Selasa, 12 Juni 2012

Apakah Iman Konsensus Sosial

Dalam beragama yang substansial doktrinnya adalah iman kepada Tuhan Yang Maha Esa, Pencipta Alam Semesta, Dzat Yang Maha Pemberi Kasih dan Sayang. Sehingga orang (masyarakat) beriman harus terefleksi dalam kehidupannya sehari-hari. Dalam Islam terdapat ajaran : “Berakhlaklah dengan akhlak Tuhan”, berarti Tuhan menghendaki hambanya untuk senantiasa berperilaku sebagaimana Tuhan telah memperlakukan hambanya. Jika Tuhan maha pemberi kasih dan sayang, maka hambanya harus dapat memberikan kasih dan sayang terhadap sesama dan para makhluk lainnya. Dengan demikian, orang (masyarakat) beriman dapat menjadikan dirinya rasa aman dan dapat juga menjadikan rasa aman terhadap orang (pihak) lain.

IMAN DAN AMAL
Dalam Kitab Suci dapat diketahui secara pasti, bahwa ternyata tidak cukup seseorang disebut beriman hanya dia “percaya atas adanya Allah”, Tuhan pencipta alam semesta. Akan tetapi dirangkaikan dengan amal salih. Hal ini menunjukkan, bahwa dalam iman tidak cukup hanya orang menyatakan mempercayai atau membenarkan atau mempercayai benar atas adanya ke-Esa-an Tuhan, namun harus disertai dengan adanya amal salih. Dengan adanya iman dan amal saleh itu, orang akan mendapatkan imbalan (balasan) karunia dari Allah, baik di dunia maupun di akhirat. Sebagai konsekuensi dari iman kepada Allah tersebut, maka orang sepenuhnya harus hanya bersandar kepada-Nya, berpandangan positif kepada-Nya, menaruh kepercayaan kepada-Nya, bertawakkal kepada-Nya, Dia-lah tempat menggantungkan harapan, dan satu-satunya tempat bergantung. Jika orang telah demikian, maka tidak terjadi rasa takut dan rasa khawatir (QS. Al-An’am: 82). Sebagaimana juga ditegaskan : “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: Tuhan kami adalah Allah, kemudian mereka meneguhkan pendiriannya, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu”. (QS. Fussilat: 30).
Berdasarkan jaminan Tuhan tersebut, maka jika orang benar-benar beriman, tentunya ia diliputi oleh rasa aman, tanpa pernah khawatir dan takut dalam hidup. Sikap ini akan berdampak luas dalam kehidupan. Seperti, akan menjadi penuh rasa percaya diri bagi seseorang. Percaya diri dalam psikologi, merupakan pangkal kesehatan jiwa dan juga membuat penampilan seseorang menjadi simpatik, toleran, bersahabat dan damai, serta tidak mudah merasa tersinggung atau berprasangka buruk.

KONSENSUS SOSIAL
Iman harus dipahami secara dinamis, sebagaimana dunia berciri dinamis. Membangun duniawi sebagai aktualitas religious orang beriman, sebagai proses untuk mendapatkan kebahagiaan ukhrawi. Iman, dalam hal ini harus berhubungan dengan fakta, berpijak pada realitas sosial, situasi yang dialami bersama.
Dalam kehidupan bersama yang menjadi keinginan fundamental bagi masyarakat adalah kedamaian. Pembangunan dapat dilaksanakan jika masyarakat dalam suasana damai. Suasana damai mendorong untuk terciptanya keamanan dan ketenangan. Dengan demikian, iman yang berpijak pada realitas sosial dapat mendorong terciptanya keamanan (suasana menjadi aman) dan ketenangan. Untuk mencapai hal yang demikian itu, diperlukan adanya keadilan, keterbukaan, demokrasi, supremasi hukum, dan pengakuan terhadap adanya pluralitas masyarakat.
Dari hal-hal tersebut, dapat dipahami bahwa iman itu dalam tinjauan manusiawinya, merupakan suatu bentuk mendasar pengertian manusia atas dirinya sendiri dan citra kreatif tentang diri sendiri itu, dan dari itu pula manusia akan memperoleh keutuhan dirinya. Dan yang lebih penting lagi, dengan iman manusia meningkatkan nilai individualitasnya melalui penajaman rasa tanggungjawab pribadi dan peningkatannya, yang kemudian dapat mewujudkan tugasnya memikul beban suci kehidupan bersama dalam jalinan cinta kasih (silaturahmi) antara sesamanya. Rasa tanggungjawab pribadi yang melandasi kesadaran sosial yang mendalam itulah nilai luhur sejarah manusia sebagai khalifah Allah di bumi.



Sumber Bacaan :
1. Al-Qur’an al-Karim
2. Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban
3. Robert H. Thouless, An Introduction to the Psychology of Religion
4. Hasan Muhammad al-Syarqawi, Nahws ‘Ilm al-Nafs al-Islami
5. J.B. banawiratama, SJ., (ed.), Aspek-aspek Teologi Sosial.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar