Hampir semua penulis sejarah Islam mencatat bahwa Syeikh Hamzah Fansuri dan muridnya Syeikh Syamsuddin Sumatrani adalah termasuk tokoh sufi yang sefaham dengan al-Hallaj, faham hulul, ittihad, mahabbah dan lain-lain adalah seirama. Syeikh Hamzah Fansuri diakui salah seorang pujangga Islam yang sangat populer di zamannya, sehingga kini namanya menghiasi lembaran-lembaran sejarah kesusasteraan Melayu dan Indonesia, namanya tercatat sebagai tokoh kaliber besar dalam perkembangan Islam di Nusantara dari abadnya hingga ke abad kini.
Dalam blog ini, saya akan menjelaskan sedikit tentang biografi dan karya Syekh Hamzah Fansuri :
1. Biografi Syeikh Hamzah Fansuri
Syeikh Hamzah Fansuri adalah seorang cendekiawan, ulama tasawuf, dan budayawan terkemuka yang diperkirakan hidup antara pertengahan abad ke-16 sampai awal abad ke-17. Nama gelar atau takhallus yang tercantum di belakang nama kecilnya memperlihatkan bahwa pendekar puisi dan ilmu suluk ini berasal dari Fansur, sebutan orang-orang Arab terhadap Barus, sekarang sebuah kota kecil di pantai barat Sumatra yang terletak antara kota Sibolga dan Singkel sampai abad ke-16 kota ini merupakan pelabuhan dagang penting yang dikunjungi para saudagar dan musafir dari negeri-negeri jauh.
Sayang sekali bukti-bukti tertulis yang dinyatakan kapan sebenarnya Syeikh Hamzah Fansuri lahir dan wafat, di mana dilahirkan dan di mana pula jasadnya dibaringkan dan di tanam, tak dijumpai sampai sekarang.[1] Dari syair dan dari namanya sendiri sudah sekian lama berdominasi di Fansur, dekat Singkel, sehingga mereka dan turunan mereka pantas digelari Fansur. Konon saudara Hamzah Fansuri bernama Ali Fansuri, ayah dari Abdur Rauf Singkel Fansuri. Pada ahli cenderung memahami dari syair bahwa Hamzah Fansuri lahir di tanah Syahmawi, tapi tidak ada kesepakatan mereka dalam mengidentifikasikan tanah Syahmawi itu, ada petunjuk tanah Aceh sendiri ada yang menunjuk tanah Siam, dan bahkan ada sarjana yang menunjuk negeri Persia sebagai tanah yang di Aceh oleh nama Syamawi.[2]
2.Karya-karyanya
Syair-syair Syeikh Hamzah Fansuri terkumpul dalam buku-buku yang terkenal, dalam kesusasteraan Melayu / Indonesia tercatat buku-buku syairnya antara lain :
a. Syair burung pingai
b. Syair dagang
c. Syair pungguk
d. Syair sidang faqir
e. Syair ikan tongkol
f. Syair perahu
Karangan-karangan Syeikh Hamzah Fansuri yang berbentuk kitab ilmiah antara lain :
a. Asfarul ‘arifin fi bayaani ‘ilmis suluki wa tauhid
b. Syarbul ‘asyiqiin
c. Al-Muhtadi
d. Ruba’i Hamzah al-Fansuri
Karya-karya Syeikh Hamzah Fansuri baik yang berbentuk syair maupun berbentuk prosa banyak menarik perhatian para sarjana baik sarjana barat atau orientalis barat maupun sarjana setempat, yang banyak membicarakan tentang Syeikh Hamzah Fansuri antara lain Prof. Syed Muhammad Naquib dengan beberapa judul bukunya mengenai tokoh sufi ini, tidak ketinggalan seumpama Prof. A. Teeuw juga r.O Winstedt yang diakuinya bahwa Syeikh Hamzah Fansuri mempunyai semangat yang luar biasa yang tidak terdapat pada orang lainnya. Dua orang yaitu J. Doorenbos dan Syed Muhammad Naquib al-Attas mempelajari biografi Syeikh Hamzah Fansuri secara mendalam untuk mendapatkan Ph.D masing-masing di Universitas Leiden dan Universitas London. Karya Prof. Muhammad Naquib tentang Syeikh Hamzah Fansuri antaranya:
- The Misticim of Hamzah Fansuri (disertat 1966), Universitas of
- Raniri and The Wujudiyah, IMBRAS, 1966
-New Light on Life of Hamzah Fansuri, IMBRAS, 1967
-The Origin of Malay Shair, Dewan Bahasa dan Pustaka, 1968[3]
-The Origin of Malay Shair, Dewan Bahasa dan Pustaka, 1968[3]
Di bidang keilmuan Syeikh telah mempelajari penulisan risalah tasawuf atau keagamaan yang demikian sistematis dan bersifat ilmiah. Sebelum karya-karya Syeikh muncul, masyarakat muslim Melayu mempelajari masalah-masalah agama, tasawuf dan sastra melalui kitab-kitab yang ditulis di dalam bahasa Arab atau Persia. Di bidang sastra Syeikh mempelopori pula penulisan puisi-puisi filosofis dan mistis bercorak Islam, kedalaman kandungan puisi-puisinya sukar ditandingi oleh penyair lan yang sezaman ataupun sesudahnya. Penulis-penulis Melayu abad ke-17 dan 18 kebanyakan berada di bawah bayang-bayang kegeniusan dan kepiawaian Syeikh Hamzah Fansuri. Di bidang kesusastraan pula Syeikh Hamzah Fansuri adalah orang pertama yang memperkenalkan syair, puisi empat baris dengan skema sajak akhir a-a-a-a syair sebagai suatu bentuk pengucapan sastra seperti halnya pantung sangat populer dan digemari oleh para penulis sampai pada abad ke-20.
Di bidang kebahasaan pula sumbangan Syeikh Hamzah Fansuri sukar untuk dapat di ingkari apabila kita mau berjujur. Pertama, sebagai penulis pertama kitab keilmuan di dalam bahasa Melayu, Syeikh Hamzah Fansuri telah berhasil mengangkat naik martabat bahasa Melayu dari sekedar lingua Franca menjadi suatu bahasa intelektual dan ekspresi keilmuan yang canggih dan modern. Dengan demikian keduudkan bahasa Melayu di bidang penyebaran ilmu dan persuratan menjadi sangat penting dan mengungguli bahasa-bahasa Nusantara yang lain, termasuk bahasa Jawa yang sebelumnya telah jauh lebih berkembang. Kedua, jika kita membaca syair-syair dan risalah-risalah tasawuf Syeikh Hamzah Fansuri, akan tampak betapa besarnya jasa Syeikh Hamzah Fansuri dalam proses Islamisasi bahasa Melayu dan Islamisasi bahasa adalah sama dengan Islamisasi pemikiran dan kebudayaan.
Di bidang filsafat, ilmu tafsir dan telaah sastra Syeikh Hamzah Fansuri telah pula mempelopori penerapan metode takwil atau hermeneutika keruhanian, kepiawaian Syeikh Hamzah Fansuri di bidang hermeneutika terlihat di dalam Asrar al-‘arifin (rahasia ahli makrifat), sebuah risalah tasawuf klasik paling berbobot yang pernah dihasilkan oleh ahli tasawuf nusantara, disitu Syeikh Hamzah Fansuri memberi tafsir dan takwil atas puisinya sendiri, dengan analisis yang tajam dan dengan landasan pengetahuan yang luas mencakup metafisika, teologi, logika, epistemologi dan estetika. Asrar bukan saja merupakan salah satu risalah tasawuf paling orisinal yang pernah ditulis di dalam bahasa Melayu, tetapi juga merupakan kitab keagamaan klasik yang paling jernih dan cemerlang bahasanya dengan memberi takwil terhadap syair-syairnya sendiri Syeikh Hamzah Fansuri berhasil menyusun sebuah risalah tasawuf yang dalam isinya dan luas cakrawala permasalahannya.[4]
Secara cermat istilah dan konsep kunci semacam itu, serta istilah dan konsep dalam bahasa Melayu dan melakukan perbandingan dengan istilah-istilah yang sama dengan bahasa Arab, Yunani, Persia, dan Sansekerta dalam karya-karya Syeikh Hamzah Fansuri dan tokoh-tokoh lain yang serupa, dan periodisasi proses islamisasi dan intensifikasi pandangan dunia Islam di kalangan masyarakat Melayu Indonesia melalui metafisika tasawuf, guna membumikan solusinya tersebut. Al-Attas menyediakan landasan teoritis dan langkah praktis.
Beliau juga seorang ulama pertama yang membawa Aceh atau Asia Tenggara ke faham wahdatul wujud (kesatuan wujud) yang berasal dari Ibnu Arabi. Syeikh Hamzah Fansuri sering menunjukkan Tasybih (kemiripan0 antara Tuhan dengan alam ciptaan-Nya, tetapi ia tidak lupa menunjukkan tanzih perbedaan esensial, antara keduanya. Oleh karena itu tidaklah tepat paham wahdatul wujud Syeikh Hamzah Fansuri ini divonis sesat atau divonis sebagai paham pantheisme, seperti yang dipahami sebagian ahli atau ulama’. Karya Syeikh Hamzah Fansuri merupakan awal kelahiran literatur Islam dalam bahasa Melayu. Selain itu ia tercatat sebagai orang pertama kali memperkenalkan puisi dalam bentuk syair ke dalam sastra Melayu.
Sebagai seorang tasawuf Syeikh Hamzah Fansuri pernah memperlihatkan dalam karya-karyanya bahwa Syeikh Hamzah Fansuri mempunyai hubungan dengan tasawuf yang berkembang di India pada abad ke-16 dan 17. Syeikh Hamzah Fansuri langsung mengaitkan dirinya dengan ajaran para sufi Arab dan Persia sebelum abad ke-16. Bayazid dan al-Hallaj merupakan tokoh idola Syeikh Hamzah Fansuri di dalam cinta dan ma’rifat, dipihak lain Syeikh Hamzah Fansuri sering mengutip pernyataan dan syair-syair Ibnu Arabi serta “Iraqi” untuk menopang pemikiran kesufiannya. Hubungan Syeikh Hamzah Fansuri dengan para penulis jarang sekali memperoleh perhatian para sarjana tasawuf di Indonesia, padahal selain Ibnu Arabi pemikir sufi yang banyak memberi warna Syeikh Hamzah Fansuri adalah Fakhruddin Iraqi, seringnya Syeikh Hamzah Fansuri menyebut dan mengutip lama’at-lama’at karya Iraqi, memperlihatkan adanya perhatian istimewa antara pandangannya dengan Iraqi.[5]
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Hadi, W.M., Hauzah Fansuri, Risalah Tasawuf dan Puisi-Puisinya, Bandung , 1995.
Narun Nasution, dkk., Ensiklopedi Islam Indonesia, IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta , 1992.
Hawash Abdullah, Perkembangan Ilmu Tasawuf dan Tokoh-Tokohnya di Nusantara, Pontianak , 1930.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar