amal yang paling dapat menyelamatkan manusia dari siksa Allah . Sebagaimana sabda Rasulullah SAW, yang diriwayatkan Ibn Abi Syaybah dan Thabrani dengan isnad hasan:
عن معاذبن جبل قال: قال رسول الله صلعم: ماعمل ادمي عملا انجى له من عذاب القبر من ذكر الله (أخرجه أحمد)
“Tidak ada amal yang dapat dilakukan oleh anak adam (manusia) untuk menyelamatkannya dari siksa kubur, kecuali berdzikir kepada Allah.”
Dan dengan dzikir pula, hati dapat menjadi mengkilap, menjadi bersih dari segala kotoran.
إن لكل شيئ صفا لة وان صفالة القلوب ذكرالله
“Sesungguhnya bagi tiap-tiap segala sesuatu ada pengkilap (sikat/pembersihnya). Dan sesungguhnya pengkilap/pembersih kalbu adalah dzikrullah...”
Hati manusia dapat berkarat- kata Ibnul Qayyim-karena dua hal, yaitu : lalai dan dosa. Dan cara membersihkannya pun dengan dua hal pula, yakni : dengan istighfar dan dzikir.[21]
b. Manfaat Dzikir
Ibn ’Atha’illah as-Sakandari, guru ketiga dari tarekat as-Sadziliyyah (w. 709 H/1350 M) menyebutkan ada 63 manfaat dzikir. Berikut kami kutip manfaat dzikir yang berhubungan dengan kesehatan mental :
1) Menghilangkan segala kerisauan dan kegelisahan serta mendatangkan kegembiraan dan kesenangan.
2) Mendatangkan wibawa dan ketenangan bagi pelaku-nya
3) Mengilhamkan kebenaran dan sikap istiqomah dalam setiap urusan
4) Mendatangkan sesuatu yang paling mulia dan paling agung yang dengan itu kalbu manusia menjadi hidup seperti hidupnya tanaman karena hujan. Dzikir adalah makanan rohani sebagaimana nutrisi bagi tubuh manusia, dzikir juga merupakan perangkat yang membuat kalbu bersih dari karat yang berupa lalai dan mengikuti hawa nafsu.
5) Dzikir juga menjadi penyebab turunnya sakinah (ketenangan), penyebab adanya naungan para malaikat, penyebab turunnya mereka atas seorang hamba, serta penyebab datangnya limpahan rahmat, dan itulah nikmat yang paling besar bagi seorang hamba.
6) Menghalangi lisan seorang hamba melakukan ghibah, berkata dusta, dan melakukan perbuatan buruk lainnya.
7) Orang yang berdzikir akan membuat teman duduknya tentram dan bahagia.
8) Orang yang berdzikir akan diteguhkan kalbunya, dikuatkan tekadnya, dijauhkan dari kesedihan, dari kesalahan, dari setan dan tentaranya. Selain itu kalbunya akan didekatkan pada akhirat dan dijauhkan dari dunia.
9) Apabila kelalaian merupakan penyakit, dzikir merupakan obat baginya. Ada ungkapan: Jika kami sakit, kami berobat dengan dzikir. Namun kadangkala kami lalai, hingga iapun kambuh lagi.
10) Memudahkan pelaksanaan amal saleh, mempermudah urusan yang pelik, membuka pintu yang terkunci, serta meringankan kesulitan.
11) Memberi rasa aman kepada mereka yang takut sekaligus menjauhkan bencana.
12) Dzikir menghilangkan rasa dahaga disaat kematian tiba sekaligus memberi rasa aman dari segala kecemasan.[22]
Dzikir merupakan salah satu bentuk ibadah mahluk kepada Allah SWT, dengan cara mengingat-Nya melalui ucapan (pujian /doa) dan perbuatan (shalat / amal saleh). Salah satu manfaat dzikir kata Habib Huda (habib sekedar nama) seorang ahli metafisik (claivouryant) adalah untuk menarik energi positif[23] / energi dzikir yang bertebaran di udara agar energi dzikir dapat masuk dan tersirkulasi ke seluruh bagian tubuh pelaku dzikir (dzakir). Manfaat utama energi dzikir pada tubuh adalah sebagai pendingin (AC) guna menjaga keseimbangan suhu tubuh, agar tercipta “suasana kejiwaan yang tenang, damai dan terkendali, bermoral (ber ahlakul karimah)”. Kondisi kejiwaan / psikis yang demikian akan menentukan “kwalitas ruh” mahluk, dimana ruh adalah penentu pertanggung-jawaban mahluk dihadapan Allah SWT.
Salah satu manfaat paham ilmu agama adalah untuk mendapatkan energi dzikir dari udara dengan tingkat kepadatan molekul energi yang terpadat / terbesar. Salah satu manfaat beriman ( yakin dan percaya) adalah untuk memadatkan Energi Dzikir yang kedalam tubuh. Salah satu manfaat taqwa (bersedia menjalankan perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya) adalah untuk mengikat Energi Dzikir agar tidak mudah hilang / menguap.
Lebih lanjut Habib mengatakan bahwa bacaan dzikir merupakan kunci pintu masuknya energi dzikir kedalam tubuh. Salah satu manfaat ikhlas adalah untuk memperlancar jalan masuknya energi dzikir kedalam tubuh (pelumas). Salah satu manfaat sabar adalah untuk memperbesar daya tampung tubuh pelaku dzikir terhadap energi dzikir yang masuk. Salah satu manfaat khusyuk (konsentrasi) adalah untuk mempercepat proses masuknya energi dzikir kedalam tubuh (pemompa). Salah satu manfaat taubat adalah untuk mengeluarkan energi negatif dan energi kotor dari dalam tubuh pelaku dzikir. Hal-hal tersebut di atas terjadi dengan sendirinya (otomatis), jadi dimohon agar jangan “meniatkan” berdzikir untuk mendapatkan energi dzikir.
Energi dzikir yang besar pada diri pelaku dzikir akan membentuk medan magnet positif / daya tarik positif, yang bermanfaat untuk menarik mahluk Allah yang lainnya untuk berpikiran positif dan berbuat positif terhadap Si pelaku dzikir (dzakir) tersebut. Jadi, jika ibadah / dzikir kita sudah benar menurut Allah (al-Qur’an) dan Rasul-Nya (sunnah) maka nasib / keadaan hidup kita di dunia sekarang maupun di akhirat nanti akan selalu bahagia.[24]
Dzikir sebagai Suluk
Salah satu bagian terpenting dalam tarekat, yang hampir selalu kelihatan dikerjakan, ialah dzikir (wiridan). Dalam dunia tarekat mengingat Allah (dzikir) itu dibantu dengan bermacam-macam ucapan, yang menyebut Asma Allah atau sifat-Nya, atau kata-kata yang mengingatkan mereka kepada Allah.
Pada keyakinan golongan-golongan tarekat tiap-tiap manusia tidak terlepas dari empat perkara. Pertama manusia itu kedatangan nikmat, kedua kedatangan bala, ketiga berbuat ta’at dan ke-empat berbuat dosa. Selama manusia itu mempunyai nafsu yang turun naik, pastilah ia mengerjakan salah satu pekerjaan dari empat macam tersebut, maka dengan alasan – alasan itulah golongan tarekat mempertahankan dzikir, tidak saja dzikir dengan mengingat Allah dalam hati tetapi menyebut Allah senantiasa kala dengan lidahnya untuk melatih segala anggotanya, maka selalulah dzikir itu diucapkan dan mengingat Allah itu dikekalkan untuk memperoleh pengaruhnya.[25](memperoleh energi dzikir).
Dzikir memegang peranan penting dalam proses ”Penyucian Jiwa” (tazkiyyat al-nafs)[26]. Akan tetapi kenapa harus dzikir?. Dalam islam, mengucapkan lafadz dzikir yang identik dengan syahadat atau tahlil, merupakan legitimasi, bahwa orang tersebut rela menjadi muslim, sekaligus mukmin, pengucapan ini bukan hanya sekedar dimulut saja, melainkan di resap dalam sanubari dengan meyakini bahwa ”tiada Tuhan selain Allah”
Salah satu cara untuk menjaga konstanitas / keajegan atau bahkan menambah keimanannya itu, menurut kalangan sufi, adalah dengan melanggengkan dzikir (mulazamatu fii al-dzikr), atau terus-menerus menghindarkan diri dari segala sesuatu yang dapat membawa lupa kepada Allah,” mukhalafat fii al-dzikir”. Sebagaimana Nabi Saw bersabda:
جَدِّدُوْا إِيْمَانَكُمْ قَالُوْا: كَيْفَ نُجَدِّدُ اِيْمَا نَنَا قِيْلَ يَا رَسُوْ لُ اللهِ؟ قَالَ: بِكَثْرَةِ لاَإِلَهَ اِلاَّ اللهِ.
”Perbaharuilah iman kamu sekalian, sahabat bertanya: dengan apa memperbaharuhi keimanan kami, Ya Rasulullah? Berkata Nabi ”Dengan memperbanyak (dzikir )”La ilaha Illa Allah ”(al-hadits)
Pengaruh yang ditimbulkan dari berdzikir secara konstan ini, akan mampu mengontrol perilaku seseorang dalam kehidupan sehari-sehari,. Seseorang yang melupakan dzikir atau lupa kepada Allah, kadang-kadang tanpa sadar dapat saja berbuat maksiat. Namun manakala ingat kepada Tuhan kemudian mengucapkan dzikir, kesadaran akan dirinya sebagai hamba Tuhan akan segera muncul kembali.[27]
Fungsi dzikir sebagai alat Tazkiyyah al-Nafs (penyucian jiwa) dalam rangka mengembalikan Potensi Ruhaniyah pada diri manusia yang terhalang atau hilang akibat dari sifat-sifat tercela, dikarenakan selalu mengikuti kehendak nafsu. Al-Ghazali menyebut sifat-sifat tercela yang dimaksud meliputi: hasad (iri hati): haqaq (dengki atau benci); su’dzan (buruk sangka): kibir (sombong): ’ujub (merasa sempurna diri dari orang lain); riya’ (memamerkan kelebihan): suma’ (mencari-cari nama atau kemasyhuran): bukhl (kikir); hubb al-maal (materialistis); takabbur (membanggakan diri): ghadhab (pemarah); ghibah (pengumpat); namimah (bicara di belakang orang/jawa: ngrasani); kidzib (pendusta); khianat (ingkar janji). Sifat-sifat semacam itulah yang sebenarnya mendominasi pemikiran dan tingkah laku seseorang, yang muaranya melakukan berbagai penyimpangan!.[28]
Dzikir merupakan aktivitas religius penting bagi para sufi, untuk mengembangkan diri agar berada sedekat mungkin dengan Allah Swt. Dalam tasawuf (baca: tarekat) tahapan-tahapan (maqamat) para penempuh jalan sufi (salik) harus melewati maqam dzikir untuk mencapai ma’rifatullah[29].
[1] In’ammuzahiddin Masyhudi, Nurul Wahyu A, Berdzikir dan Sehat ala Ustad Haryono, Semarang : Syifa Press, 2006, hlm. 7
[2] M. Afif Anshori, Dzikir Demi Kedamaian Jiwa Solusi Tasawuf Atas Manusia Modern, Pustaka Pelajar, Yogyakarta , 2003, hlm, 16
[3] In’amuzzahidin Masyhudi, Nurul Wahyu, Op. cit, hlm, 7- 8
[4] Aboe Bakar Atjeh, Pengantar Ilmu Tarekat Uraian tentang Mistik, Cet ke-IIIX, Ramadhani, Solo, 1996, hlm, 276
[5] M. Afif Anshori, loc.cit.
[6] In’amuzzahidin Masyhudi, Nurul Wahyu, Loc Cit.
[7] Teungku Hasbi Ash-Shiddieqiy, Pedoman Dzikir Dan Doa, Bulan Bintang, Jakarta, Cet ke-llX, 1990, hlm, 36
[8] .Moh Saefullah al-Aziz, Risalah Memahami Ilmu Tasawwuf, Terbit Terang, Surabaya , 1978, hlm, 193-194
[9] Abdul Halim Mahmud, Terapi Dengan Dzikir Mengusir Kegelisahan & Merengkuh Ketenangan Jiwa, Misykat (PT. Mizan Publika), Jakarta, 2004, hlm, 78-79.
[10] Muh Luthfi Ghozali, Percikan Samudra Hikam, jilid 1, ABSHOR, Semarang , 2006, hlm, 183-184
[11] Moh Saefullah al-Aziz, Op.cit, hlm, 194 -195
[12].Maulana Moh. Zakariyya al-Kandahlawi, Fadhilah Amal, Yogyakarta : Ash-Shaaf, 2003, hlm, 357
[13] In’amuzzahidin Masyhudi, Nurul Wahyu, Op.cit, hlm, 17
[14] M. Amin, Aziz, Tirmidzi Abdul Majid, Analisa Zikir dan Doa, Jakarta, Pinbuk Press, 2004, hlm. 19-21.
[15] Moh. Saefullah, al-‘Aziz, Op.cit, hlm. 180
[16] Departemen Agama, Yayasan Penyelenggara Penterjemah al-Qur’an, PT. Tanjung Mas Inti, Semarang , 1992, hlm, 674 dan 373.
[17] Moh. Saefullah, al-‘Aziz, Op. cit, hlm. 186-187
[18] Ibid., hlm. 184
[19] Maulana Moh. Zakariyya al-Kandahlawi, Op cit, hlm, 374
[20] Departemen Agama, Op cit, hlm, 635
[21] In’ammuzahiddin Masyhudi, Nurul Wahyu A, op.cit, hlm; 17-21
[22] Ibid., hlm. 22-26.
[23] Energi Positif adalah salah satu energi alam yang bersifat dingin karena dipengaruhi oleh suhu dingin atmosfir. Sedangkan Energi Alam (dibawah atmosfir) merupakan bagian dari udara. Energi Alam berwujud butiran-butiran / partikel-partikel udara yang sangat halus dan tidak nampak oleh mata telanjang. Energi Alam berasal dari hasil reaksi pembakaran sari makanan pada tumbuhan yaitu oksigen. Ada dua jenis Energi Alam, yaitu Energi Alam Positif (Energi Positif), sebagaimana telah dijelaskan diatas, dan Energi Alam Negatif (Energi Negatif), yaitu Energi Alam yang bersifat panas karena dipengaruhi oleh suhu panas uap bumi dan suhu panas dari sinar matahari. Satu Energi Positif sebanding dengan satu Energi Negatif. Keduanya saling tarik dan saling mengalahkan.
[24] Habib Huda, Wacana Waroeng Psikologi, Candi Penataran Selatan 8B Kalipancur, Semarang , 2004.
[25] Aboe Bakar Atjeh, op.cit, hlm, 278-279
[26] Mensucikan jiwa adalah tujuan utama yang ingin dicapai agama diatas dunia ini. Kesucian jiwa merupakan kesempurnaan manusia dan keluhuran rohani, maka, hanya dengan jiwa yang suci yang akan mampu menghantarkan pada martabat manusia sempurna.(Abdul Halim Mahmud, 2004).
[27] M. Afif Anshori, Op.cit, hlm. 32-33
[28] Ibid., hlm. 34-35
[29] In’amuzzahiddin Masyhudi, Nurul Wahyu Arvitasari, Op.cit., hlm. 11
Tidak ada komentar:
Posting Komentar