“Teologi merupakan refleksi dari kondisi social-kultur yang bersifat kontekstual, cenderung lebih konkret dan histories dan tidak eternal yang selalu cocok dalam kurun waktu dan sejarah” (Asgar Ali Enginer)
Teologi pembebasan muncul pertama kali di negara amerika latin. Pada masa itu terjadi penindasan serta gerakan repreisif dari penguasa, pemerintahan oligarki memberikan kehidupan yang sengsara kepada rakyat. Keadaan ekonomi, soisial dan politik tidak menciptakan kemakmuran untuk rakyat. Malah menciptakan sistem kapitalisme yang untuk awal dari modernisasi yang tidak seimbang. Sehingga diawali dari industrialisasi dengan menggunakan teori depedensi (ketergantungan, Andre Under Frank dan Fernando H. Cardoso,1948).
Dengan menggunakan pendekatan neomarxis, memandang nasib negara-negara di Dunia Ketiga. Modernisasi di negara-negara Amerika Latin dan negara Dunia Ketiga lainnya justru melahirkan para penguasa mapan, pemilik modal besar, tuan tanah, dan kaum elite yang mengeksploitasi rakyat.
Di bidang keagamaan, terjadi pergeseran pandangan teologis di kalangan Gereja Katolik di seantero Amerika Latin. Disebutkan dalam buku Teologi Pembebasan, selama berabad-abad gereja di Amerika Latin menganut pemahaman teologi Barat (Eropa) yang bersifat transendental dan rasional, yang berkutat dalam upaya memahami Tuhan dan iman secara rasional. Para uskup Amerika Latin menilai, cara berteologi Barat telah menimbulkan kemandekan berpikir, bertindak, dan menjauhkan gereja dari masaah-masalah kongkret. Gereja-gereja penganut teologi Barat, tuding mereka, hanya sibuk mengkhotbahkan ajaran Yesus sejauh menyangkut hidup pribadi, mengimbau orang agar tetap bertahan dan sabar menghadapi penderitaan, menghibur kaum miskin dan tertindas dengan iming-iming surga setelah kematian
Tahun 1971, terbit Teologia de la Liberacion --Teologi Pembebasan-- karya Gustavo Gutierrez, pastor dari Peru itu. Buku ini menguraikan secara jelas gagasan-gagasan dan tindakan-tindakan yang ditempuh para uskup Amerika Latin. Keberpihakan para uskup pada penguasa memberikan kelanggengan dalam betuk penindasan secara institusional, ini merupakan factor dari teologi yang sifatnya elitis, metafisis.
Di dalam Islam sendiri dalam teologi pembebasan kita kenal tokoh Asgar Ali Engineer (India), Farid Isack (afrika selatan), dan ada juga tokoh yang mempunyai spirit dalam teologi transformasi yaitu Hasan Hanafi (Mesir) dan Ziaul Haque (Pakistan).
Namun tokoh yang paling kita kenal dalam teologi pembebasan dalam Asgar Ali Enginer, disamping sebagai pemikir dia juga sebagai aktifis. Dia seorang pemimpin salah satu kelompok Syi'ah Isma'iliyah, Daudi Bohras (Guzare Daudi) yang berpusat di Bombay India. Melalui wewenang keagamaan yang ia miliki, Asghar Ali Engineer berusaha menerapkan gagasan-gagasannya. Untuk itu ia harus menghadapi reaksi generasi tua yang cenderung bersikap konservatif, mempertahankan kemapanan.
Untuk memahami latar belakang keagamaan Asghar Ali Engineer , ada baiknya diketahui sepintas lalu kelompok Daudi Bohras ini. Para pengikut Daudi Bohras dipimpin oleh Imam sebagai pengganti Nabi yang dijuluki Amiru 'l Mukminin. Mereka mengenal 21 orang Imam. Imam mereka yang terakhir Mawlana Abu 'l-Qasim al-Thayyib yang menghilang pada tahun 526 H. Akan tetapi mereka masih percaya bahwa ia masih hidup hingga sekarang. Kepemimpinannya dilanjutkan oleh para Da'i (dari perkataan itu berasal ungkapan Daudi) yang selalu berhubungan dengan Imam terakhir itu. Seorang Da'i harus tampil sebagai pembela umat yang tertindas dan berjuang melawan kezaliman. Asghar Ali adalah seorang Da'i.
Dengan memahami posisi Asghar di atas kita tidak heran mengapa Asghar Ali Engineer sangat vokal dalam menyoroti kezaliman dan penindasan. Ia menganjurkan bukan sekedar merumuskan "teologi transformatif" akan tetapi lebih dari itu. Asghar Ali Engineer menghimbau generasi muda Islam untuk merekonstruksi "teologi radikal transformatif". Ketika gagasan Teologi Pembebasan muncul di kalangan gereja Katolik di Amerika Latin, yang ternyata tidak direstui Vatikan, ia menulis artikel "Teologi Pembebasan dalam Islam". Tulisan-tulisan dalam buku ini sarat dengan analisa filosofikal dan historikal untuk merumuskan "Teologi Pembebasan dalam konteks modern" seperti diinginkan oleh Asghar Ali Engineer. Dalam bukunya Islam and Liberation Theology (1990), ia menjelaskan bahwa teologi pembebasan cenderung lebih konkret dan praktis, titik tekannya ialah realitas social. Sehingga tidak akan tercerabut dari akar kultur-sosial yang terjadi di dalam masyarakat. Teologi pembebasan tidak netral. Artinya mempunyai keberpihakan dalam menentang staus quo, sebagai instrument untuk melepaskan belenggu manusia dari ketertindasan dan kelemahan yang dilakukan oleh penguasa.
Sumber inspirasi dalam teologi pembebasan ialah Al-Qurqn dan Hadis, dimana dalam Al-Quran telah mengajarkan kepada kita tentang persamaan hak antar semua manusia, tidak ada diskriminasi antara satu dengan yang lain. Selain itu harus kita tauladani segala perbuatan nabi SAW. Beliau disamping sebagai rosul juga sebagai aktivis pembebas manusia dalam ketertindasan.
Dalam pandangan Asgar Ali Enginer sejarah Nabi merupakan perubahan social, dimana keadaan social-ekonomi masyarakat arab telah terjadi ketidakadilan oleh penguasa Qurays. Dan cenderung menghegemoni kegiatan ekonomi masyarakat. Menururt Thaha Husein, perjalanan dakwah nabi kalau hanya orirentasinya tentang ke-esaan Tuhan, tanpa memberikan penjelasan tentang pentingnya mendistribusikan sebagian hartanya dan persamaan hak, memerdekakan budak, mensejahterakan orang miskin maka konglomerat Quraisy akan menerima islam.
Selain itu Ali juga memaparkan tauhid dan kufr. Dimana tauhid itu tidak hanya terbatas hanya meng-esakan tuhan, namun harus bisa menciptakan kehidupana di dalam struktur masyarakat tanpa kelas (classles society). Sedangkan kufur ialah "...orang-orang kafir dalam arti yang sesungguhnya adalah orang-orang yang menumpuk kekayaan dan terus membiarkan kezaliman dalam masyarakat serta merintangi upaya-upaya menegakkan keadilan...". oleh karena itu semangat yang diambil ialah semuanya interpretasikan yang dilakukan oleh Asgar Ali Enginer tidak hanya berdimensi teologis, namun juga berdimensi social-ekonomi.
Islam adalah agama yang mempunyai spirit keummatan universal. Tidak ada yang istimewa secara kekuasaan dimata Tuhan, semuanya tergantung kepada penjiwaan serta penerapan Islam secara holistic. Dasar dari islam ialah persaudaraan yang universal (universal brotherhood), kesetaraan (equality) dan keadilan social (social justice). Pertama Islam menekankan kesatuan manusia (unity of mankind) yang ditegaskan dalam Al-quran. “hai manusia ! kami ciptakan kamu laki-laki dan perempuan, kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku saling mengenal”. Kedua Islam menekan pada keadilan di semua aspek kehidupan. Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperang maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah; jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar