Secara gramatical, personality (Inggris) berasal dari bahasa Yunani prosopon atau persona, yang artinya 'topeng' yang biasa dipakai artis dalam theater. Para artis itu bertingkah laku sesuai dengan ekspresi topeng yang dipakainya, seolah-olah topeng itu mewakili ciri kepribadian tertentu. Jadi konsep awal pengertian personality (pada masyarakat awam) adalah tingkah laku yang ditampakkan ke lingkungan sosial- kesan mengenai diri yang diinginkan agar dapat ditangkap oleh lingkungan sosial.[1]
Ada beberapa kata atau istilah yang oleh masyarakat diperlakukan sebagai sinonim kata personality, namun ketika istilah-istilah itu dipakai di dalam teori kepribadian diberi makna berbeda-beda. Istilah yang berdekatan maknanya antara lain :
- Personality (kepribadian); penggambaran perilaku secara deskriptif tanpa memberi nilai (devaluative)
- Character (karakter); penggambaran tingkah laku dengan menonjolkan nilai (benar-salah, baik-buruk) baik secara ekspilit maupun implisit.
- Disposition (watak); karakter yang telah dimiliki dan sampai sekarang belum berubah.
- Temperament (temperament); kepribadian yang berkaitan erat dengan determinan biologic atau fisiologik, disposisi hereditas.
- Traits (sifat); respons yang senada (sama) terhadap kelompok stimuli yang mirip, berlangsung dalam kurun waktu yang (relatif) lama.
- Type-Attribute (ciri): mirip dengan sifat, namun dalam kelompok stimulasi yang lebih terbatas.
- Habit (kebiasaan): respon yang sama cenderung berulang untuk stimulus yang sama pula.
Sampai sekarang, masih belum ada batasan formal personality yang mendapat pengakuan atau kesepakatan luas dilingkungan ahli kepribadian. Masing-masing pakar kepribadian membuat definisi sendiri-sendiri sesuai dengan paradigma yang mereka yakini dan fokus analisis dari teori yang mereka kembangkan. Berikut adalah beberapa contoh definisi kepribadian:
- Kepribadian adalah nilai sebagai stimulus sosial, kemampuan menampilkan diri secara mengesankan (Hilgard & Marquis)
- Kepribadian adalah kehidupan seseorang secara keseluruhan, individual, unik, usaha mencapai tujuan, kemampuannya bertahan dan membuka diri, kemampuan memperoleh pengalaman (Stern)
- Kepribadian adalah organisasi dinamik dalam sistem psikofisiologik seorang yang menentukan model penyesuaiannya yang unik dengan lingkungannya (Allport)
- Kepribadian adalah pola trait-trait yang unik dari seseorang (Guilford)
- Kepribadian adalah seluruh karakteristik seseorang atau sifat umum banyak orang yang mengakibatkan pola yang menetap dalam merespon suatu situasi (Pervin)
- Kepribadian adalah seperangkat karakteristik dan kecenderungan yang stabil, yang menentukan keumuman dan perbedaan tingkah laku psikologik (berpikir, merasa, dan gerakan) dari seseorang dalam waktu yang panjang dan tidak dapat dipahami secara sederhana sebagai hasil dari tekanan sosial dan tekanan biologic saat itu (Mandy atau Burt)
- Kepribadian adalah suatu lembaga yang mengatur organ tubuh, yang sejak lahir sampai mati tidak pernah berhenti terlibat dalam pengubahan kegiatan fungsional (Murray)
- Kepribadian adalah pola khas dari fikiran, perasaan, dan tingkah laku yang membedakan orang satu dengan yang lain dan tidak berubah lintas waktu dan situasi (Phares)
- Kepribadian bersifat umum; Kepribadian menunjuk kepada sifat umum seseorang-fikiran, kegiatan, dan perasaan- yang berpengaruh terhadap keseluruhan tingkah lakunya.
- Kepribadian bersifat khas: Kepribadian dipakai untuk menjelaskan sifat individu yang membedakan dia dengan orang lain, semacam tanda tangan atau sidik jari psikologik, bagaimana individu berbeda dengan yang lain.
- Kepribadian berjangka lama: Kepribadian dipakai untuk menggambarkan sifat individu yang awet, tidak mudah berubah sepanjang hayat. Kalaku terjadi perubahan biasanya bersifat bertahap atau akibat merespon suatu kejadian yang luar biasa.
- Kepribadian bersifat kesatuan: Kepribadian dipakai untuk memandang diri sebagai unit tunggal, struktur atau organisasi internal hipotetik yang membentuk suatu kesatuan.
- Kepribadian bisa berfungsi baik atau buruk: Kepribadian adalah cara bagaimana orang berada di dunia. Apakah dia tampil dalam tampilan yang baik, kepribadiannya sehat dan kuat? Atau tampil sebagai burung yang lumpuh? Yang berarti kepribadiannya menyimpang atau lemah? Ciri kepribadian sering dipakai untuk menjelaskan bagaimana dan mengapa orang senang dan mengapa susah, berhasil atau gagal, berfungsi penuh atau berfungsi sekedarnya.
Beberapa teori dalam psikologi kepribadian
1) Psikoanalisis Klasik (SIGMUD FREUD 1856-1939)
Struktur Kepribadian
Menurut Freud, kehidupan jiwa memiliki tiga tingkat kesadaran, yakni sadar (Conscious), pra sadar (Preconscious), dan tidak sadar (Unconscious). Alam sadar adalah apa yang anda sadari pada saat tertentu, penginderaan langsung, ingatan, persepsi, pemikiran, fantasy, perasaan yang anda miliki. Terkait erat dengan alam sadar ini adalah apa yang dinamakan Freud dengan alam pra sadar, yaitu apa yang kita sebut dengan saat ini dengan 'kenangan yang sudah tersedia' (available memory), yaitu segala sesuatu yang dengan mudah dapat di panggil ke alam sadar, kenangan-kenangan yang walakupun tidak anda ingat waktu berpikir, tapi dapat mudah dengan mudah dipanggil lagi. Adapun bagian terbesar adalah alam bawah sadar (Unconscious mind). Bagian ini mencakup segala sesuatu yang sangat sulit dibawa ke alam bawah sadar, seperti nafsu dan insting kita serta segala sesuatu yang masuk ke situ karena kita tidak mampu menjangkaunya, seperti kenangan atau emosi-emosi yang terkait dengan trauma.[3]
Id (Is [Latin], atau es [Jerman]) Id adalah kepribadian yang dibawa sejak lahir. Dari Id ini akan muncul ego dan super-ego. Saat dilahirkan, Id berisi semua aspek psikologis yang diturunkan, seperti insting, impuls dan drive. Id berada dan beroperasi dalam daerah unconscious, mewakili subyektifitas yang tidak pernah disadari sepanjang usia. Id berhubungan erat dengan proses fisik untuk mendapatkan enerji psikis yang digunakan untuk mengoperasikan sistem dari struktur kepribadian lainnya.
Id beroperasi berdasarkan prinsip kenikmatan (pleasure principle), yaitu : berusaha memperoleh kenikmatan dan menghindari rasa sakit. Bagi Id, kenikmatan adalah keadaan yang relatif inaktif atau tingkat energi yang rendah, dan rasa sakit adalah tegangan atau peningkatan energi yang mendambakan kepuasan. pleasure principle diproses dengan du acara, tindak refleks (refllex actions) dan proses primer (primary process). Tindak refleks adalah reaksi otomatis yang dibawa sejak lahir seperti mengejabkan mata-dipakai untuk menangani kepuasan rangsang sederhana dan biasanya dapat segera dilakukan. Proses primer adalah reaksi membayangkan/ mengkhayal sesuatu yang dapat mengurangi atau menghilangkan tegangan-dipakai untuk menangani stimulus kompleks, seperti bayi yang lapar membayangkan makanan atau punting ibunya.
Id hanya mampu membayangkan sesuatu, tanpa mampu membedakan khayalan itu dengan kenyataan yang benar-benar memuaskan kebutuhan. Id tidak mampu membedakan yang benar dan yang salah, tidak tahu moral. Jadi harus dikembangkan jalan memperoleh khayalan itu secara nyata, yang memberikan kepuasan tanpa menimbulkan ketegangan baru khususnya masalah moral. Alasan ini lah yang kemudian membuat Id memunculkan ego.
The Ego (Das Ich [Jerman]), ego berkembang dari Id agar orang mampu menangani realitas; sehingga ego beroperasi mengikuti prinsip realita (reality principle); usaha memperoleh kepuasan yang dituntut Id dengan mencegah terjadinya tegangan baru atau menunda kenikmatan sampai ditemukan obyek yang nyata-nyata dapat memuaskan kebutuhan.
Ego adalah eksekutif (pelaksana) dari kepribadian, yang memiliki dua tugas utama; pertama, memilih stimulasi mana yang hendak direspon dan atau insting mana yang akan dipuaskan sesuai dengan prioritas kebutuhan. Kedua, menentukan kapan dan bagaimana kebutuhan itu dipuaskan sesuai dengan tersedianya peluang yang resikonya minimal. Dengan kata lain, ego sebagai eksekutif kepribadian berusaha memenuhi kebutuhan Id sekaligus juga memenuhi kebutuhan moral dan kebutuhan perkembangan-mencapai-kesempurnaan dari superego. Ego sesungguhnya bekerja untuk memuaskan Id, karena itu ego yang tidak memiliki enerji sendiri untuk akan memperoleh enerji dari Id.
The Superego (Das Ueber Ich[Jerman]), adalah kekuatan moral dan etik dari kepribadian, yang beroperasi memakai prinsip idealistic (idealistic principle) sebagai lawan dari prinsip kepuasan Id dan prinsip realistik dari ego. Superego berkembang dari ego, dan seperti ego dia tidak mempunyai enerji sendiri. Sama dengan ego, superego beroperasi di tiga daerah kesadaran. Namun berbeda dengan ego, dia tidak mempunyai kontak dengan dunia luar (sama dengan Id) sehingga kebutuhan kesempurnaan yang dijangkaunya tidak realistik (Id tidak realistik dalam memperjuangkan kenikmatan).
Prinsip idealistic mempunyai dua subprinsip, yakni conscience dan ego-ideal. Superego pada hakekatnya merupakan elemen yang mewakili nilai-nilai orang tua atau interpretasi orang tua menangani standart sosial, yang diajarkan kepada anak melalui berbagai larangan dan perintah. Apapun tingkah laku yang dilarang, dianggap salah, dan dihukum oleh orang tua, akan diterima menjadi suara hati (conscience), yang berisi apa saja yang tidak boleh dilakukan. Apapun yang disetujui, dihadiahi dan dipuji orang tua akan diterima menjadi standar kesempurnaan atau ego idea, yang berisi apa saja yang seharusnya dilakukan. Proses pengembangan konsensia dan ego ideal, yang berarti menerima standar salah dan benar itu disebut introyeksi (introjection). Sesudah menjadi introyeksi, kontrol pribadi akan mengganti kontrol orang tua.
Superego bersifat nonrasional dalam menuntut kesempurnaan, menghukum dengan kesalahan ego, baik yang telah dilakukan maupun baru dalam fikiran. Paling tidak ada 3 fungsi dari superego; (1) mendorong ego menggantikan tujuan-tujuan realistik dengan tujuan-tujuan moralistic, (2) memerintah impuls Id, terutama impuls seksual dan agresif yang bertentangan dengan standart nilai masyarakat, dan (3) mengejar kesempurnaan.[4]
Perkembangan Kepribadian
Freud adalah teoritis pertama yang memusatkan perhatiannya kepada kepribadian, dan menekankan pentingnya peran masa bayi dan awal-awal dalam pembetukan karakter seseorang. Freud yakin dasar kepribadian sudah terbentuk pada usia 5 tahun, dan perkembangan kepribadian sesudah usia 5 tahun sebagian besar hanya merupakan elaborasi dari struktur dasar tadi. Tehnik psikoanalisis mengeksplorasi jiwa pasien antara lain dengan mengembalikan mereka ke pengalaman masa kanak-kanak.
Freud membagi perkembangan kepribadian menjadi tiga tahapan, yakni tahap infantile (0-5 tahun), tahap laten (5-12 tahun), dan tahap genital (>12 tahun). Tahap infantile yang paling menentukan dalam pembentukan kepribadian, terbagi dalam tiga fase, yakni fase oral, fase anal, fase falis. Perkembangan kepribadian ditentukan terutama oleh perkembangan seks, yang terkait dengan perkembangan biologis, sehingga tahap ini disebut juga tahap seksual infantile. Perkembangan insting seks berarti perubahan katektis seks, dan perkembangan biologis menyiapkan bagian tubuh untuk dipilih menjadi pusat kepuasan seksual. Pemberian nama fase-fase perkembangan infantile sesuai dengan bagian tubuh-daerah arogan-yang menjadi kateksis seksual pada fase itu. Tahap perkembangan psikoseksual itu adalah :[5]
Þ Fase Oral berlangsung dari usia 0 sampai 18 bulan. Titik kenikmatan terletak pada mulut, dimana aktifitas yang paling utama adalah menghisap dan menggigit.
Þ Tahap Anal yang berlangsung dari usia 18 bulan sampai 3-4 tahun. Titik kenikmatan di tahap ini adalah anus. Memegang dan melepaskan sesuatu adalah aktifitas yang paling dinikmati.
Þ Tahap Phallic berlangsung antara usia 3 sampai 5, 6 atau 7 tahun. Titik kenikmatan di tahap ini adalah alat kelamin, sementara aktivitas paling nikmatnya adalah masturbasi.
Þ Tahap Laten berlangsung dari usia 5, 6, atau 7 sampai usia pubertas ( sekitar 12 tahun ). Dalam tahap ini, Freud yakin bahwa rangsangan-rangsangan seksual ditekan sedemikian rupa demi proses belajar
Þ Tahap Genital dimulai pada saat usia pubertas, ketika dorongan seksual sangat jelas terlihat pada diri remaja, khususnya yang tertuju pada kenikmatan hubungan seksual. Mastrubasi, seks, oral, homo seksual dan kecenderungan-kecenderungan seksual yang kita anggap biasa saat ini, tidak dianggap Freud sebagai seksualitas yang normal.
2) Psikologi Individual (ALFRED ADLER 1870-1937)
Struktur Kepribadian
Manusia adalah mahluk sosial. Bahwa manusia merupakan suatu keseluruhan yang tidak dapat terbagi-bagi, tampaknya sudah jelas bagi kita. Hal ini merupakan arti pertama dari ucapan "manusia adalah mahluk individual ". Mahluk individual berarti mahluk yang tidak dapat dibagi-bagi (in-dividere).
Aristoteles seakan-akan berpendapat bahwa manusia itu merupakan penjumlahan dari beberapa kemampuan tertentu yang masing-masing bekerja sendiri, seperti kemampuan vegetatif: makan, berkembang biak; kemampuan sensitif: bergerak mengamati-amati, bernafsu, dan berperasaan; berkemampuan intelektif: berkemampuan dan berkecerdasan.[6]
Segi utama lainnya yang perlu diperhatikan adalah bahwa manusia secara hakiki merupakan mahluk sosial. Sejak ia dilahirkan, ia membutuhkan pergaulan dengan orang-orang lain untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan biologisnya, yaitu makan, minuman, dan lain-lain.
Manusia, selain mahluk individual yang sebenarnya tidak perlu lagi dibuktikan kebenarannya, sekaligus juga merupakan mahluk sosial. Hal ini pun sebenarnya tidak perlu dibuktikan. Disamping itu manusia merupakan mahluk yang bertuhanan. Hal terakhir juga tidak perlu dibuktikan lagi, sebab bagi manusia terutama Indonesia yang sudah dewasa dan sadar akan dirinya sudah jelas sulit menolak adanya kepercayaan terhadap Tuhan, sebagai segi hakiki dalam perikehidupan manusia dan segi khas bagi manusia pada umumnya.
Adler yakin bahwa individu memulai hidup dengan kelemahan fisik yang mengaktifkan perasaan interior, perasaan yang menggerakkan orang untuk bergerak atau berjuang menjadi superioritas atau menjadi sukses. Individu yang secara psikologis kurang sehat berjuang untuk menjadi pribadi superior, dan individu yang sehat termotivasi untuk mensukseskan umat manusia.
Pokok-Pokok Teori Adler
1. Individualitas sebagai pokok persoalan
Adler memberi tekanan kepada pentingnya sifat khas (unik) kepribadian, yaitu individualitas, kebetulan serta sifat-sifat pribadi manusia. Menurut Adler tiap orang adalah suatu kongfigurasi motif-motif, sifat-sifat, serta nilai-nilai yang khas; tiap tindak yang dilakukan oleh seseorang membawakan corak yang khas gaya kehidupannya yang bersifat individual.
2. Pandangan Teleologis: Finalisme Semu
Vaihinger mengemukakan, bahwa setiap manusia hidup dengan berbagai macam cita-cita atau pikiran yang semata-mata bersifat semu, yang tidak ada buktinya atau pasangannya yang realitas.
3. Dua Dorongan Pokok
Di dalam diri manusia terdapat dua dorongan pokok, yang mendorong serta melatarbelakangi segala tingkah lakunya, yaitu :
a) Dorongan kemasyarakatan yang mendorong manusia bertindak yang mengabdi kepada masyarakat; dan
b) Dorongan keakuan, yang mendorong manusia bertindak yang mengabdi kepada aku sendiri.
4. Rasa Rendah Diri dan Kompensasi
Adler berpendapat, bahwa rasa rendah diri itu bukanlah suatu pertanda ketidak normalan; melainkan justru merupakan pendorong bagi segala perbaikan dalam kehidupan manusia. Tentu saja dapat juga rasa rendah diri itu berlebihan sehingga manifestasinya juga tidak normal, misalnya timbulnya kompleks rendah diri atau kompleks untuk superior. Tetapi dalam keadaan normal rasa rendah diri itu merupakan pendorong kearah kemajuan atau kesempurnaan (superior).
5. Dorongan Kemasyarakatan
Dorongan kemasyarakatan itu adalah dasar yang dibawa sejak lahir; pada dasarnya manusia adalh mahluk sosial. Namun sebagaimana lain-lain kemungkinan bawaan, kemungkinan mengabdi kepada masyarakat itu tidak nampak secara spontan, melainkan harus dibimbing atau dilatih.
Gambaran tentang manusia sempurna hidup dalam masyarakat sempurna menggantikan gambaran manusia kuat, agresif dan menguasai serta memeras masyarakat.
"Dorongan untuk berkuasa, memainkan peranan terpenting dalam perkembangan kepribadian" ( Adler, 1946, p. 145.)
6. Gaya Hidup
Gaya hidup ini adalah prinsip yang dipakai landasan untuk memahami tingkah laku seseorang; inilah yang melatarbelakangi sifat khas seseorang.
Gaya hidup seseorang itu telah terbentuk antara umur tiga sampai lima tahun, dan selanjutnya segala pengalaman dihadapi serta diasimilasikan sesuai dengan gaya hidup yang khas itu.
7. Diri yang Kreatif
Diri yang kreatifitas adalah penggerak utama, pegangan filsafat, sebab pertama bagi semua tingkah laku. Sukarnya menjelaskan soal ini ialah karena orang tidak dapat menyaksikan secara langsung akan tetapi hanya dapat menyaksikan lewat manifestasinya.[7]
Mengatasi Inferioritas dan Menjadi Superioritas:
Dorongan Maju.[8]
Bagi Adler, kehidupan manusia dimotivasi oleh atau dorongan utama-dorongan untuk mengatasi perasaan inferior dan menjadi superior. Jadi tingkah laku ditentukan utamanya oleh pandangan mengenai masa depan, tujuan, dan harapan kita. Didorong oleh perasaan inferior, dan ditarik keinginan menjadi superior, maka orang mencoba untuk hidup sesempurna mungkin.
Inferiorta bagi Adler berarti perasaan lemah dan tidak terampil dalam menghadapi tugas yang harus diselesaikan. Bukan rendah diri terhadap orang lain dalam pengertian yang umum, walakupun ada unsur membandingkan kemampuan khusus diri dengan kemampuan orang lain yang lebih matang dan berpengalaman. Superiorita, pengertiannya mirip dengan trandensi sebagai awal realisasi diri dari Jung, atau aktualisasi dari Horney dan Maslow. Superiorita bukan lebih baik dibanding orang lain atau mengalahkan orang lain, tetapi berjuang menuju superiorita berarti terus menerus berusaha menjadi lebih baik-menjadi semakin dekat dengan tujuan final.
Perasaan inferioritas ada pada semua orang, karena manusia mulai hidup sebagai mahluk kecil dan lemah. Sepanjang hidup, perasaan iri terus muncul ketika orang menghadapi tugas baru dan belum dikenal yang harus diselesaikan.
Banyak orang yang berjuang menjadi superioritas dengan tidak memperhatikan orang lain. Tujuannya bersifat pribadi, dan perjuangannya dimotivasi oleh perasaan diri inferior yang berlebihan. Pembunuh, pencuri, pemain porno adalah contoh ekstrim yang berjuang hanya untuk mencapai keuntungan pribadi. Namun pada umumnya perbuatan atau perjuangan menjadi superior sukar dibedakan, mana yang motivasinya untuk keuntungan pribadi dan mana yang motivasinya minat sosial. Orang yang secara psikologi sehat, mampu meninggalkan perjuangan menguntungkan diri sendiri menjadi perjuangan yang termotivasi oleh minat sosial, perjuangan untuk menyukseskan nilai-nilai kemanusiaan. Orang ini membantu orang lain tanpa mengharap imbalan, melihat orang lain bukan sebagai saingannya akan tetapi sebagai rekan yang siap bekerjasama demi kepentingan sosial.
Kesatuan (Unity) Kepribadian
Adler memilih psikologi individu (individual psychology) dengan harapan dapat menekankan keyakinannya bahwa setiap manusia itu unik dan tidak dapat dipecah-pecahkan. Psikologi individual menekankan pentingnya unitas kepribadian. Pikiran, perasaan, dan kegiatan semuanya diarahkan kesatu tujuan tunggal dan mengejar satu tujuan.
Gaya Hidup
Adler juga dipengaruhi oleh Jan Smuts, filosofi dan negarawan Afrika Selatan. Menurut Smuts, kalaku ingin memahami orang lain, kita harus memahami dia dalam kesatuan yang utuh, bukan dalam bentuk yang terpisah-pisah, dan yang lebih penting lagi, kita harus memahaminya sesuai dengan konteks keadaan yang melatari orang tersebut, baik fisik maupun sosial.[9]
Kepentingan Sosial
Adler menganggap kepekaan sosial ini bukan sekedar bawaan sejak lahir dan bukan pula diperoleh hanya dengan cara dipelajari, melainkan gabungan keduanya. Kepekaan sosial didasarkan pada sifat-sifat bawaan dan dikembangkan lebih lanjut agar tetap bertahan.
Di lain pihak, bagi Adler, tidak ada kesadaran sosial adalah sakit jiwa yang sesungguhnya. Segala bentuk sakit jiwa-neurotik, psikotik, tindak kriminal, narkoba, kenakalan remaja, bunuh diri, kemiskinan, prostitusi, dan lain-lain sebagainya- adalah penyakit-penyakit yang lahir akibat tidak adanya kesadaran sosial. Tujuan orang-orang yang mengidap penyakit ini adalah superioritas personal, keberhasilan dan kemenangan hanya berarti untuk mereka sendiri.[10]
3) Psikologi Behaviorisme (Burrhus Frederic Skinner 1904-1990)
Struktur kepribadian
Menurut Skinner, penyelidikan mengenai kepribadian hanya sah jika memenuhi beberapa kriteria ilmiah. Umpamanya, ia tidak akan menerima gagasan bahwa kepribadian (personality) atau diri (self) yang membimbing atau mengarahkan perilaku.
Bagi Skinner, studi mengenai kepribadian itu ditujukan pada penemuan pola yang khas dari kaitan antara tingkah organisme dan berbagai konsekuensi yang diperkuatnya.
Selanjutnya, Skinner menguraikan sejumlah tehnik yang digunakan untuk mengontrol perilaku. Kemudian banyak diantaranya dipelajari oleh social-learning theoritists yang tertarik dalam modeling dan modifikasi perilaku. Tehnik tersebut adalah sebagai berikut (Wulansari & Sujatno, 1997).[11]
1. Pengekangan Fisik ( physical restraints )
2. Bantuan Fisik ( physical aids)
3. Mengubah Kondisi Stimulus (changing the stimulus conditions)
4. Manipulasi Kondisi Emosional (manipulating emotional conditions)
5. Melakukan Respons-respons Lain (performing alternative responses)
6. Menguatkan Diri Secara Positif (positive self-reinforcement).
7. Menghukum Diri Sendiri ( self punishment).
Selanjutnya Skinner membedakan perilaku atas :[12]
1. Perilaku yang alami (innate behavior), atau yang biasa disebut respondent behavior. Yaitu perilaku yang ditimbulkan oleh stimulus yang jelas.
2. Perilaku Operan (operant behavior), yaitu perilaku yang ditimbulkan oleh stimulus yang tidak jelas atau tidak diketahui, tetapi semata-mata ditimbulkan organisme itu sendiri.
Bagi Skinner, faktor motivational dalam tingkah laku bukan bagian elemen struktural. Dalam situasi yang sama tingkah laku seseorang bisa berbeda-beda kekuatan dan keseringan munculnya. Konsep motivasi yang menjelaskan variabilitas tingkah laku dalam situasi yang konstan bukan fungsi dari keadaan energi, tujuan, dan jenis penyebab sebagainya. Konsep itu secara sederhana dijelaskan melalui hubungan sekelompok respon dengan sekelompok kejadian. Penjelasan mengenai motivasi ini juga berlaku untuk emosi.
Dinamika Kepribadian
Kepribadian dan Belajar
Hakikat teori skinner adalah teori belajar, bagaimana individu menjadi memiliki tingkah laku baru, menjadi lebih terampil, menjadi lebih tahu. Dia yakin bahwa kepribadian dapat dipahami dengan mempertimbangkan tingkah laku dalam hubungannya yang terus menerus dengan lingkungannya. Cara yang paling efektif untuk mengubah dawn mengontrol tingkah laku adalah dengan melakukan penguatan (reinforment), suatu strategi kegiatan yang membuat tingkah laku tertentu berpeluang untuk terjadi atau sebaliknya (berpeluang tidak terjadi) pada masa yang akan datang. Konsep dasarnya sangat sederhana yakni semua tingkah laku dapat dikontrol.
Tingkah laku Kontrol Diri
Prinsip dasar pendekatan skinner adalah : Tingkah laku disebabkan dan dipengaruhi oleh variabel eksternal. Tidak ada dalam diri manusia, tidak ada bentuk kegiatan eksternal, yang mempengaruhi tingkah laku. Pengertian kontrol diri ini bukan mengontrol kekuatan di dalam "self", tetapi bagaimana self mengontrol variabel-variabel luar yang menentukan tingkah laku.[13]
Stimulan Aversif
Stimulasi aversif adalah lawan dari stimulant penguatan, sesuatu yang tidak menyenangkan atau bahkan menyakitkan.
"Perilaku yang diikuti oleh stimulant aversif akan memperkecil kemungkinan diulanginya perilaku tersebut pada masa-masa selanjutnya."[14]
Definisi ini sekaligus menggambarkan bentuk pengkondisian yang dikenal dengan hukuman.
Kondisioning Klasik (Classical Conditioning)
Kondisioning klasik, disebut juga kondisioning responden karena tingkah laku dipelajari dengan memanfaatkan hubungan stimulus-respon yang bersifat refleksbawaan.
Kondisioning Operan (Operant Conditioning)
Reinforser tidak diasosiasikan dengan stimulus yang dikondisikan, tetapi diasosiasikan dengan respon karena respon itu sendiri beroperasi memberi reinsforment. Skinner menyebut respon itu sebagai tingkah laku operan (operant behavior).
Tingkah laku responden adalah tingkah laku otomatis atau refleks, yang dalam kondisioning klasik respon diusahakan dapat dimunculkan dalam situasi yang lain dengan situasi aslinya. Tingkah laku operan mungkin belum pernah dimiliki individu, tetapi ketika orang melakukannya dia mendapat hadiah. Respon operan itu mendapat reinforcement, sehingga berpeluang untuk lebih sering terjadi. Kondisioning operan tidak tergantung pada tingkah laku otomatis atau refleks, sehingga jauh lebih fleksibel dibanding kondisioning klasik.
B. F. Skinner dengan pandangannya yang radikal, banyak salah dimengerti dan mendapat kritik yang tidak proporsional. Betapapun orang harus mengakui bahwa teori Behaviorisme paling berhasil dalam mendorong penelitian dibidang psikologi dengan pendekatan teoritik lainnya. Berikut lima kritik terpenting terhadap B. F. Skinner.
1. teori skinner tidak menghargai harkat manusia. Manusia bukan mesin otomat yang diatur lingkungan semata. Manusia bukan robot, tetapi organisme yang memiliki kesadaran untuk bertingkah laku dengan bebas dan spontan.
2. gabungan pendekatan nomoterik dan idiografik dalam penelitian dan pengembangan teori banyak menimbulkan masalah metodologis.
3. pendekatan skinner dalam terapi tingkah laku secara umum dikritik hanya mengobati symptom dan mengabaikan penyebab internal mental dawn fisiologik.
4. generalisasi dari tingkah laku merpati mematok makanan menjadi tingkah laku manusia yang sangat kompleks, terlalu luas/ jauh.
DAFTAR PUSTAKA
§ Alwisol. Psikologi Kepribadian. Malang :UUM Press, 2007
§ Walgito Bimo. Dr. Prof. Pengantar Psikologi Umum. Jogjakarta : ANDI, 2003
§ Sobur Alex, M. Si. Drs. Psikologi Umum. Bandung : Pustaka Setia, 2003
§ Gerungan W.A. Psych. Dipl. Dr. Psikologi Sosial. Bandung : PT Refika Aditama, 2004
§ Boeree George. C. Dr. Personality Theories. Jogjakarta : PRISMASOPHIE, 2004
§ Suryabrata Sumadi. Ph.D., Ed.S., M.A., B.A., Drs. Psikologi Kepribadian. PT Raja Grafindo Persada : Jakarta : 1982
[1] ALWISOL, Psikologi Kepribadian, UMM Press, Malang :2007, hal 08
[2] ALWISOL, Psikologi Kepribadian, UMM Press, Malang :2007, hal 09
[3] Dr. C. George Boeree, Personality Theories, PRISMASOPHIE, Jogjakarta: 2004, hal 36
[4] ALWISOL, Psikologi Kepribadian, UMM Press, Malang :2007, hal 19
[5] Dr. C. George Boeree, Personality Theories, PRISMASOPHIE, Jogjakarta: 2004, hal 56
[6] DR. W.A. GERUNGAN, Dipl. Psych. Psikologi Sosial, PT Refika Aditama, Bandung,: 2004, hal 25
[7] Drs. Sumadi Suryabrata, B.A., M.A,,Ed.S., Ph.D., Psikologi Kepribadian, PT Raja Grafindo, Jakarta :1982, hal 185-191
[8] ALWISOL, Psikologi Kepribadian, UMM Press, Malang :2007, hal 80-84
[9] Dr. C. George Boeree, Personality Theories, PRISMASOPHIE, Jogjakarta: 2004, hal 153
[10] Dr. C. George Boeree, Personality Theories, PRISMASOPHIE, Jogjakarta: 2004, hal 156-158
[11] Drs. Alex Sobur, M. Si., Psikologi Umum, Pustaka Setia, Bandung ; 2003, hal 309-311
[12] Prof. Dr. Bimo Walgito, Psikologi Umum, ANDI, Jogjakarta:2003, hal 71
[13] ALWISOL, Psikologi Kepribadian, UMM Press, Malang :2007, hal 395
[14] Dr. C. George Boeree, Personality Theories, PRISMASOPHIE, Jogjakarta: 2004, hal 257
Tidak ada komentar:
Posting Komentar