Minggu, 16 Februari 2014

450 Ribu Honorer K2 Terancam PHK


Setelah UU Aparatur Sipil Negara Berlaku


JAKARTA - Sekitar 150 ribu tenaga honorer kategori 2 (K-2) bisa tersenyum lega karena berhasil lulus menjadi CPNS. Sebaliknya, 450 ribuan tenaga honorer K-2 lainnya kini sedang berharap-harap cemas. Mereka terancam PHK (pemutusan hubungan kerja).
Alasannya, setelah pemberlakuan UU tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), tidak dikenal lagi istilah tenaga honorer. Sebaliknya, dalam sistem kepegawaian negara, yang dikenal hanya sebutan pegawai negeri sipil (PNS) dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK).
Celakanya, hingga saat ini petunjuk teknis pengangkatan PPPK -yang mungkin mendekati sistem tenaga honorer- tidak kunjung dikeluarkan. Dengan kondisi itu, hampir pasti semua instansi tidak akan mempertahankan tenaga honorer K-2 yang tidak diangkat menjadi CPNS. Sebab, sudah tidak ada lagi landasan hukum untuk mengalirkan anggaran di APBN/APBD untuk menggaji mereka.
Deputi Sumber Daya Manusia (SDM) Aparatur Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemen PAN-RB) Setiawan Wangsaatmaja membenarkannya. Menurutnya, setelah UU ASN terbit maka istilah tenaga honorer tidak dikenal.
"Ya, terserah instansi masing-masing yang dulu mengangkatnya. Yang jelas, sudah tidak ada lagi istilah honorer," kata Setiawan, Sabtu (15/2).
Pejabat hasil "lelang" jabatan itu mengatakan, pengangkatan PPPK tidak bisa sembarang seperti pengangkatan tenaga honorer. Kata dia, kebutuhan kuota PPPK dihitung berdasar hasil analisis jabatan dan beban kerja. Dengan persyaratan itu, sistem perekrutan PPPK sangat mirip dengan penjaringan CPNS.
Dengan sistem tersebut, Setiawan mengatakan, pengangkatan tenaga honorer di instansi pusat maupun daerah secara nasional bisa terkontrol. Berbeda dengan saat ini yang terlihat lepas kendali. Setiap instansi seenaknya mengangkat tenaga honorer sebanyak-banyaknya. Bahkan, unit terkecil seperti sekolah bisa mengangkat tenaga honorer sendiri-sendiri.(wan/c10/agm)

Penyelesaian Tenaga Honorer:

  • Seluruh instansi dilarang mengangkat tenaga honorer sejak 2005.
  • Sebanyak 49.714 tenaga honorer kategori 1 (K-1) yang maksimal berusia 46 tahun dan gajinya dibayar melalui APBN telah diangkat menjadi CPNS pada 2005-2012.
  • Sebanyak 613.919 tenaga honorer K-2 diseleksi ulang melalui tes CPNS.
  • Di antara 200-an instansi, baru 84 instansi yang mengumumkan hasil CPNS honorer K-2 dengan total 198 ribu yang telah dinyatakan lolos sebagai CPNS.
  • Tenaga honorer K-2 yang tidak lulus seleksi CPNS diserahkan kepada masing-masing pemberi honor untuk diberhentikan.
  • Tenaga honorer K-2 yang memenuhi syarat dapat mengikuti proses seleksi menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK).
  • PPPK bekerja secara profesional dengan kontrak minimal setahun dan dapat diperpanjang dengan gaji, remunerasi, cuti, tunjangan sosial, dan perlindungan mirip PNS.
  • Gaji PPPK berasal dari APBN untuk instansi pusat dan APBD untuk instansi daerah.

Sabtu, 15 Februari 2014

5 Tanda-tanda Pernikahan Bahagia

1. Mampu menekan ego

Ketika pasangan yang sudah menikah lalu mampu menekan ego masing-masing, tandanya pernikahan itu bahagia. Tak sedikit pernikahan kandas di tegah jalan akibat tingginya ego pasangan. Saling mengakui jika mempunyai kesalahan dan meminta maaf atau memaafkan kesalahan pasangan merupakan hal sederhana . Namun dampaknya besar terhadap keharmonisan rumah tangga Anda.

2. Mendukung secara total

Pasangan yang bahagia akan saling mendukung satu sama lain. Mereka saling membantu dan mendukung mulai dari hal kecil hingga besar. Serta tidak pernah meninggalkan pasangan, terutama jika berada dalam kondisi sulit.

3. Tidak ada tanda-tanda dominasi

Apakah Anda bahagia jika memiliki pasangan yang terlalu mengatur? Sebuah pernikahan yang di dalamnya tidak memiliki rasa takut, tertekan dan perasaan terancam oleh dominasi pasangan merupakan tanda pernikahan yang bahagia.

4. Kehidupan seksual yang sehat

Indikasi lain dari pasangan yang bahagia adalah dari kehidupan seksualnya. Kehidupan seksual yang sehat akan berdampak pada hubungan rumah tangga. Sebaliknya, pernikahan yang kerap menghadapi masalah seksual biasanya kurang bahagia.

5. Anak-anak senang

Jika Anda ingin melihat hasil dari sebuah pernikahan, lihatlah pada anak-anak. Apakah mereka senang? Anak yang melihat orang tua mereka berkelahi atau berselisih memiliki sikap yang rendah diri. Entah mereka terlalu pendiam atau pemalu atau menampilkan perilaku agresif, terutama dengan teman-teman sepermainan. Jika anak-anak terbuka untuk berbagi, merasa senang berada di sekitar orang tua, maka pernikahan tersebut bahagia.

Bagaimana dengan Anda? Apakah tanda-tanda di atas sudah dirasakan dalam kehidupan rumah tangga Anda?

Gelap Sekali


Seorang guru berkata pada muridnya, "Wahai murid, saat kau bermeditasi nanti, jangan biarkan seekor harimau masuk ke dalam pikiranmu. Apapun yang muncul di hadapanmu, asal bukan harimau. Jangan pernah ijinkan harimau muncul di pikiranmu."

      Si muridpun mulai cemas memikirkan perkataan gurunya dan merasa ketakutan. Bagaimana bila ternyata harimau itu memang muncul. Apa yang kira-kira akan terjadi ya? Apakah ia akan selamat? Apakah harimau itu akan menerkamnya? Ketakutan demi ketakutan mulai mengganggu pikirannya, hingga tiba saatnya ia harus bermeditasi...

    "Guru... guru...." teriak si murid. "Maafkan aku guru, tapi harimau itu memang muncul. Aku tak tahu harus berbuat apa. Aku ketakutan dan langsung bangun dari meditasiku. Aku takut harimau itu akan menerkamku," kata si murid sambil terisak.

     Sang gurupun hanya tertawa terkekeh. Tentu saja ia tak terkejut dengan apa yang dilaporkan si murid kepadanya. Ia sudah bisa menebak bahwa muridnya akan ketakutan dan justru si harimau muncul dalam meditasinya.

     "Anakku... sebenarnya harimau itu hanya ada di pikiranmu. Ia tidak akan menyakitimu, namun bayanganmulah yang membuatmu ketakutan kalau-kalau ia menyakitimu," ungkapnya dan melanjutkan kembali tawanya.

     Apabila sang guru tak menceritakan tentang si harimau, maka si murid tak akan berpikir negatif. Apabila si murid tak berpikiran negatif, maka ia tak akan ketakutan sampai membuyarkan meditasinya. Inilah yang harus dipetik oleh orangtua dan anak-anak.

      Sebagai orangtua, hendaknya kita tidak menjejalkan rasa takut kepada anak-anak. Tidak pula membuat mereka takut akan gelap, menceritakan monster atau hantu yang akan memakan mereka jika mereka tidak menuruti nasehat orangtua, atau menakut-nakuti mereka saat mereka akan belajar berjalan.

      Orangtua, hendaknya memberikan pendampingan dan pengawasan, mengajarkan bagaimana cara melakukan sesuatu hal dengan benar agar anak-anaknya tidak selalu hidup dalam ketakutan.

       Dan demikian juga anak-anak, hendaknya tidak selalu memunculkan pikiran-pikiran buruk terhadap suatu hal yang akan menimpa mereka. Nasehat orangtua adalah sebuah bimbingan dan pengingat, bukan ancaman yang membuat diri jadi takut dan nyali menciut.

       Gelap, tak akan menjadi gelap bila kita memejamkan mata. Gelap, tak akan lagi menakutkan bila kita percaya tak ada sesuatu yang menakutkan di sana.