Pembahasan tentang konsep ketuhanan
merupakan pembahasan pokok dan inti dalam setiap agama, sedangkan
persoalan-persoalan lain dibicarakan kemudian. Karena pengakuan seseorang
terhadap agama tertentu selalu didasari oleh keyakinan dan penerimaan atas
kebenaran Tuhan agama yang dianutnya itu. Seseorang akan sangat sulit dapat
menerima suatu agama apapun apabila ia tidak atau belum bisa menerima konsep
ketuhanannya.
Gagasan tentang Tuhan
Yang Esa yang disebut dengan nama Allah, sudah dikenal oleh bangsa Arab kuno.
Nama “Allah” telah dikenal dan dipakai sebelum Al-Qur’an diwahyukan, kata itu
tidak khusus hanya bagi Islam saja, melainkan ia juga merupakan nama yang oleh
umat Kristen yang berbahasa Arab dari gereja-gereja timur, digunakan untuk
memanggil Tuhan[1].
Dalam pemahaman orang
Indonesia yang beragama Islam dan Kristen (Katholik maupun Protestan), Tuhan
biasa dipanggil dengan sebutan “Allah”. Kata ini berasal dari rumpun bahasa
Arab, yaitu dari kata “al” (yang sama artinya dengan “the” dalam bahasa
Inggris) dan kata “ilah” (Tuhan). Secara Harfiyah Allah berarti Tuhan Yang
Satu. Kata Tuhan kemudian dimaknai sebagai Tuhan Yang Maha Esa, yang dengan
baik menunjukkan kepercayaan monoteisme, yang percaya pada satu Tuhan. Umat
Islam memegang teguh ungkapan itu. Bagi orang Kristen (Katholik maupun
Protestan) istilah tersebut dapat diterima dengan baik, karena sesungguhnya
orang Kristen mengakui adanya satu Tuhan. Hal yang sama terjadi juga dalam
agama Hindu, walau ada banyak nama yang diberikan, namun nama-nama yang banyak
itu lebih berkaitan dengan sifat-sifat yang dimiliki oleh Yang Mutlak itu
sendiri, yang kesemuanya tidak lain adalah Yang Maha Esa[2].
Demikianlah,
agama-agama umumnya sepakat dengan keesaan Tuhan, oleh karena itu, penetapan
sila ketuhanan Yang Maha Esa menjadi sila pertama dalam dasar negara, yaitu
Pancasila, dapat diterima oleh semua agama yang ada di Indonesia.
Akan tetapi, bila ditelusuri
lebih jauh, terdapat perbedaan pemahaman yang sangat mendasar pada setiap agama
tentang Tuhan Yang Maha Esa itu, esa dalam konsep agama Kristen atau Hindu
belum tentu dikatakan esa dalam konsep agama Islam, begitu juga sebaliknya.
Adanya perbedaan dasar mengenai konsep keesaan Tuhan dalam tiga agama ini
dirasa penting untuk diketahui agar seseorang tidak terjerumus dalam
kebimbangan sehingga menganggap semua agama adalah sama, dan berpindah agama
bukanlah sesuatu yang luar biasa. Suatu keharusan bagi setiap orang yang beragama
untuk mengetahui perbedaan-perbedaan itu supaya ia dapat menentukan sikap
tentang konsep keesaan Tuhan manakah yang paling dapat diterima dari
agama-agama tersebut.
Dari beberapa agama yang ada di Indonesia, makalah
ini mencoba menjelaskan konsep keesaan Tuhan dalam tiga agama, yaitu: Kristen,
Hindu dan Islam, serta mengungkap beberapa perbedaannya yang mendasar agar
tidak muncul anggapan bahwa ketiga agama itu pada hakikatnya adalah sama.
Bahwa Tuhan itu esa
adalah pengakuan dari agama Kristen, Hindu, dan Islam. Dalam Perjanjian Baru disebutkan
perkataan Yesus kepada pengikutnya.
"Jawab Yesus:"Hukum yang terutama
ialah: Dengarlah, hai orang
Israel, Tuhan Allah kita, Tuhan itu esa. Kasihi Tuhan, Allahmu
dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan
segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu". (Markus
12:29-30).
Israel, Tuhan Allah kita, Tuhan itu esa. Kasihi Tuhan, Allahmu
dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan
segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu". (Markus
12:29-30).
Dalam Injil Markus juga disebutkan.
“Dia [Allah] itu esa dan bahwa tidak ada yang lain
kecuali Dia”. (Markus 12:32)
Pernyataan
yang sama terdapat dalam kitab suci agama Hindu. Keesaan
Tuhan yang disebut Brahman itu dibuktikan dalam berbagai mantra-mantra
(ayat-ayat), dalam Veda seperti pada Rigveda I.64.46 disebutkan.
“Mereka
menyebutNya dengan Indra, Mitra, Varuna, dan Agni. Beliau yang bersayap
keemasan Garutman. Beliau Esa, orang bijaksana menyebutNya banyak Nama: Indra,
Yama, Marisvan”.
Disebutkan
juga bahwa Tuhan Yang Maha Esa bersabda.
“Orang-orang
yang menyembah Dewa-Dewa dengan penuh keyakinannya
sesungguhnya hanya menyembah-Ku,
tetapi mereka melakukannya dengan cara yang keliru, wahai putera Kunti (Arjuna)”. (Bhagawadgita, IX:23)
Kitab Upanishad : Chandogya
Upanishad Ch. 6 Sec. 2 V. 1 menyatakan bahwa Tuhan hanya ada satu.
Begitu juga pada Rigveda Bk. 1 Hymn 64. V. 46 dinyatakan : “Tuhan itu
Maha Esa, panggillah Dia dengan berbagai nama”.
Sedangkan di dalam Islam Tuhan
Yang Satu itu dijelaskan secara jelas dan tegas dalam surah Al-Ikhlas. Allah
SWT berfirman:
“Katakanlah:
"Dia-lah Allah, yang Maha Esa”.
“Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya
segala sesuatu”.
“Dia tiada beranak dan tidak pula
diperanakkan”.
“Dan tidak ada
seorangpun yang setara dengan Dia”.(Al-Ikhlas:1-4)
Al-Qur’an sangat konsisten dengan
keesaan Tuhan; dan itu tercermin dalam semboyan yang seringkali dikutip orang
yaitu:
“Tiada Tuhan selain Allah”
Semboyan ini telah berulangkali disebut
dalam Al-Qur’an; Tercatat kurang lebih sekitar enam puluh kali dengan kata-kata
yang sedikit berbeda. Bahkan dalam kalimat pendeknya telah diulang sekitar dua
kali[3]:
“Allah
menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah),
yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga
menyatakan yang demikian itu). tak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak
disembah), yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.(Ali Imran:18)
Berikut ini adalah ayat-ayat yang memuat
kandungan semboyan tersebut di atas, dengan kata-kata yang sedikit berbeda:
“Sesungguhnya
mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka: "Laa ilaaha illallah"
(Tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah) mereka menyombongkan diri”.(As-Shaaffat:35)
“Dan
Tuhanmu adalah Tuhan yang Maha Esa; tidak ada Tuhan melainkan Dia yang Maha
Pemurah lagi Maha Penyayang”.(Al-Baqarah:163)
"Bahwa
tidak ada Tuhan selain Engkau.."(Al-Anbiya:87)
“Bahwasanya
tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku”.(An-Nahl:2)
“Sekali-kali
tidak ada Tuhan selain dari Tuhan yang Esa”.(Al-Maidah: 73)
“Sekali-kali
tidak ada Tuhan bagimu selain dari-Nya”. (Al-A’raf:65)
“Dan
sekali-kali tidak ada Tuhan (yang lain) beserta-Nya”.(Al-Mu’minun:91)
“Sesungguhnya
Allah Tuhan yang Maha Esa”.(An-Nisa:171)
“Tuhan
kamu itu adalah Tuhan yang Esa". (Al-Kahfi:110)
“Sesungguhnya Tuhanmu hanyalah Allah, yang tidak
ada Tuhan selain Dia".(Thaha: 98)
" Katakanlah: "Sesungguhnya
Dia adalah Tuhan yang Maha Esa ".(Al-An’am:19)
“Dan
Tuhanmu adalah Tuhan yang Maha Esa; tidak ada Tuhan melainkan Dia yang Maha
Pemurah lagi Maha Penyayang”.(Al-Baqarah:163)
“Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar
Esa”.(As-Shaaffat:4)
PENJELASAN KONSEP KEESAAN TUHAN DALAM
AGAMA KRISTEN
Tritunggal
Inti iman kepercayaan
umat Kristen adalah misteri Tritunggal
yang tidak mudah dimengerti – kepercayaan bahwa Allah itu tiga pribadi yang
adalah satu – Allah Bapa, Allah Putra, dan Allah Roh Kudus.
Sebellius (meninggal
pada tahun 215) mengajarkan bahwa Tuhan Allah adalah Esa, Bapa, Anak dan Roh
Kudus adalah modalitas atau cara menampakkan diri Tuhan Allah Yang Esa itu.
Semula, yaitu di dalam P.L Tuhan Allah menampakkan diri-Nya di dalam wajah atau
modus Bapa, yaitu sebagai pencipta dan pemberi hukum. Sesudah itu Tuhan Allah
menampakkan dirinya di dalam wajah Anak, yaitu sebagai juru Selamat yang
melepaskan umatNya, yang dimulai dari kelahiran Kristus. Hingga kenaikanNya ke
Sorga. Akhirnya Tuhan Allah sejak hari pentekusta menampakkan diriNya di dalam
wajah Roh Kudus, yaitu sebagai Yang Menghidupkan. Jadi ketiga sebutan tadi
adalah suatu urut-urutan penampakan Tuhan di dalam sejarah[4].
Sedangkan menurut
Oregenes (meninggal pada tahun 254), Tuhan Allah adalah satu atau Esa, sebagai
lawan dari segala yang banyak. Tuhan ini menjadi sebab segala sesuatu yang
berada. Dengan perantaraan Logos atau Firman, Tuhan Allah , yang Roh adanya
itu, berhubungan dengan dunia benda. Logos ini berdiri sendiri sebagai suatu
zat, yang memiliki kesadaran ilahi dan asas-asas duniawi. Ia adalah gambaran
Allah yang sempurna. Sejak kekal ia dilahirkan dari Allah. Karena kekuasaan
kehendak ilahi, ia terus-menerus dilahirkan dari zat ilahi. Ia memiliki tabiat
yang sama dengan Allah, oleh karena itu dapat dikatakan bahwa Ia satu dengan
Allah, akan tetapi sebagai yang keluar dari Allah Bapa, Ia lebih rendah
daripada Allah Bapa. Ia adalah pangkat pertama dari perpindahan dari “Yang Esa”
kepada “Yang Banyak”, atau pangkat kedua di dalam zat Allah.
Aktivitas Logos atau
Anak ini juga lebih rendah dibanding
dengan aktivitas Bapa. Ia adalah pelaksana kehendak Allah Bapa, yang
melaksanakan instruksi Allah Bapa, sebagai umpamanya: penjadian.
Roh Kudus dianggapnya
juga sebagai zat yang ada pada Allah, yaitu pangkat ketiga di dalam zat Allah
itu. Roh Kudus ini adanya karena Anak hubungannya dengan Anak sama dengan
hubungan Anak dengan Bapa. Bidang kerjanya juga lebih sempit dibanding dengan
bidan kerja Anak. Bapa adalah asas beradanya segala sesuatu, sedang Roh Kudus
adalah asas penyucian segala sesuatu.
Jadi ketritunggalan
Allah dipandang sebagai berpangkat-pangkat. Oleh karena itu ajaran ini disebut Subordinasianisme.
Di sini, perbedaan diantara Bapa, Anak, dan Roh Kudus dipertahankan, akan
tetapi kesatuannya ditiadakan[5].
Karena muncul masalah
dalam pembicaraan tiga pribadi dalam konteks monoteistik maka beberapa umat
Kristen modern telah berbicara tentang tiga pikiran, jiwa atau kekuatan yang
semuanya adalah bagian dari Allah yang sama dan berada dalam keadaan harmonis:
Allah Bapa mengasihi Allah putra dengan Roh Kudus sebagai kekuatan yang
mempersatukan mereka. Umat Kristen lain berpendapat bahwa akan lebih mudah
dengan mengatakan bahwa Allah mempunyai tiga peran: Allah dalam diri-Nya
sendiri adalah Bapa, Putra, dan Roh Kudus[6].
Dengan demikian, konsep
keesaan Tuhan dalam agama Kristen belum jelas dan masih diperdebatkan di antara
umat Kristiani sendiri.
PENJELASAN KONSEP KEESAAN TUHAN DALAM
AGAMA HINDU
Brahman
Tidaklah mudah untuk memberikan
penjelasan tentang Tuhan karena keterbatasan akal manusia, hal itu menunjukkan
begitu kecilnya manusia dihadapanNya. Meski begitu manusia tetaplah membaktikan
dirinya dihadapanNya sebagamana tertuang dalam sabda suci Rg veda X.129.6
yaitu:
“Sesungguhnya siapakah yang mengenalNya.
Siapa pula yang dapat mengatakan kapan penciptaan itu. Dan kapan pula
diciptakan alam semesta ini, diciptakan dewa-dewa. Siapakah yang mengetahui
kapan kejadian itu?”
Sabda suci yang serupa juga terungkap dalam
Bhagavadgita X.2 yang artinya:
“Baik para dewa maupun resi agung tidak
mengenal asal mulaKu. Sebab dalam segala hal, Aku adalah sumber para dewa dan
resi agung”
[7].
Teologi
dalam terminologi agama Hindu disebut Brahma Vidya yaitu pengetahuan
tentang Brahma (Tuhan). Kesadaran para resi dan tokoh agama Hindu akan
keterbatasan bahasa definisi Tuhan, menimbulkan adagium atau term yang
menyatakan bahwa Tuhan itu Neti, Neti, Neti (bukan ini, bukan ini, bukan
ini). Karena dalam Brahmasutra dinyatakan bahwa Tuhan itu, “Tad avyaktam,
aha hi” (sesungguhnya Tuhan tidak terkatakan)[8].
Dalam
keyakinan agama Hindu, Brahman atau Tuhan hanyalah satu, esa, tidak ada duanya,
namun karena kebesaran dan kemuliaanNya, para resi dan orang-orang yang bijak
menyebutnya dengan beragam nama.
Kitab
Veda juga membicarakan wujud Brahman. Di dalamnya menjelaskan bahwa Brahman
sebenarnya adalah energi, cahaya, sinar yang sangat cemerlang dan sulit sekali
diketahui wujudnya. Dengan kata lain Abstrak, Kekal, Abadi, atau dalam
terminologi Hindu disebut Nirguna atau Nirkara Brahman (Impersonal
God) artinya Tuhan tidak berpribadi dan Transenden.
Meski
Brahman tidak terjangkau pemikiran manusia atau tidak berwujud, namun jikalau
Brahman menghendaki dirinya terlihat dan terwujud, hal itu sangat mudah
dilakukan. Brahman yang berwujud disebut Saguna atau Sakara Brahman (personal
God), Tuhan yang berpribadi atau immanent.
Kedua konsep Tuhan yang impersonal dan personal
tersebut di atas dapatlah ditemukan dalam mantra Bhagavadgita IV.6,7,8 dan
Bhagavadgita XII,1 dan 3 dengan sebutan sebagai berikut[9].
1. Paranaamam; Tuhan Maha Tinggi dan Abstrak, Kekal Abadi tidak
berpribadi impersonal, nirkara (tak berwujud), nirguna (tanpa sifat guna) dan Brahman.
Tuhan atau
Brahman dalam bentuk yang abstrak tersebut di Bali disebut Sang Hyang Suung, Sang
Hyang Embang, Sang Hyang Sunya. Karena tidak berbentuk, sulit dibayangkan dan dipikirkan (acintya, Bali).
2. Vyuhanaama; Tuhan berbaring pada ular di lautan susu.
Gambaran Tuhan seperti ini hanya bisa dilihat oleh para dewa. Di Bali
penjelasan seperti itu disebut Hana Tan Hana (Ada tidak Ada), artinya Tuhan itu
diyakini ada, namun tidak bisa dilihat.
3. Vibhawanaama; Tuhan dalam bentuk ini disebut Avatara (turun
menyebrang). Tuhan. Ia juga biasa disebut Saguna atau Sakara Brahman (personal god). Visualisasinyapun dapat:
- Tumbuhan/binatang (Unanthropomorphes): tumbuhan Soma, Ikan, Kura-kura, Babi
Hutan, Garuda.
- Setengah Manusia-binatang (semi-antropomorphes): Hayagrva yaitu manusia berkepala kuda,
Natrasimha yaitu manusia berkepala singa.
- Bentuk manusia dengan segala kelebihannya (anthro-pomorphes) seperti Vamana, Sri Raama, Kresna, Bhagawan
Sri Sathya Narayana.
4. Antaraatmanama; Tuhan meresapi segalanya dalam bentuk atma atau
zat ketuhanan. Segalanya adalah Brahman (monisme).
5. Archananaama; Tuhan yang terwujudkan
dalam bentuk archa atau pertima (replika mini) seperti patung dalam berbagai
bahan dan wujud.
Dari uraian di atas bisa disimpulkan
bahwa ketuhanan dalam agama Hindu adalah perpaduan dari monoteisme transenden,
monoteisme imanen, dan monisme. Sekali lagi, ditegaskan dalam agama Hindu
apapun wujud dan rupanya Tuhan diyakini hanya satu (esa).
Brahman menurut Veda juga tidak berjenis
kelamin dan berusia. Dengan kata lain jenis kelamin dan usia segalanya ada pada
diri Tuhan (Artharvaveda.X.8.27: Rgveda VIII.58.2). Hal tersebut logis menurut
Vedanta, karena Tuhan adalah segalanya dalam kaitannya konsep monisme. Dengan
begitu Tuhan menurut Veda adalah seorang Anak, seorang Ibu, Bapa, Nenek, Datuk,
Kekasih dan sekaligus adalah gabungan itu semua, atau bukan semua hal seperti
itu[10].
Kedudukan Tuhan dan
Sifat Tuhan
Dalam Veda diungkapkan bahwa Tuhan
ada di mana-mana, Maha Ada. Tuhan ada dalam dekat hati, dalam diri kita,
sehingga muncul istilah mahavakya: Aham Brama Asmi: Aku adalah Tuhan. Tuhan
juga ada pada diri anda, atau dalam mahavakya: Tat Tvam Asi (itu kamu adalah
Tuhan). Dalam Rgveda, X.82-3: Yajur dan Atharvaved, II,1.3 disebutkan[11].
“Bapak
kami, pencipta kami, penguasa kami, Yang mengetahui semua tempat, segala yang
ada. Dialah satu-satunya, memakai nama dewa yang berbeda-beda, Dialah yang
dicari oleh semua mahkluk dengan renungan”.
Di
dalam Rgveda, X.186.2, dinyatakan selain sebagai Bapak, Penguasa, dan Pencipta,
juga sebagai Kawan dan Saudara.
“Ya Tuhan, Engkau Bapa
Kami, Saudara kami, dan Kawan kami”.
Adapun
sifat Tuhan dalam Veda dan sastra-sastra Hinduistis sangatlah banyak sekali,
namun disini disebutkan diantaranya adalah:
Anima
(maha halus), Lghina (maha ringan), Mahima (maha ajaib dan
besar), Prapti (maha cepat mencapai tujuan), Nirguna (tanpa sifat
guna), Nirkara (tak berwujud), Nirvisesa (tanpa ciri), Akarta
(tak terwakili), Achintya (tak terpikirkan), Nirupadhi (tak
terbatas), Niskalo (tak terbagi), Nirjano (tak terlahirkan).
Dewa
Telah maklum bahwa dalam agama Hindu
terdapat banyak dewa. Namun dewa-dewa itu sebenarnya adalah manifestasi
sinarnya Tuhan dalam fungsi tertentu. Matahari bersinar karena dijiwai, diberi
spirit oleh Tuhan.
Dewa-dewa itu adalah nama Tuhan dalam
berbagai multi fungsi dan dimensi kebesaran dan kemuliaannya[12].
Kekuasaan
dan fungsi Tuhan yang sedemikian tinggi dan luas dan dalam, maka Tuhan
memanifestasikan diri (bersinar) dalam wujud dewa-dewa. Bisa dikatakan
dewa-dewa itu adalah ciptaan Tuhan meski seakan-akan terpisah dari Tuhan,
padahal sesungguhnya dewa-dewa itu bagian integral dari kebesaran dan kecemerlangan
sinar Tuhan sebagaimana terungkap dalam Rigveda[13].
“Tuhan Yang Maha Esa,
Engkau adalah guru agung, penuh kebijaksanaan, menganugerahkan karunia kepada
mereka yang bersinar cemerlang, semoga para pencari pengetahuan spiritual,
mengetahui rahasia 33 dewa.”
Selanjutnya ke 33 dewa tersebut
dibedakan menurut tempat dan tugasnya masing-masing seperti tertuang dalam Rigveda.I.
139.11 yang berbunyi:
“Wahai para dewa (33
dewa): 11 di sorga, 11 di bumi, 11 berada di langit, semoga engkau bersuka cita
dengan persembahan suci ini.”
Dalam
Satapatha Brahmana, XIV.5 disebutkan:
“Sesungguhnya Ia mengatakan: adalah
kekuatan yang agung dan dasyat sebanyak 33 dewa. Siapakah dewata itu? Mereka
adalah delapan wasu, 11 Rudra, 12 aditya. Jumlah seluruhnya 31, (kemudian
ditambah) Indra dan Prajaapati, seluruhnya menjadi 33 dewata.”
Delapan Vasu tersebut adalah:
1. Anala: (agni; dewa api)
2. Dhavaa (dewa bumi)
3. Anila atau Vayu (dewa
angin)
4. Prabhasa atau dyaus
(dewa langit)
5. Pratyusa atau surya (dewa
matahari)
6. Aha atau savitr (dewa
antariksa)
7. Candraa atau somma
(dewa bulan)
8. Druva atau Druha (dewa
konstelasi planet)
Adapun kesebelas dewa lainnya, Rudra
(ekadasarudra) diyakini sebagai dewa Siwa dalam bentuk murti atau marah (kodra)
yang menguasai 11 penjuru di alam raya. Meski jumlah dewa itu banyak namun
tugas utama tetap dipegang oleh trimurti yang sebelumnya mengalami perubahan
istilah yaitu:
1. Dewa Agni diganti dan disamakan
dengan dewa Brahma yang berfungsi
sebagai pencipta.
2. Dewa Indra dan Bayu diganti dan
disamakan dengan Dewa Wisnu. Di dalam Veda, Wisnu adalah nama lain dari dewa Surya. Wisnu
sebagai dewa pemelihara.
3. Dewa surya diganti dan disamakan
dengan dewa siwa, berfungsi sebagai dewa pelebur, melebur kembali segala
sesuatu yang sudah tidak berfungsi lagi.
PENJELASAN KONSEP
KEESAAN TUHAN DALAM AGAMA ISLAM
Konsep keesaan Tuhan dalam Islam disebut
dengan istilah tauhid. Hakekat Tauhid adalah menafikan sekutu
bagi Allah SWT pada zat, sifat, ibadah, dan perbuatan[14].
Dalam Al-Qur’an, dalam berbagai ayatnya
ketauhidan digambarkan dalam kesatuan perintah dan kesatuan arah (ketauhidan
dalam ajaran dan ketauhidan dalam tujuan hidup) selain juga kesatuan
penyembahan dan kesatuan ketaatan (ketauhidan dalam hal ibadah dan ketauhidan
dalam kesalehan). Dan semua kesatuan ini diarahkan hanya kepada satu tujuan
yaitu Tuhan yang satu[15].
Mengenai Tuhan Yang Satu itu, Al-Qur’an
menjelaskan secara jelas dan tegas dalam surah Al-Ikhlas. Allah SWT berfirman:
“Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha
Esa”.
“Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya
segala sesuatu”.
“Dia tiada beranak dan tidak pula
diperanakkan”.
“Dan
tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia”.(Al-Ikhlas:1-4)
Tuhan itu satu Zat-Nya, tak ada sekutu
bagi-Nya, Dia Maha Tunggal, tak ada yang menyamai-Nya. Maha Tinggi, tak ada
lawan-Nya. Maha sendiri, tak ada yang sepadan dengan-Nya. Dia Satu. Qadim, tak
ada awal-Nya. Azali, tak ada permulaan-Nya. Dia terus ada, tak berakhir. Abadi,
tak berkesudahan. Dia mengatur makhluk-Nya, tak berhenti. Kekal, tak berlalu.
Selalu dan selamanya bersifat agung, tak akan habis, dan tak terpisahkan dengan
berlalunya masa dan habisnya waktu.
“Dialah yang Awal dan yang akhir yang Zhahir
dan yang Bathin; dan Dia Maha mengetahui segala
sesuatu”.(Al-Hadid:3)
Tuhan itu bukan jisim yang
berbentuk, bukan materi yang memiliki batas dan ukuran. Dia tak sama dengan
jisim-jisim, tak dapat diukur, tak bisa dibagi. Dia bukan jauhar
(substansi) dan tak bisa ditempati jauhar, bukan pula ‘aradh (sifat) dan
tak bisa ditempati ‘aradh. Dia tak sama dengan maujud (being) dan
tak bisa disamai maujud.
“...
tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia”.(As-Syuura:11)
Pun Dia tak menyerupai sesuatu. Dia tak
dibatasi ukuran, tak dilingkupi daerah, dan tak dikelilingi arah, tak juga
diliputi langit dan bumi. Dia bertahta di Arsy sebagaimana yang Dia katakan dan
arti yang dikehendaki-Nya. Tahta yang
suci dari menyentuh, menetapi, menempati, mendiami, dan berpindah. Dia tak
disokong Arsy, sebaliknya Arsy dan yang memikulnya dipandu kelembutan qudrah-Nya,
dan dikuasai dalam genggaman-Nya.
Dia di atas Arsy, langit, dan segala
sesuatu hingga bawah tanah. Keadaan-Nya di atas tak menjadikan-Nya lebih dekat
kepada Arsy dan langit, tak juga menjadikan-Nya lebih jauh dari bumi dan tanah.
Akan tetapi Dia Maha Tinggi daripada Arsy dan langit, Maha Tinggi daripada bumi
dan tanah. Walau begitu, Dia dekat dengan segala maujud, dekat dengan
hamba-hamba-Nya, lebih dekat daripada urat nadi.
“dan
Dia Maha mengetahui segala sesuatu".(Saba:47)
Kedekatan-Nya tak sama dengan dekatnya jisim,
begitu pula Zat-Nya. Dia tak menempati sesuatu, dan tak sesuatupun
menempati-Nya. Maha Tinggi Dia dari ruang lingkup tempat. Maha suci dia dari
batas masa. Dia ada sebelum menciptakan masa dan tempat. Dan Dia saat ini tetap
seperti ada-Nya[16].
Pembagian
Tauhid
Lebih spesifik tentang konsep Tauhid,
Beberapa kalangan dari ulama muslim kemudian membuat pembagian Tauhid.
Ada tiga pokok pembagian Tauhid: 1. Tauhid
Rububiyyah. 2. Tauhid Uluhiyyah. 3. Tauhid Al-Asma wash Shifat.
- Tauhid
Rububiyyah
Tauhid Rububiyyah
berarti mentauhidkan segala apa yang dilakukan Allah SWT, baik mencipta,
memberi rizki, menghidupkan dan mematikan, dan Dia adalah Raja, Penguasa, dan
Yang Mengatur segala sesuatu[17].
- Tauhid
Uluhiyyah
Tauhid Uluhiyyah
disebut juga Tauhiidul ‘Ibaadah yang berarti mentauhidkan Allah SWT
melalui segala pekerjaan hamba, yang dengan cara itu mereka dapat mendekatkan
diri kepada Allah, apabila hal itu disyariatkan oleh-Nya, seperti berdoa, khauf
(takut), raja’ (harap), mahabbah (cinta), dzabh (penyembelihan),
bernadzar, isti’anah (meminta pertolongan), istighatsah (meminta
pertolongan di saat sulit), isti’adzah (meminta perlindungan), dan
segala apa yang disyariatkan dan diperintahkan Allah SWT dengan tidak
menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Semua ibadah ini dan lainnya harus
dilakukan hanya karena Allah semata dan ikhlas karena-Nya, dan ibadah tersebut
tidak boleh dipalingkan kepada selain Allah.
Sungguh, Allah tidak
akan ridha jika dipersekutukan dengan sesuatu apapun. Apabila ibadah tersebut
dipalingkan kepada selain Allah, maka pelakunya jatuh kepada Syirkun Akbar
(Syirik yang besar) dan tidak diampuni dosanya[18].
- Tauhid
Al- Asma wash Shifat
Ahlussunnah menetapkan
apa-apa yang Allah SWT dan Rasu-Nya telah tetapkan atas Diri-Nya, baik itu dengan
nama-nama maupun sifat-sifat Allah SWT, dan mensucikan-Nya dari segala aib dan
kekurangan, sebagaimana hal tersebut telah disucikan oleh Allah SWT dan
Rasul-Nya SAW[19].
PERBEDAAN DASAR
KONSEP KEESAAN TUHAN ANTARA AGAMA ISLAM,
KRISTEN, DAN HINDU
Islam dengan tegas menolak kepercayaan
Kristen bahwa Tuhan itu tiga pribadi dalam satu hakekat (Tritunggal), apapun
penjelasannya. Islam juga sangat menentang keyakinan Hindu bahwa Tuhan memanifestasikan dirinya dalam berbagai bentuk
dan rupa makhluk ciptaannya. Dalam konsepsi Islam tentang Tuhan, tidak ada kesetaraan
antara Tuhan dan ciptaan. Tuhan tidak menjelma sebagai siapapun atau apapun. Al-Qur’an dengan tegas dan lugas mengatakan bahwa: tiada Tuhan selain Allah.
Konsep tauhid dalam Al-Qur’an tidak pernah menyatakan bahwa Tuhan Pencipta itu
adalah Tuhan dari segala tuhan.
Pada Rigveda Bk. 2 Hymn 1 V. 3 disebutkan
nama Tuhan Brahama, artinya: pencipta, bahasa arabnya khaliq. Umat
muslim tidak keberatan kalau Allah dipanggil dengan Khalik atau Brahama.
Tapi kalau orang menyebutkan Brahama itu adalah Tuhan yang berkepala 4 dengan
mahkota, umat muslim sangat tidak setuju.
Begitu juga pada Rigveda Bk. 2 Hymn 1 V. 3 disebutkan nama Tuhan Vishnu,
artinya: pemelihara alam, yang memberi rizki. Bahasa arabnya adalah “Rabb”.
Orang muslim tidak keberatan Allah disebut Rabb atau Vishnu. Yang
jadi masalah adalah Vishnu adalah Tuhan yang punya 4 tangan, tiap tangan
memegang cakra, tangan kirinya memegang rumah kerang, menaiki seekor burung
garuda sambil bersandar pada gulungan ular. Umat muslim tidak bisa menerima itu[20].
PENUTUP
Pada dasarnya semua agama mengakui
keesaan Tuhan, namun dalam kenyataannya, pemahaman tentang keesaan Tuhan itu
berbeda, masing-masing agama memiliki konsepnya sendiri tentang ketuhanan, dari
konsep-konsep ketuhanan itu dapat dinilai apakah suatu agama tetap konsisten
dengan keesaan Tuhannya atau tidak.
Jikalau semua agama sama, tidak akan ada orang yg berdakwah untuk agamanya.
Bahkan semua orang tidak akan keberatan untuk berpindah agama kapanpun ia mau.
Tapi kenyataannya tidak mudah bagi seseorang untuk berpindah agama, termasuk
mereka yang sering berteriak menyatakan bahwa semua agama adalah sama. Hanya
mereka yang benar-benar telah menemukan alasan yang kuat secara pribadilah yang
mampu melakukannya.
Mengatakan semua agama sama adalah seperti menanyakan 2+2 = berapa? apakah
2, 3, atau 4? lalu ada orang yg menjawab bahwa semuanya benar. Hal ini tentu
saja tidak benar. Perbedaan itu pasti ada, bahkan tentang keesaan Tuhan yang
sama-sama diakui oleh agama-agama.
Tidak ada paksaan dalam agama, setiap
orang bebas untuk mengimani atau mengingkari konsep ketuhanan yang ditawarkan
agama-agama, atau mengingkari Tuhan secara mutlak, dan kelak dialah yang akan
mempertanggung jawabkan pilihannya di hadapan Tuhan Yang Maha Esa.
DAFTAR PUSTAKA
al-Ghazali,
Muhammad bin Muhammad. 2008. Ihya Ulumuddin, juz 1. Beirut: Daarul Fikr.
Aminan, Wiwin
Siti. 2005. Sejarah,Teologi, dan Etika Agama-Agama. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
at-Tamimi,
Utsman bin Abdul Aziz.1425 H. Fathul hamid fi Syarhittauhid. Makkah
Al-Mukarramah.
Baheshti, Sayyid
Muhammad Husayni. 2002. God in The Qur’an, edisi terjemah oleh: Apep
Wahyudin, Selangkah Menuju Allah: penjelasan Al-Qur’an Tentang Tuhan.
Jakarta: Pustaka Zahra.
Gea,
Antonius Atoshokhi, et. al. 2006. Relasi dengan Tuhan. PT Elex Media
Komputindo.
Hadiwijono,
Harun. 2007. Iman Kristen. Jakarta: Gunung Mulia.
Herlianto.
2005. Siapakah Yang bernama Allah Itu? Jakarta: Gunung Mulia.
Jawas, Yazid bin
Abdul Qadir. 2006. Syarah Aqidah Ahlussunnah wal Jama’ah. Bogor: Pustaka
Imam As-Syafi’i.
Keene,
Michael. 2006. Kristianitas. Jogyakarta: Kanisius.
Mavinkurve, et.
al. 1998. Ilmu Pengetahuan dan Spriritual. Terjemahan I Wayan Maswinara.
Surabaya: Penerbit Paramita.
Pudja, G. 1995. Sama
Veda Samhita: Teks dan Terjemahan. Jakarta: Hanuman Sakti.
[1] Herlianto, Siapakah Yang bernama Allah Itu? (Jakarta: Gunung
Mulia, cet.3, 2005), hlm. 88
[2] Antonius Atoshokhi Gea, Noor Rachmat,
Antonina Panca Yuni Wulandari, Relasi dengan Tuhan (PT Elex Media
Komputindo, 2006), hlm. 46-48
[3] Sayyid
Muhammad Husayni Baheshti, God in The Qur’an, edisi terjemah oleh: Apep
Wahyudin, Selangkah Menuju Allah: penjelasan Al-Qur’an Tentang Tuhan
(Jakarta: Pustaka Zahra, 2002), hlm. 111
[4] Harun Hadiwijono, Iman Kristen (Jakarta: Gunung Mulia,
2007), hlm. 105
[5] Ibid.,
[6] Michael Keene, Kristianitas (Jogyakarta: Kanisius, 2006),
hlm. 44
[7] Wiwin
Siti Aminan, Sejarah,Teologi, dan Etika Agama-Agama. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar,2005), hlm. 93-94
[8] Ibid.,
hlm. 96
[9] Ibid.,
hlm. 100
[10] Ibid.,
hlm. 105
[11] Mavinkurve,
et. al. Ilmu Pengetahuan dan Spriritual. Terjemahan I Wayan Maswinara.
Surabaya: Penerbit Paramita,1998), hlm. 70
[12] www.geocities.com/hinduraditya/115.
diakses tgl 31/01/2012
[13]Pudja,
G. Sama Veda Samhita: Teks dan Terjemahan. Jakarta: Hanuman Sakti,1995),
hlm. 58
[14] Utsman
bin Abdul Aziz at-Tamimi, Fathul hamid fi Syarhittauhid (Makkah
Al-Mukarramah: 1425 H), hlm. 234
[15] Sayyid
Muhammad Husayni Baheshti, God in The Qur’an, hlm. 114
[16] Abu
Hamid, Muhammad bin Muhammad al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, juz 1 (Beirut:
Daarul Fikr, 2008), hlm. 118-119
[17] Yazid
bin Abdul Qadir Jawas, Syarah Aqidah Ahlussunnah wal Jama’ah (Bogor:
Pustaka Imam As-Syafi’i, 2006), hlm.146.
[18] Ibid.,
hlm.152
[19] Ibid.,
hlm.162
[20]
http://www.armhando.com/2011/12/islam-dan-hindu-ternyata-sama.html,
Diakses rabu, 1 feb 2012.
manusia tidak akan pernah mengetahui dan memahami substansi tuhan secara utuh,selama keakuan masih menjadi belenggu bagi dirinya.
BalasHapusBagian berikut perlu diperjelas, karena bagi yg membaca bisa salah arti.
BalasHapus" Dengan begitu Tuhan menurut Veda adalah seorang Anak, seorang Ibu, Bapa, Nenek, Datuk, Kekasih dan sekaligus adalah gabungan itu semua, atau bukan semua hal seperti itu[10]."
karena maksud sebenarnya adalah semua yg ada didunia adalah "ciptaan" nya. Ciptaan bukan kata yg tepat agak sulit dijelaskan, maksudnya seperti atom (meski ada 3 sebenarnya yakni proton, elektron dan neutron). Semua benda/materi di semesta ini disusun oleh atom yg terdiri dari bagian yg sama (proton, elektron dan neutron). Kombinasi dari ke 3 komponen ini menghasilkan atom yg berbeda, dan kemudian kombinasi dari atom ini akan menghasilkan unsur yg berbeda, kombinasi dari unsur ini akan menghasilkan zat yg berbeda da akhirnya menghasilkan benda yg berbeda pula. ada yg cair, padat, gas, yg mati, yg hidup. Yg hiduppun terbagi lagi ada golongan tanaman dan golongan hewan. Golongan hewan terbagi lagi, mulai dari cacing yg sederhana sampai manusia yg bisa berpikir.
Dalam kita hindu posisi tuhan itu sama seperti 3 bagian atom itu, yakni proton, elektron dan neutron. Disini kata ciptaan tidak tetap, karena proton, elektro dan neutron tidak menciptakan hidrogen (misal).. tapi dia menyusun atom hidrogen. Artinya apakah 3 benda itu ada dalam tubuh manusia ? Pasti ada karena memang itu yg membentuk tubuh kita demikian pula mahluk dan benda yg lain.
Apakah tuhan sama dg atom ? Tidak... karena tuhan menyusun 3 elemaen atom itu.
Apakah tuhan sama dg proton, elektron dan neutron ? Tidak karena tuhan menyusun quark yg menyusun 3 elemen (proton, elektron dan neutron)..
Apakah tuhan sama dg quark ? Tidak juga karena tuhan menyusun quark itu... (tunggu pasa ilmuan sampai menemukan apa yg menyusun quark ya...)
Nah disina kemudian hindu bali menyebut kata "Hana Tan Hana" (artinya ada tapi tidak ada). Ada juga yg bilang "kosong tapi berisi, berisi tapi kosong" maksud dari keduanya sama.
Artinya yg menyebut tuhan itu bingung sendiri harus memakai kata apa, menjelaskan dg cara bagaimana, dia ada dalam setiap keberadaan di dunia ini. Dia ada dalam benda mati sekalipun atau benda hidup seperti tubuh seorang Anak, seorang Ibu, Bapa, Nenek, Datuk, Kekasih dan sekaligus adalah gabungan itu semua, atau bukan semua hal seperti it.
Lalu anda akan menyembah benda mati atau benda hidup ? itu sih namanya bodoh. Tapi dari sanalah kemudia muncul istilah "Tat Twam Asi" dalam hindu "aku adalah kamu, kamu adalah aku", dengan kata lain kita semua bersaudara berasal dari asal yg sama dan akan kembali ke tempat yg sama, meski bentuk pisik, jalan kita dan cara kita berbeda. Lalu untuk apa menghujat dan menyakiti satu sama lain, baik itu manusia ataupun yg bukan manusia. Termasuk semutpun tak boleh dikencingi liang yg menjadi rumahnya...
Penyebutan Tuhan oleh berbagai agama, maupun kepercayaan, memang berbeda-beda. Asumsi saya hal itu hanya masalah sudut pandang dari mana manusia menyebut Tuhannya.
BalasHapusContoh: Anda (Simple Idea) umpamanya, akan di panggil AYAH jika anak Anda yang memanggil, akan dipanggil ANAK jika ayah Anda yang memanggil, akan dipanggil KAKEK jika cucu Anda yang memanggil, akan dipanggil SAYANG jika kekasih Anda yang memanggil. Padahal Anda seorang diri.
MEskipun ZATnya adalah SATU tetapi sebutan untuk yang SATU itu bisa berbeda.
Lalu, ungkapan "Ada tapi Tidak ada" maupun "Kosong tapi berisi, berisi tapi kosong", ada lagi "LA Huwa Illa Huwa", asumsi saya hal itu adalah keseluruhan cosmos yang sebenarnya KITA adalah kecil di hadapan TUHAN,
Contoh: Kolong Jembatan Ada karena Ada jembatan. [Kolong jembatan itu ada, tapi tidak ada jika tidak ada jembatan], Manusia Ada karena Ada Tuhan [Manusia itu ada, tapi tidak ada jika tidak ada Tuhan]
Yang dapat kita lakukan sekarang adalah berbuat baik pada sesama manusia karena Tuhanlah yang menciptakan Manusia.